Friday, August 29, 2008

Mbak Mar



Kerabatku yang tinggal di Bandung sebenarnya cukup banyak. Salah satunya Tante Nani dan Om Hadi suaminya yang tinggal di daerah Setra Sari. Tante Nani saudara sepupu ibuku. Dulu sewaktu pertama kali mau kuliah ke Bandung orangtuaku meminta aku untuk tinggal di tempat Tante Nani atau saudara yang lain, tapi aku tidak mau karena pasti tidak bebas.

Meskipun begitu aku selalu berusaha menjaga tali persaudaraan, setidaknya tiga bulan sekali aku datang mengunjungi Tante Nani dan Om Hadi, kadang menginap kadang sekedar main saja. Pada suatu hari Tante Nani dan Om Hadi datang ke tempat kosku untuk meminta tolong.

"Doni, kamu bisa jaga rumah tante sampai hari Senin depan? Soalnya ada acara keluarga di Jakarta, Tante Tuti kakaknya Om Hadi mantu. Besok kami sekeluarga ke Jakarta."
"Bisa aja tante, tapi emangnya Mbak Mar nggak ada?"
"Kebetulan Mbak Mar sedang nengok anaknya di Pekalongan sudah lima hari. Janjinya sih balik kemarin tapi sampai hari ini belum ada kabar, jadi tante terpaksa minta tolong kamu. Itu mobil kijang kalau mau dipake jalan-jalan malam mingguan ya pake aja, bensinnya udah diisi penuh. Dan kalau kamu perlu apa-apa, ini ada di amplop. Nanti kalau Mbak Mar sudah datang, kamu boleh pulang."
"Nggak masalah tante, dari rumah tante ke kampus juga nggak jauh kok..." kataku sambil menerima amplop.

******

Hari Kamis sore aku datang ke rumah Tante Nani. Mereka sekeluarga, Om Hadi, Tante Nani, dan Yudi anak mereka yang masih kecil tampak sudah siap berangkat dengan mobil BMW hitam kesayangan Om Hadi. Setelah berbasa-basi sebentar dan meyakinkan segalanya siap serta tidak ada yang ketinggalan merekapun berangkat sekitar jam setengah enam.

Kupandangi rumah mewah mereka, semuanya tersedia: alat hiburan, mobil, makanan dan minuman lengkap di dalam kulkas dan freezer. Wah nikmat juga, seperti berlibur di villa. Tapi aku juga terbayang kesepian yang harus kulewati di rumah ini. Ah nggak apa-apalah, apalagi ketika aku membuka amplop ternyata Tante Nani memberiku uang 500 ribu. Untuk ukuran waktu itu (tahun 1994) jumlah itu lebih besar sedikit dari jatah kiriman 1 bulan! Lumayan....

Aku sendiri sudah menyiapkan perangkat 'hiburan' pengusir sepi berupa beberapa keping VCD porno yang sengaja kusewa. Tapi baru setengah jam aku menikmati VCD porno tiba-tiba kudengar bel berbunyi. Aku segera keluar dan kulihat ternyata Mbak Mar datang menenteng beberapa tas.

"Eh... Mas Doni, Bu Nani sama Pak Hadi mana? Kok sepi...?"
"Mbak...dari kemarin ditungguin kok nggak dateng-dateng... Tante sama Om ke Jakarta sampai hari Senin, kakaknya Om Hadi mantu...Mbak kemana aja..."
"Iya Mas... anak-anak di rumah nggak mau ditinggal cepet-cepet... jadi mundur dua hari."
"Ya udah, masuk aja mbak, istirahat dulu..."

Mbak Mar ini bukan pembantu, sebenarnya masih ada hubungan saudara jauh dengan Om Hadi. Dia kerja di rumah ini dengan imbalan Om Hadi akan menyekolahkan ke 2 anaknya sampai tamat perguruan tinggi. Anaknya yang tertua masih SMP dan yang kecil SD kelas 4, keduanya tinggal sama neneknya. Mbak Mar sendiri sudah 5 tahun cerai, umurnya sekarang mungkin sekitar 35 tahun, dia ditinggal suaminya yang kawin lagi dengan perempuan lain.

