Friday, August 29, 2008

Mbak Mar



Kerabatku yang tinggal di Bandung sebenarnya cukup banyak. Salah satunya Tante Nani dan Om Hadi suaminya yang tinggal di daerah Setra Sari. Tante Nani saudara sepupu ibuku. Dulu sewaktu pertama kali mau kuliah ke Bandung orangtuaku meminta aku untuk tinggal di tempat Tante Nani atau saudara yang lain, tapi aku tidak mau karena pasti tidak bebas.

Meskipun begitu aku selalu berusaha menjaga tali persaudaraan, setidaknya tiga bulan sekali aku datang mengunjungi Tante Nani dan Om Hadi, kadang menginap kadang sekedar main saja. Pada suatu hari Tante Nani dan Om Hadi datang ke tempat kosku untuk meminta tolong.

"Doni, kamu bisa jaga rumah tante sampai hari Senin depan? Soalnya ada acara keluarga di Jakarta, Tante Tuti kakaknya Om Hadi mantu. Besok kami sekeluarga ke Jakarta."
"Bisa aja tante, tapi emangnya Mbak Mar nggak ada?"
"Kebetulan Mbak Mar sedang nengok anaknya di Pekalongan sudah lima hari. Janjinya sih balik kemarin tapi sampai hari ini belum ada kabar, jadi tante terpaksa minta tolong kamu. Itu mobil kijang kalau mau dipake jalan-jalan malam mingguan ya pake aja, bensinnya udah diisi penuh. Dan kalau kamu perlu apa-apa, ini ada di amplop. Nanti kalau Mbak Mar sudah datang, kamu boleh pulang."
"Nggak masalah tante, dari rumah tante ke kampus juga nggak jauh kok..." kataku sambil menerima amplop.

******

Hari Kamis sore aku datang ke rumah Tante Nani. Mereka sekeluarga, Om Hadi, Tante Nani, dan Yudi anak mereka yang masih kecil tampak sudah siap berangkat dengan mobil BMW hitam kesayangan Om Hadi. Setelah berbasa-basi sebentar dan meyakinkan segalanya siap serta tidak ada yang ketinggalan merekapun berangkat sekitar jam setengah enam.

Kupandangi rumah mewah mereka, semuanya tersedia: alat hiburan, mobil, makanan dan minuman lengkap di dalam kulkas dan freezer. Wah nikmat juga, seperti berlibur di villa. Tapi aku juga terbayang kesepian yang harus kulewati di rumah ini. Ah nggak apa-apalah, apalagi ketika aku membuka amplop ternyata Tante Nani memberiku uang 500 ribu. Untuk ukuran waktu itu (tahun 1994) jumlah itu lebih besar sedikit dari jatah kiriman 1 bulan! Lumayan....

Aku sendiri sudah menyiapkan perangkat 'hiburan' pengusir sepi berupa beberapa keping VCD porno yang sengaja kusewa. Tapi baru setengah jam aku menikmati VCD porno tiba-tiba kudengar bel berbunyi. Aku segera keluar dan kulihat ternyata Mbak Mar datang menenteng beberapa tas.

"Eh... Mas Doni, Bu Nani sama Pak Hadi mana? Kok sepi...?"
"Mbak...dari kemarin ditungguin kok nggak dateng-dateng... Tante sama Om ke Jakarta sampai hari Senin, kakaknya Om Hadi mantu...Mbak kemana aja..."
"Iya Mas... anak-anak di rumah nggak mau ditinggal cepet-cepet... jadi mundur dua hari."
"Ya udah, masuk aja mbak, istirahat dulu..."

Mbak Mar ini bukan pembantu, sebenarnya masih ada hubungan saudara jauh dengan Om Hadi. Dia kerja di rumah ini dengan imbalan Om Hadi akan menyekolahkan ke 2 anaknya sampai tamat perguruan tinggi. Anaknya yang tertua masih SMP dan yang kecil SD kelas 4, keduanya tinggal sama neneknya. Mbak Mar sendiri sudah 5 tahun cerai, umurnya sekarang mungkin sekitar 35 tahun, dia ditinggal suaminya yang kawin lagi dengan perempuan lain.

Dengan santai aku menutup pagar sementara Mbak Mar masuk ke rumah untuk membereskan barang-barang bawaannya. Tiba-tiba aku tersadar kalau VCD belum kumatikan. Wah...celaka, ketahuanlah kelakuan minusku! Segera aku bergegas masuk ke dalam. Dan benar saja, VCD memang masih menyala, lengkap dengan suara-suara desahan erotis yang terlanjur kusetel cukup keras. Kulihat Mbak Mar tidak ada di dalam, mungkin dia langsung pergi ke kamar. Aku yakin Mbak Mar tahu apa yang aku lakukan, setidaknya dia pasti mendengar suara dari VCD porno yang sedang kuputar. Dengan perasaan malu, segera aku mematikan VCD dan kuganti dengan saluran TV swasta.

Setelah selesai mandi Mbak Mar masuk ke dalam ruang tengah tempatku menonton TV untuk membereskan ruangan. Tidak seperti biasanya, Mbak Mar kelihatan agak kikuk dan salah tingkah. Akupun demikian, tapi aku berusaha untuk pura-pura tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tapi kekikukan itu tidak berlangsung lama, Mbak Mar segera menyiapkan makanan dan kemudian mengajakku makan di meja. Karena Mbak Mar memang bukan pembantu, dia biasa makan di meja bersama-sama dengan Tante Nina dan Om Hadi. Kamipun mulai ngobrol biasa seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul akhirnya aku memberanikan diri bertanya mengenai VCD porno yang kuputar.

"Maaf Mbak Mar, tadi waktu masuk rumah lihat film yang saya putar"
"Ih Mas Doni ini... diam-diam ternyata nakal juga... sukanya liat yang gituan... ya iya dong pasti keliatan" katanya malu-malu.
"Oh... jadi Mbak Mar liat ya... duh aku jadi malu....jangan bilang-bilang Tante Nani atau Om Hadi ya...?"
"Ya enggaklah mas... lagian Mas Doni khan udah dewasa jadi kalau ngeliat yang begituan khan juga nggak apa-apa sebenernya..."
"Ya bagus... kita kompak ya mbak..."

******

Suasana rumah yang sepi ditambah udara Bandung Utara yang dingin membuat aku tidak bisa konsentrasi menikmati acara-acara TV yang terasa membosankan. Aku seorang mahasiswa yang sudah sering merasakan nikmatnya tubuh wanita, sekarang tinggal berdua dalam sebuah rumah bersama dengan seorang janda yang mungkin juga sudah lama merindukan sentuhan laki-laki. Apapun bisa terjadi dalam keadaan seperti itu.

Sebelumnya aku tidak pernah tertarik sedikitpun dengan Mbak Mar, wajahnya biasa, 'not my type'-lah, dan tubuhnya juga agak gemuk seperti wanita-wanita yang sudah punya anak dan hanya bekerja di rumah pada umumnya. Sisi fisik yang menarik dari Mbak Mar mungkin kulitnya yang putih dan bersih serta payudaranya yang lumayan besar. Tapi alasan utamaku tidak pernah mengganggunya selama ini adalah karena dia masih saudara dengan Om Hadi. Aku tidak mau sampai merusak hubungan baikku dengan Om Hadi gara-gara masalah itu.

Keadaan menentukan lain, hari ini semuanya berubah. Suasana rumah yang sepi serta bayangan adegan-adegan hot yang tadi kutonton terus memojokkanku dan semakin memperlemah akal-sehatku. Pikiran-pikiran nakal dan mesum kini mulai menggodaku, semakin lama semakin hebat hingga akhirnya membuatku tidak tahan lagi ingin segera menikmati tubuh Mbak Mar. Aku segera bergegas ke kamar Mbak Mar dan mengetuk pintunya.

Mbak Mar membuka pintu, "Ada apa Mas Doni..."

"Mbak lagi ngapain...?"
"Nggak ngapa-ngapain, cuma istirahat... mau tidur, besok khan mesti beres-beres rumah."
"Temenin aku dong... nonton TV, besok nggak usah bangun pagi-pagilah, khan nggak ada siapa-siapa... santai aja mbak, yang penting nanti rumah beres sewaktu om dan tante pulang..."
"Iya deh, tapi sebentar... mbak mau ganti baju dulu..."
"Aaah, nggak usah mbak, khan nggak ada siapa-siapa... gitu ajalah, cuma di dalam rumah aja kok."

Mbak Mar cuma tersenyum, dia membetulkan dasternya dan kemudian berjalan mengikuti aku ke ruang tengah. Kami menonton TV swasta yang acaranya buatku masih membosankan. Sengaja aku mengajak Mbak Mar untuk duduk di sofa panjang bersama denganku. Aku sedang mencari momen yang tepat untuk mengganti acara TV dengan VCD pornoku.