Dengan santai aku menutup pagar sementara Mbak Mar masuk ke rumah untuk membereskan barang-barang bawaannya. Tiba-tiba aku tersadar kalau VCD belum kumatikan. Wah...celaka, ketahuanlah kelakuan minusku! Segera aku bergegas masuk ke dalam. Dan benar saja, VCD memang masih menyala, lengkap dengan suara-suara desahan erotis yang terlanjur kusetel cukup keras. Kulihat Mbak Mar tidak ada di dalam, mungkin dia langsung pergi ke kamar. Aku yakin Mbak Mar tahu apa yang aku lakukan, setidaknya dia pasti mendengar suara dari VCD porno yang sedang kuputar. Dengan perasaan malu, segera aku mematikan VCD dan kuganti dengan saluran TV swasta.

Setelah selesai mandi Mbak Mar masuk ke dalam ruang tengah tempatku menonton TV untuk membereskan ruangan. Tidak seperti biasanya, Mbak Mar kelihatan agak kikuk dan salah tingkah. Akupun demikian, tapi aku berusaha untuk pura-pura tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tapi kekikukan itu tidak berlangsung lama, Mbak Mar segera menyiapkan makanan dan kemudian mengajakku makan di meja. Karena Mbak Mar memang bukan pembantu, dia biasa makan di meja bersama-sama dengan Tante Nina dan Om Hadi. Kamipun mulai ngobrol biasa seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul akhirnya aku memberanikan diri bertanya mengenai VCD porno yang kuputar.

"Maaf Mbak Mar, tadi waktu masuk rumah lihat film yang saya putar"
"Ih Mas Doni ini... diam-diam ternyata nakal juga... sukanya liat yang gituan... ya iya dong pasti keliatan" katanya malu-malu.
"Oh... jadi Mbak Mar liat ya... duh aku jadi malu....jangan bilang-bilang Tante Nani atau Om Hadi ya...?"
"Ya enggaklah mas... lagian Mas Doni khan udah dewasa jadi kalau ngeliat yang begituan khan juga nggak apa-apa sebenernya..."
"Ya bagus... kita kompak ya mbak..."

******

Suasana rumah yang sepi ditambah udara Bandung Utara yang dingin membuat aku tidak bisa konsentrasi menikmati acara-acara TV yang terasa membosankan. Aku seorang mahasiswa yang sudah sering merasakan nikmatnya tubuh wanita, sekarang tinggal berdua dalam sebuah rumah bersama dengan seorang janda yang mungkin juga sudah lama merindukan sentuhan laki-laki. Apapun bisa terjadi dalam keadaan seperti itu.

Sebelumnya aku tidak pernah tertarik sedikitpun dengan Mbak Mar, wajahnya biasa, 'not my type'-lah, dan tubuhnya juga agak gemuk seperti wanita-wanita yang sudah punya anak dan hanya bekerja di rumah pada umumnya. Sisi fisik yang menarik dari Mbak Mar mungkin kulitnya yang putih dan bersih serta payudaranya yang lumayan besar. Tapi alasan utamaku tidak pernah mengganggunya selama ini adalah karena dia masih saudara dengan Om Hadi. Aku tidak mau sampai merusak hubungan baikku dengan Om Hadi gara-gara masalah itu.

Keadaan menentukan lain, hari ini semuanya berubah. Suasana rumah yang sepi serta bayangan adegan-adegan hot yang tadi kutonton terus memojokkanku dan semakin memperlemah akal-sehatku. Pikiran-pikiran nakal dan mesum kini mulai menggodaku, semakin lama semakin hebat hingga akhirnya membuatku tidak tahan lagi ingin segera menikmati tubuh Mbak Mar. Aku segera bergegas ke kamar Mbak Mar dan mengetuk pintunya.

Mbak Mar membuka pintu, "Ada apa Mas Doni..."

"Mbak lagi ngapain...?"
"Nggak ngapa-ngapain, cuma istirahat... mau tidur, besok khan mesti beres-beres rumah."
"Temenin aku dong... nonton TV, besok nggak usah bangun pagi-pagilah, khan nggak ada siapa-siapa... santai aja mbak, yang penting nanti rumah beres sewaktu om dan tante pulang..."
"Iya deh, tapi sebentar... mbak mau ganti baju dulu..."
"Aaah, nggak usah mbak, khan nggak ada siapa-siapa... gitu ajalah, cuma di dalam rumah aja kok."

Mbak Mar cuma tersenyum, dia membetulkan dasternya dan kemudian berjalan mengikuti aku ke ruang tengah. Kami menonton TV swasta yang acaranya buatku masih membosankan. Sengaja aku mengajak Mbak Mar untuk duduk di sofa panjang bersama denganku. Aku sedang mencari momen yang tepat untuk mengganti acara TV dengan VCD pornoku.

"Mbak Mar, kalau nonton yang seperti tadi itu pernah?"
"Ah... Mas Doni, mbak mana pernah nonton gituan, di daerah mbak nggak ada. Maklum bukan kota besar," katanya tersipu malu.
"Nggak pernah nonton tapi begituan sering khan...?" tanyaku mencoba memancing-mancing.
"Kalau begituan ya dulu jelas pernah dong dengan suami... khan anaknya udah dua... tapi nggak persis seperti yang tadi, ceweknya berdua yang cowok sendiri... yang aneh-aneh begitu mbak sih belum pernah," katanya menjelaskan, aku cuma tertawa kecil.
"Tapi kalau sedang begituan Mbak Mar bersuara kayak cewek yang tadi nggak?"
"Mas Doni ini tanya yang enggak-enggak aja. Jelas nggak kayak gitu dong, nanti kedengaran tetangga gimana...?"

Aku masih mencari momen yang pas, ketika kurasa momennya sudah tepat aku mulai menawarkan untuk mengganti TV dengan VCD porno.

"Mbak, TVnya aku ganti dengan film yang tadi boleh...?"
"Ih mas Doni ini... ntar pusing sendiri lho..."
"Nggak apa-apa ya mbak, aku lagi pengen nonton yang begituan... lagian nanggung yang tadi belum selesai, mbak temenin aku nonton ya.. nggak seru nonton sendiri...," kataku dengan nada memohon.
"Terserah Mas Doni lah..."

Mendapat lampu hijau aku langsung mengganti acara TV dengan VCD porno. Kami duduk bersebelahan menikmati tayangan adegan-adegan panas di layar kaca. Setengah jam sudah berlalu, kami tidak banyak bicara dan menikmati setiap adegan persetubuhan yang merangsang birahi. Penisku sendiri sejak awal sudah tegang, sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera mengeluarkan spermaku yang siap meledak. Kulihat Mbak Mar juga mulai tidak tenang, sebentar-sebentar dia berganti posisi.

"Mbak, terangsang nggak liat film seperti ini...?"
"Lha iya dong... memangnya Mas Doni enggak?"
"Kalau cowok sih udah pasti terangsang mbak..."

Kupegang tangan Mbak Mar dan pelan-pelan kutarik ke arah selangkanganku, "Coba pegang punyaku ini mbak... udah keras... tandanya aku udah terangsang mbak..." Mbak Mar sempat kaget juga, tapi dia tidak menolak. Dengan pasrah dibiarkannya tangannya kubimbing ke selangkanganku, kemudian pelan-pelan dirabanya penisku.

"Masukin aja tangannya mbak.... pegangin punyaku"

Mbak Mar menuruti permintaanku, dia membuka resleting celanaku lalu diselipkannya tangannya ke dalam celana dalamku. Kelihatannya Mbak Mar juga mulai menikmati, dia meremas-remas penisku dengan lembut sambil terus matanya menatap adegan demi adegan di layar TV.

"Mbak mau isep punyaku?"