"Mbak Mar, kalau nonton yang seperti tadi itu pernah?"
"Ah... Mas Doni, mbak mana pernah nonton gituan, di daerah mbak nggak ada. Maklum bukan kota besar," katanya tersipu malu.
"Nggak pernah nonton tapi begituan sering khan...?" tanyaku mencoba memancing-mancing.
"Kalau begituan ya dulu jelas pernah dong dengan suami... khan anaknya udah dua... tapi nggak persis seperti yang tadi, ceweknya berdua yang cowok sendiri... yang aneh-aneh begitu mbak sih belum pernah," katanya menjelaskan, aku cuma tertawa kecil.
"Tapi kalau sedang begituan Mbak Mar bersuara kayak cewek yang tadi nggak?"
"Mas Doni ini tanya yang enggak-enggak aja. Jelas nggak kayak gitu dong, nanti kedengaran tetangga gimana...?"

Aku masih mencari momen yang pas, ketika kurasa momennya sudah tepat aku mulai menawarkan untuk mengganti TV dengan VCD porno.

"Mbak, TVnya aku ganti dengan film yang tadi boleh...?"
"Ih mas Doni ini... ntar pusing sendiri lho..."
"Nggak apa-apa ya mbak, aku lagi pengen nonton yang begituan... lagian nanggung yang tadi belum selesai, mbak temenin aku nonton ya.. nggak seru nonton sendiri...," kataku dengan nada memohon.
"Terserah Mas Doni lah..."

Mendapat lampu hijau aku langsung mengganti acara TV dengan VCD porno. Kami duduk bersebelahan menikmati tayangan adegan-adegan panas di layar kaca. Setengah jam sudah berlalu, kami tidak banyak bicara dan menikmati setiap adegan persetubuhan yang merangsang birahi. Penisku sendiri sejak awal sudah tegang, sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera mengeluarkan spermaku yang siap meledak. Kulihat Mbak Mar juga mulai tidak tenang, sebentar-sebentar dia berganti posisi.

"Mbak, terangsang nggak liat film seperti ini...?"
"Lha iya dong... memangnya Mas Doni enggak?"
"Kalau cowok sih udah pasti terangsang mbak..."

Kupegang tangan Mbak Mar dan pelan-pelan kutarik ke arah selangkanganku, "Coba pegang punyaku ini mbak... udah keras... tandanya aku udah terangsang mbak..." Mbak Mar sempat kaget juga, tapi dia tidak menolak. Dengan pasrah dibiarkannya tangannya kubimbing ke selangkanganku, kemudian pelan-pelan dirabanya penisku.

"Masukin aja tangannya mbak.... pegangin punyaku"

Mbak Mar menuruti permintaanku, dia membuka resleting celanaku lalu diselipkannya tangannya ke dalam celana dalamku. Kelihatannya Mbak Mar juga mulai menikmati, dia meremas-remas penisku dengan lembut sambil terus matanya menatap adegan demi adegan di layar TV.

"Mbak mau isep punyaku?"

Tanpa banyak protes Mbak Mar memelorotkan celana jeans dan celana dalamku. Dia berjongkok di depanku dan kemudian penisku langsung dimasukkan ke dalam mulutnya. Aku merasakan sensasi yang luar biasa setiap kali lidahnya mengulum penisku. Rasanya penisku siap meledak di dalam mulut Mbak Mar. Tapi aku mencoba menahan diri, aku ingin merasakan vagina Mbak Mar dan mengeluarkan spermaku di dalamnya.

Kulepaskan penisku dari mulut Mbak Mar, lalu tubuhnya kurebahkan di atas karpet. Adegan-adegan panas VCD porno sudah tidak lagi menarik perhatianku, tubuh seorang janda yang terbalut daster tipis dan dengan pasrah terlentang menanti sentuhan laki-laki jauh lebih menggairahkan bagiku.

"Gantian sekarang aku yang jilatin memek mbak ya...?"
"Jangan mas... mbak malu, nanti dilihat orang..." katanya lirih.
"Tenang aja mbak, pintu pagar dan pintu depan sudah aku kunci kok..  nggak bakal ada orang masuk mbak...."

Kusibakkan daster Mbak Mar ke atas, terlihat celana dalam warna krem sedikit basah, mungkin terkena cairan vagina Mbak Mar. Pelan-pelan kubuka celana dalam Mbak Mar, dia terdiam pasrah. Bulu vagina Mbak Mar cukup lebat dan tampak lumayan basah oleh cairan vagina, sementara itu belahan vaginanya terlihat agak samar. Perlahan-lahan kubuka paha Mbak Mar sehingga belahan vaginanya mulai melebar. Dengan hati berdebar segera kubenamkan kepalaku di antara kedua paha Mbak Mar. Aku mulai menjilati bibir vagina Mbak Mar dan mempermainkan klitorisnya. Mungkin karena tubuh Mbak Mar agak gemuk, gundukan vaginanya yang besar terasa empuk sekali dan klitorisnya juga lebih besar dari wanita-wanita lain yang pernah kunikmati. Tubuh Mbak Mar langsung bergetar hebat saat lidahku menjilati klitoris dan bibir vaginanya dengan penuh nafsu, nafasnya seperti habis maraton, pinggulnya bergerak-gerak menahan rasa nikmat yang sudah lama dirindukannya.