Tanpa banyak protes Mbak Mar memelorotkan celana jeans dan celana dalamku. Dia berjongkok di depanku dan kemudian penisku langsung dimasukkan ke dalam mulutnya. Aku merasakan sensasi yang luar biasa setiap kali lidahnya mengulum penisku. Rasanya penisku siap meledak di dalam mulut Mbak Mar. Tapi aku mencoba menahan diri, aku ingin merasakan vagina Mbak Mar dan mengeluarkan spermaku di dalamnya.

Kulepaskan penisku dari mulut Mbak Mar, lalu tubuhnya kurebahkan di atas karpet. Adegan-adegan panas VCD porno sudah tidak lagi menarik perhatianku, tubuh seorang janda yang terbalut daster tipis dan dengan pasrah terlentang menanti sentuhan laki-laki jauh lebih menggairahkan bagiku.

"Gantian sekarang aku yang jilatin memek mbak ya...?"
"Jangan mas... mbak malu, nanti dilihat orang..." katanya lirih.
"Tenang aja mbak, pintu pagar dan pintu depan sudah aku kunci kok..  nggak bakal ada orang masuk mbak...."

Kusibakkan daster Mbak Mar ke atas, terlihat celana dalam warna krem sedikit basah, mungkin terkena cairan vagina Mbak Mar. Pelan-pelan kubuka celana dalam Mbak Mar, dia terdiam pasrah. Bulu vagina Mbak Mar cukup lebat dan tampak lumayan basah oleh cairan vagina, sementara itu belahan vaginanya terlihat agak samar. Perlahan-lahan kubuka paha Mbak Mar sehingga belahan vaginanya mulai melebar. Dengan hati berdebar segera kubenamkan kepalaku di antara kedua paha Mbak Mar. Aku mulai menjilati bibir vagina Mbak Mar dan mempermainkan klitorisnya. Mungkin karena tubuh Mbak Mar agak gemuk, gundukan vaginanya yang besar terasa empuk sekali dan klitorisnya juga lebih besar dari wanita-wanita lain yang pernah kunikmati. Tubuh Mbak Mar langsung bergetar hebat saat lidahku menjilati klitoris dan bibir vaginanya dengan penuh nafsu, nafasnya seperti habis maraton, pinggulnya bergerak-gerak menahan rasa nikmat yang sudah lama dirindukannya.

"Aduh... Mas Doni...adduuh...aggh... geli sekali mas... rasanya pengen pipis," katanya setengah berbisik.

Mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak mendapat sentuhan laki-laki, Mbak Mar jadi sangat sensitif. Hanya butuh waktu kurang dari lima menit sebelum Mbak Mar mengalami orgasmenya yang pertama.

"Mas Doni... adduuuh... aku keluaarrr masss... aduuhh... aagghhh"

Setelah menggelinjang dan bergetar hebat selama beberapa saat akhirnya tubuh Mbak Mar tergolek lemas di atas karpet. Perlahan-lahan kuangkat dan kulepaskan dasternya, lalu kucopot BHnya sehingga Mbak Mar sekarang tergolek polos tanpa busana di hadapanku. Akupun melepaskan seluruh pakaianku sehingga kami berdua benar-benar polos tanpa busana, persis seperti para pemain film VCD porno yang sedang kami putar.

Mata Mbak Mar masih terpejam, mungkin dia masih meresapi kenikmatan yang baru terjadi. Payudara Mbak Mar memang cukup besar, demikian juga pentilnya yang bulat mirip seperti onde-onde mini. Tidak tahan melihat pemandangan menggairahkan itu aku langsung meremas-remas dan menjilati kedua payudaranya. Sementara itu tanganku yang satunya lagi menggerayangi vaginanya. Jari-jariku mulai masuk ke lubang vagina dan mempermainkan klitorisnya lagi. Mbak Mar cuma bisa mendesah-desah lirih menahan nikmat. Akupun sudah mulai tidak tahan ingin segera memasukkan penisku.

"Mbak... boleh aku masukin punyaku ke memek Mbak Mar? Aku udah nggak tahan..."