"Aduh... Mas Doni...adduuh...aggh... geli sekali mas... rasanya pengen pipis," katanya setengah berbisik.

Mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak mendapat sentuhan laki-laki, Mbak Mar jadi sangat sensitif. Hanya butuh waktu kurang dari lima menit sebelum Mbak Mar mengalami orgasmenya yang pertama.

"Mas Doni... adduuuh... aku keluaarrr masss... aduuhh... aagghhh"

Setelah menggelinjang dan bergetar hebat selama beberapa saat akhirnya tubuh Mbak Mar tergolek lemas di atas karpet. Perlahan-lahan kuangkat dan kulepaskan dasternya, lalu kucopot BHnya sehingga Mbak Mar sekarang tergolek polos tanpa busana di hadapanku. Akupun melepaskan seluruh pakaianku sehingga kami berdua benar-benar polos tanpa busana, persis seperti para pemain film VCD porno yang sedang kami putar.

Mata Mbak Mar masih terpejam, mungkin dia masih meresapi kenikmatan yang baru terjadi. Payudara Mbak Mar memang cukup besar, demikian juga pentilnya yang bulat mirip seperti onde-onde mini. Tidak tahan melihat pemandangan menggairahkan itu aku langsung meremas-remas dan menjilati kedua payudaranya. Sementara itu tanganku yang satunya lagi menggerayangi vaginanya. Jari-jariku mulai masuk ke lubang vagina dan mempermainkan klitorisnya lagi. Mbak Mar cuma bisa mendesah-desah lirih menahan nikmat. Akupun sudah mulai tidak tahan ingin segera memasukkan penisku.

"Mbak... boleh aku masukin punyaku ke memek Mbak Mar? Aku udah nggak tahan..."

Mbak Mar menjawab dengan mengangguk. Langsung kutindih tubuh Mbak Mar yang montok dan penisku ku arahkan ke lubang vaginanya yang sudah siap sejak tadi. Hanya dengan sekali sentak masuklah penisku dengan sempurna ke dalam vagina Mbak Mar yang sudah licin, "Bless..." Mbak Mar menjerit tertahan dan matanya terbelalak saat penisku meluncur masuk ke dalam vaginanya,

"Aaahhh..."
"Sakit mbak...?"
"Enggak... enak kok....terusin aja..."

Vagina Mbak Mar masih cukup sempit, mungkin karena sudah lama tidak tersentuh pria. Tapi cairan yang keluar membasahi vaginanya membuat penisku dengan mudah meluncur keluar-masuk. Mbak Mar juga pintar memainkan otot vaginanya sehingga penisku serasa diremas-remas oleh dinding-dinding vaginanya. Tubuh gemuk Mbak Mar membuatku merasa nyaman saat menindih dan memeluknya, empuk dan hangat. Sensasinya benar-benar berbeda dengan wanita-wanita yang pernah aku tiduri selama ini.

Mungkin karena sudah sangat sensitif, kali ini tidak sampai 3 menit Mbak Mar sudah menunjukkan tanda-tanda menuju orgasmenya lagi. Gerakannya pinggulnya yang lebar mulai liar, payudaranya yang seperti balon berisi air itu berguncang-guncang, nafasnya kembali ngos-ngosan dan dipeluknya tubuhku erat-erat. Segera kupercepat gerakanku dan kutusukkan penisku dalam-dalam. Betul saja... Mbak Mar kembali mengalami orgasme...

"Mas Doni.. adduuuh... aku keluar lagii... aaagh... aagghh....," tubuh Mbak Mar menegang dan kedua tangannya memeluk erat-erat badanku.

Tak lama kemudian tubuh Mbak Mar kembali terkulai lemas. Sementara itu penisku masih tertancap tegang di dalam vaginanya, dan aku merasa sangat tanggung. Mbak Mar hanya kuberi kesempatan istirahat sebentar lalu aku kembali menggerak-gerakkan pantatku. Hanya selang beberapa detik saja Mbak Mar kembali bergairah, pinggulnya ikut bergerak naik-turun dan berputar-putar mengimbangi tusukan-tusukan penisku. Otot-otot vagina Mbak Mar kembali terasa mencengkeram penisku. Sementara itu aku mulai merasakan getaran-getaran nikmat di seluruh tubuhku, rasanya tidak lama lagi aku akan orgasme.