Mbak Mar menjawab dengan mengangguk. Langsung kutindih tubuh Mbak Mar yang montok dan penisku ku arahkan ke lubang vaginanya yang sudah siap sejak tadi. Hanya dengan sekali sentak masuklah penisku dengan sempurna ke dalam vagina Mbak Mar yang sudah licin, "Bless..." Mbak Mar menjerit tertahan dan matanya terbelalak saat penisku meluncur masuk ke dalam vaginanya,

"Aaahhh..."
"Sakit mbak...?"
"Enggak... enak kok....terusin aja..."

Vagina Mbak Mar masih cukup sempit, mungkin karena sudah lama tidak tersentuh pria. Tapi cairan yang keluar membasahi vaginanya membuat penisku dengan mudah meluncur keluar-masuk. Mbak Mar juga pintar memainkan otot vaginanya sehingga penisku serasa diremas-remas oleh dinding-dinding vaginanya. Tubuh gemuk Mbak Mar membuatku merasa nyaman saat menindih dan memeluknya, empuk dan hangat. Sensasinya benar-benar berbeda dengan wanita-wanita yang pernah aku tiduri selama ini.

Mungkin karena sudah sangat sensitif, kali ini tidak sampai 3 menit Mbak Mar sudah menunjukkan tanda-tanda menuju orgasmenya lagi. Gerakannya pinggulnya yang lebar mulai liar, payudaranya yang seperti balon berisi air itu berguncang-guncang, nafasnya kembali ngos-ngosan dan dipeluknya tubuhku erat-erat. Segera kupercepat gerakanku dan kutusukkan penisku dalam-dalam. Betul saja... Mbak Mar kembali mengalami orgasme...

"Mas Doni.. adduuuh... aku keluar lagii... aaagh... aagghh....," tubuh Mbak Mar menegang dan kedua tangannya memeluk erat-erat badanku.

Tak lama kemudian tubuh Mbak Mar kembali terkulai lemas. Sementara itu penisku masih tertancap tegang di dalam vaginanya, dan aku merasa sangat tanggung. Mbak Mar hanya kuberi kesempatan istirahat sebentar lalu aku kembali menggerak-gerakkan pantatku. Hanya selang beberapa detik saja Mbak Mar kembali bergairah, pinggulnya ikut bergerak naik-turun dan berputar-putar mengimbangi tusukan-tusukan penisku. Otot-otot vagina Mbak Mar kembali terasa mencengkeram penisku. Sementara itu aku mulai merasakan getaran-getaran nikmat di seluruh tubuhku, rasanya tidak lama lagi aku akan orgasme.

"Mbak...Doni udah mau keluar...?"

Tiba-tiba Mbak Mar tersadar akan resiko yang mungkin akan dihadapi. Setengah panik dia segera berusaha mendorongku sehingga penisku terlepas dari vaginanya.

"Aduh... jangan dikeluarin di dalam mas... aku takut hamil..."

Ah, sialan. Hanya tinggal beberapa tusukan saja. Mbak Mar tahu aku sangat kecewa, dia berusaha memberi jalan keluar.

"Punya kondom nggak mas...?"
"Wah, nggak ada... aku beli dulu ya..."

Mbak Mar cuma mengangguk sambil kembali mengenakan dasternya, "Aku tunggu lho...," katanya genit sambil melap vaginanya yang basah dengan tisu. Aku segera berpakaian dan melarikan motorku ke apotik terdekat untuk membeli kondom.

Sampai di rumah aku langsung menemui Mbak Mar yang masih duduk di depan TV mengenakan daster. Tapi kulihat celana dalam dan BHnya masih tergeletak di karpet. Kutunjukkan empat kotak kondom yang baru kubeli.

"Ih... banyak amat, emangnya mau berapa kali?" tanya Mbak Mar.
"Ini untuk jatah sampai besok mbak, semuanya 12 kondom....., mbak kuat khan?"

Mbak Mar cuma tertawa kecil.