"Mbak...Doni udah mau keluar...?"

Tiba-tiba Mbak Mar tersadar akan resiko yang mungkin akan dihadapi. Setengah panik dia segera berusaha mendorongku sehingga penisku terlepas dari vaginanya.

"Aduh... jangan dikeluarin di dalam mas... aku takut hamil..."

Ah, sialan. Hanya tinggal beberapa tusukan saja. Mbak Mar tahu aku sangat kecewa, dia berusaha memberi jalan keluar.

"Punya kondom nggak mas...?"
"Wah, nggak ada... aku beli dulu ya..."

Mbak Mar cuma mengangguk sambil kembali mengenakan dasternya, "Aku tunggu lho...," katanya genit sambil melap vaginanya yang basah dengan tisu. Aku segera berpakaian dan melarikan motorku ke apotik terdekat untuk membeli kondom.

Sampai di rumah aku langsung menemui Mbak Mar yang masih duduk di depan TV mengenakan daster. Tapi kulihat celana dalam dan BHnya masih tergeletak di karpet. Kutunjukkan empat kotak kondom yang baru kubeli.

"Ih... banyak amat, emangnya mau berapa kali?" tanya Mbak Mar.
"Ini untuk jatah sampai besok mbak, semuanya 12 kondom....., mbak kuat khan?"

Mbak Mar cuma tertawa kecil.

Tanpa banyak omong aku kembali melepaskan pakaianku. Lalu Mbak Mar kutarik dari sofa dan kurebahkan di karpet. Dasternya kuangkat dan tampak vaginanya yang sudah basah siap menanti penisku. Langsung kutindih Mbak Mar dan penisku kumasukkan ke dalam vaginanya. Mbak Mar cukup kaget dengan serangan kilatku. Ah nikmatnya tubuh montok Mbak Mar...

"Nggak pakai kondomnya mas..?"
"Ntar aja kalau udah mau keluar, sekarang lebih enak gini... memek Mbak Mar lebih terasa mantep"

Aku langsung menyentak-nyentakkan pinggulku sehingga penisku tertancap dalam di vagina Mbak Mar berulang-ulang. Tanganku terus aktif mempermainkan payudaranya yang besar, sambil sesekali menjilati putingnya. Aku sudah tidak sabar ingin menumpahkan spermaku. Setelah beberapa menit penisku keluar-masuk vagina Mbak Mar, aku mulai merasakan tanda-tanda orgasme. Segera kucabut penisku dan kukenakan kondom.

"Duh... aku udah mau keluar mbak..."
"Masukin aja lagi mas... aku juga mau keluar, kita barengan ya..."

Mbak Mar membuka pahanya lebar-lebar dan dia mengangkat kedua pahanya dengan tangannya. Tubuhnya yang agak gemuk membuat perutnya membentuk lipatan-lipatan, tapi itu tidak mengurangi gairahku sama sekali, pandanganku tetap terfokus pada vaginanya. Belahan vaginanya tampak membuka sehingga lubangnya yang berwarna merah dan berkilat karena lendir dengan klitorisnya yang sebesar kacang bogor tampak cukup jelas. Tidak tahan melihat pemandangan itu langsung aku tancapkan penisku ke dalam vaginanya dan aku gerakkan pantatku dengan cepat. Makin lama makin cepat sehingga membuat Mbak Mar menggelinjang hebat dan mendesah-desah tak beraturan. Tidak sampai satu menit aku mulai merasakan sensasi orgasme, aliran darahku serasa mengalir dengan deras.

"Mbak...Doni mau keluar sekarang...aagghh...nggak tahan mbak...aaaggh.."
"Aku juga mas... aaagghhh...aduuuhh... Mas Doniiii....aku keluar lagiii..."

Akhirnya spermaku menyembur keluar dan tertampung seluruhnya di dalam kondom. Aku segera mencabut penisku, kulepaskan kondom yang penuh sperma dan segera kubungkus dengan tisu sebelum kubuang ke tempat sampah. Aku kembali berbaring di sisi Mbak Mar yang masih tergolek lemas. Kubelai rambut Mbak Mar dan kukecup bibirnya dengan lembut.

"Enak mbak...?"
"Enak banget... udah lama mbak nggak ngerasain yang seperti ini..."
"Sejak cerai...?"

Mbak Mar cuma mengangguk, matanya sayu kelelahan.

"Mbak Mar keluarnya cepet juga ya Mbak... wah pasti suami mbak dulu seneng banget ya... tiap malem bisa bikin mbak puas..."
"Ah dulu sih enggak juga mas, kadang-kadang aja mbak keluar, biasanya suamiku duluan yang keluar... terus udah...selesai, padahal aku baru mulai terangsang..."
"Sekarang kok bisa cepet banget, nggak sampe 3 manit udah keluar?"
"Nggak tau kenapa...., mungkin karena sebelumnya nonton film begituan dan karena tadi memek mbak dijilatin mas Doni jadinya mbak udah terangsang banget... jadi bablas deh..pengen terus.. Tapi mungkin juga karena mbak udah puasa lama, bertahun-tahun nggak ngerasain yang begituan, sekarang mumpung ada kesempatan rasanya kepengen banget terus-terusan digituin Mas Doni..." katanya malu-malu sambil mencubit perutku.

"Mbak Mar mulai merasa pengen saya tidurin kapan sih?" tanyaku penasaran.
"Mm... waktu tadi Mas Doni ngajak mbak nonton film, lama-lama mbak terangsang... jadi kepingin digituin juga seperti di film.... hi..hi...mbak ngebayangin gimana rasanya kalau punya Mas Doni masuk ke memek mbak.... ah..udah ah... mau tau aja...mbak jadi malu..."
"Ah aku cuma pengen tau aja mbak, soalnya nggak nyangka mbak yang biasanya sehari-hari kalem kok mainnya lumayan hot... goyangannya muantep banget...jepitannya maut... aku puas banget lho mbak..."

Kubelai rambutnya dan kukecup bibirnya dengan ringan. Mbak Mar cuma tersenyum, matanya kembali terpejam dan wajahnya menampakkan rasa puas sekaligus lelah. Kami berbaring di karpet saling berpelukan melepas lelah selama beberapa menit. Tubuh Mbak Mar yang montok membuatku merasa nyaman saat memeluknya. Kulihat VCD sudah habis, aku tidak memperhatikan sejak kapan selesainya karena aku lebih asyik menikmati yang 'live' bersama Mbak Mar. Setelah merasa cukup fit Mbak Mar bangkit dan mencoba mengambil pakaiannya.

"Mau kemana Mbak...?"
"Mau ke kamar... tidur..."
"Nggak usah pakai bajunya mbak... kita main lagi di kamar... mau?"

Aku lalu bangkit berdiri dan menggandeng tangan Mbak Mar menuju ke kamarnya. Di atas tempat tidurnya kami melanjutkan persetubuhan kami. Mungkin karena belum terbiasa dengan banyak gaya, Mbak Mar umumnya hanya terlentang pasrah menerima tusukan penisku. Meskipun begitu Mbak Mar sama sekali tidak pasif, pantatnya selalu aktif mengikuti gerakanku. Hanya sekali dia bertukar posisi dan berada di atas, itu juga atas permintaanku, tapi tidak sampai bertahan satu menit Mbak Mar langsung kolaps, orgasme di posisi itu. Jadi ronde berikutnya Mbak Mar hanya terlentang saja, katanya supaya tidak terlalu cepat orgasme dan bisa menghemat tenaga.

Malam itu kami lewati dengan desahan dan erangan nikmat serta suara derit ranjang yang bergoyang, tubuh kami berdua basah oleh keringat. Akhirnya aku menghabiskan tiga buah kondom di kamar Mbak Mar. Kalau Mbak Mar sendiri entah berapa kali dia mengalami orgasme. Seperti yang diakuinya sendiri, mungkin karena dia sudah lama tidak ML sekarang vaginanya jadi sangat sensitif dan mudah orgasme. Setelah puas dan lelah aku kembali ke kamarku karena tempat tidur Mbak Mar kecil, hanya cukup untuk 1 orang.Tidak berapa lama kemudian Mbak Mar tergolek tidur pulas di kamarnya dengan mengenakan daster tanpa celana dalam dan BH. Saat itu kulihat jam dinding sudah menunjukkan jam 2 lebih, hampir jam setengah 3 pagi. Tidak terasa hampir 6 jam lamanya kami bergumul malam itu. Aku baru sadar, Mbak Mar ini seperti macan tidur yang sekarang terbangun dan siap menerkam mangsa.

********

Esok paginya aku terbangun sekitar jam 9 pagi. Sebenarnya ada kuliah jam 1 siang, tapi aku merasa malas sekali untuk berangkat ke kampus. Tugas menjaga rumah Tante Nani sekarang menjadi 'prioritas utama' bagiku.

Saat aku keluar kamar kulihat Mbak Mar sedang di dapur menyiapkan sarapan kami berdua, dia masih mengenakan daster yang semalam. Sementara aku hanya mengenakan t-shirt dan celana dalam. Melihat ruang TV masih berantakan aku menduga kalau Mbak Mar juga baru bangun dan belum mandi. Kuhampiri Mbak Mar dan kupeluk tubuhnya dari belakang. Kuciumi lehernya dan kuraba payudaranya yang besar itu. Ternyata dia masih tidak memakai BH, ah nikmatnya meremas-remas payudara Mbak Mar yang kenyal..., kupermainkan puting-putingnya yang besar dan akupun mulai terangsang lagi. Kuraba pantatnya, ternyata dia juga belum memakai celana dalam, langsung kunaikkan dasternya dan kuraba vaginanya. Mbak Mar hanya mendesah-desah perlahan sambil berusaha meraih penisku.

"Wah masih seperti semalem, belum pakai apa-apa ya mbak...?"
"Hi..hi.. mbak sengaja, biar cepet kalau Mas Doni kepengen main lagi..."
"Yang semalem emangnya belum puas mbak...?"
"Ya puas banget, justru itu mbak jadi pengen lagi sekarang.... kalau Mas Doni juga mau...," katanya genit.

Mendengar tantangan halus Mbak Mar penisku yang sudah mulai terangsang langsung membesar dan tegang. Segera kutarik Mbak Mar menuju ke ruang TV dan kubaringkan tubuhnya di karpet. Kuangkat dasternya dan tanpa banyak tanya Mbak Mar langsung membuka kedua pahanya menantangku. Kami lalu bergumul kembali sebelum akhirnya spermaku kembali tumpah di dalam kondom.

Setelah merasa puas, kami mandi berdua. Tapi aku tidak tahan melihat tubuh bugil Mbak Mar yang montok di depan mataku. Aku meminta Mbak Mar untuk membungkuk dan penisku masuk ke dalam vaginanya dari arah belakang. Total pagi itu kami menghabiskan tiga buah kondom sebelum aku merasa benar-benar lelah.

Sehabis makan siang kami merasa fit lagi, dan kamipun ML lagi di atas sofa sambil menonton VCD pornoku. Kami mencoba mengikuti berbagai gaya yang ada di layar TV. Kadang aku duduk di sofa dan Mbak Mar duduk di pangkuanku dengan arah membelakangi aku, kadang kupangku Mbak Mar dalam posisi berhadap-hadapan di atas karpet, kadang kubaringkan Mbak Mar di sofa dan kutusuk vaginanya dengan penisku sambil salah satu kakinya kuangkat ke atas. Sekali waktu kuminta Mbak Mar nungging dan kutusuk lubang vaginanya dari arah belakang. Saat yang lain aku berbaring terlentang di karpet dan Mbak Mar berada diatas seperti sedang menunggang kuda liar. Entah berapa kali kami berdua orgasme siang itu.

Malamnya gairah kami kembali bangkit, kamipun bersetubuh dengan panas dan liar. Kali ini aku mengajak Mbak Mar untuk tidur di kamarku sehingga kami bisa langsung melakukannya lagi saat bangun di pagi hari. Tugas menjaga rumah Tante Nani betul-betul seperti bulan madu yang luar biasa buat kami berdua, nyaris sepanjang hari kami selalu berdua di dalam rumah tanpa selembar pakaianpun. Bahkan saat makanpun kami telanjang bulat. Hanya sekali-kali saja kami keluar rumah naik mobil kijang Tante Nani untuk sekedar refreshing, mencari makanan, atau membeli kondom tambahan! Di luar itu kami menghabiskan waktu dengan ML dan tidur berpelukan seperti sepasang pengantin baru.

Pagi hari saat kami bangun biasanya kami tidak langsung keluar dari kamar, kami saling meraba dan meremas lalu saling jilat sampai kami terangsang hebat. Kemudian berlanjut dengan penisku bersarang di dalam vagina Mbak Mar untuk membuatnya menggelinjang dan merintih keenakan. Selesai kami mengalami beberapa kali orgasme biasanya kami kembali berbaring saling berpelukan sebelum kami mandi berdua.

Mungkin karena sudah kelelahan kadang penisku tidak juga terangsang meski Mbak Mar yang telanjang bulat di depanku terus menggoda dan menantangku untuk ML. Kalau sudah begini Mbak Mar dengan sabar menjilati dan mengocok penisku sampai akhirnya tegang lagi dan kami bergumul lagi sampai puas. Atau Mbak Mar yang sudah 'horny' kadang tidak sabar menunggu penisku tegang, dia duduk di sofa sambil mengangkangkan kedua kakinya lalu menarik kepalaku keselangkangannya. Mbak Mar kemudian memintaku menjilati vagina dan klitorisnya sampai orgasme, beberapa kali.

Kalau Mbak Mar sendiri sepertinya tidak pernah ada kata capai, setiap kali penisku tegang vaginanya selalu siap melumat penisku kapan saja dimana saja. Aku benar-benar kagum dengan stamina dan nafsunya, sama sekali tidak kusangka wanita montok yang sederhana dan polos itu ternyata telah bermetamorsa menjadi wanita haus seks melebihi wanita-wanita lain yang pernah kutiduri.

"Mas Doni, mungkin begini ini ya rasanya kalau orang kaya di kota besar berbulan madu..."
"Iya kali, aku khan juga belum pernah menikah mbak... kalau mbak sendiri dulu bulan madunya gimana?"
"Ya biasa aja, setelah malam pertama ya udah, besok-besoknya kerja normal, cuma waktu kita masih pengantin baru begituannya agak sering, malam waktu mau tidur dan pagi-pagi waktu bangun tidur. Gayanya juga nggak aneh-aneh, suamiku di atas dan mbak di bawah. Tapi kalau yang seperti sekarang ini terus terang mbak belum pernah... baru sekali ini mbak ngerasain. Kita begituan terus seharian, nggak pagi, siang, sore atau malem. Gayanya juga macem-macem, udah kayak di film aja, mainnya di kasur, di karpet, di sofa, di kamar mandi, di dalam mobil, di ruang tamu...iih seru banget... mbak jadi kepengen terus begituan dengan Mas Doni... "

Menjelang kedatangan Tante Nani dan Om Hadi kami segera membereskan rumah dan menghilangkan jejak-jejak apapun yang bisa menimbulkan kecurigaan, terutama sisa-sisa kondom yang kadang tidak sengaja belum dibuang ke tempat sampah. Aku sendiri pulang ke tempat kos sebelum Tante Nani dan Om Hadi kembali untuk mencegah kecurigaan. Aku pulang dalam keadaan betul-betul lelah dan lemas, tapi puas. Sampai di tempat kos sekitar jam 5 sore aku langsung tidur dan baru bangun besoknya jam 9 pagi!

Seingatku mungkin selama empat hari empat malam berbulan madu itu kami sudah menghabiskan sekitar 12 kotak kondom atau 36 buah kondom! Dan kalau sekali aku orgasme Mbak Mar kira-kira dapat 3 - 4 kali orgasme bisa dibayangkan berapa kali Mbak Mar mengalami orgasme dalam 'bulan madu' ini, pastinya lebih dari seratus kali. Tidak heran kalau saat aku pulang Mbak Mar minta kapan-kapan kita 'bulan madu' lagi, katanya aku harus bertanggungjawab karena telah membuatnya kepengen ML terus.

*******

Sejak kejadian 'bulan madu' itu aku mulai sering main ke rumah Tante Nani. Mbak Mar sendiri kelihatannya jadi ketagihan ML denganku. Kalau Om Hadi sekeluarga kebetulan tidak ada di rumah, Mbak Mar langsung menarik tanganku dan kami ML di kamarnya. Biasanya sampai berkali-kali atas permintaan Mbak Mar, dia nggak pernah merasa puas kalau cuma sekali. Mbak Mar baru puas dan mengijinkan aku pulang kalau dia sudah dapat jatah sekurang-kurangnya lima kali orgasme.

Dari Mbak Mar aku baru tahu kalau Om Hadi sekeluarga paling tidak sebulan sekali berlibur ke villa mereka di Ciater. Memang Tante Nani tidak pernah meminta aku menjaga rumahnya saat mereka berlibur, selain karena sudah ada Mbak Mar mungkin dia juga tahu resikonya kalau aku sering-sering berdua dengan Mbak Mar di rumahnya tanpa ada orang lain. Pada saat mereka pergi berlibur seperti itu kami kembali mengulangi 'bulan madu' meski cuma semalam. Rasanya ML dengan wanita matang yang agak gemuk seperti Mbak Mar punya sensasi kenikmatan yang tersendiri, lain dari yang lain, dan aku sangat menikmatinya. Kalau nanti kelak istriku mulai gemuk, aku tidak akan protes atau minta dia melangsingkan dirinya, sebaliknya aku malah akan semakin sering ML dengannya kapanpun ada kesempatan.