Tanpa banyak omong aku kembali melepaskan pakaianku. Lalu Mbak Mar kutarik dari sofa dan kurebahkan di karpet. Dasternya kuangkat dan tampak vaginanya yang sudah basah siap menanti penisku. Langsung kutindih Mbak Mar dan penisku kumasukkan ke dalam vaginanya. Mbak Mar cukup kaget dengan serangan kilatku. Ah nikmatnya tubuh montok Mbak Mar...

"Nggak pakai kondomnya mas..?"
"Ntar aja kalau udah mau keluar, sekarang lebih enak gini... memek Mbak Mar lebih terasa mantep"

Aku langsung menyentak-nyentakkan pinggulku sehingga penisku tertancap dalam di vagina Mbak Mar berulang-ulang. Tanganku terus aktif mempermainkan payudaranya yang besar, sambil sesekali menjilati putingnya. Aku sudah tidak sabar ingin menumpahkan spermaku. Setelah beberapa menit penisku keluar-masuk vagina Mbak Mar, aku mulai merasakan tanda-tanda orgasme. Segera kucabut penisku dan kukenakan kondom.

"Duh... aku udah mau keluar mbak..."
"Masukin aja lagi mas... aku juga mau keluar, kita barengan ya..."

Mbak Mar membuka pahanya lebar-lebar dan dia mengangkat kedua pahanya dengan tangannya. Tubuhnya yang agak gemuk membuat perutnya membentuk lipatan-lipatan, tapi itu tidak mengurangi gairahku sama sekali, pandanganku tetap terfokus pada vaginanya. Belahan vaginanya tampak membuka sehingga lubangnya yang berwarna merah dan berkilat karena lendir dengan klitorisnya yang sebesar kacang bogor tampak cukup jelas. Tidak tahan melihat pemandangan itu langsung aku tancapkan penisku ke dalam vaginanya dan aku gerakkan pantatku dengan cepat. Makin lama makin cepat sehingga membuat Mbak Mar menggelinjang hebat dan mendesah-desah tak beraturan. Tidak sampai satu menit aku mulai merasakan sensasi orgasme, aliran darahku serasa mengalir dengan deras.

"Mbak...Doni mau keluar sekarang...aagghh...nggak tahan mbak...aaaggh.."
"Aku juga mas... aaagghhh...aduuuhh... Mas Doniiii....aku keluar lagiii..."

Akhirnya spermaku menyembur keluar dan tertampung seluruhnya di dalam kondom. Aku segera mencabut penisku, kulepaskan kondom yang penuh sperma dan segera kubungkus dengan tisu sebelum kubuang ke tempat sampah. Aku kembali berbaring di sisi Mbak Mar yang masih tergolek lemas. Kubelai rambut Mbak Mar dan kukecup bibirnya dengan lembut.

"Enak mbak...?"
"Enak banget... udah lama mbak nggak ngerasain yang seperti ini..."
"Sejak cerai...?"

Mbak Mar cuma mengangguk, matanya sayu kelelahan.

"Mbak Mar keluarnya cepet juga ya Mbak... wah pasti suami mbak dulu seneng banget ya... tiap malem bisa bikin mbak puas..."
"Ah dulu sih enggak juga mas, kadang-kadang aja mbak keluar, biasanya suamiku duluan yang keluar... terus udah...selesai, padahal aku baru mulai terangsang..."
"Sekarang kok bisa cepet banget, nggak sampe 3 manit udah keluar?"
"Nggak tau kenapa...., mungkin karena sebelumnya nonton film begituan dan karena tadi memek mbak dijilatin mas Doni jadinya mbak udah terangsang banget... jadi bablas deh..pengen terus.. Tapi mungkin juga karena mbak udah puasa lama, bertahun-tahun nggak ngerasain yang begituan, sekarang mumpung ada kesempatan rasanya kepengen banget terus-terusan digituin Mas Doni..." katanya malu-malu sambil mencubit perutku.

"Mbak Mar mulai merasa pengen saya tidurin kapan sih?" tanyaku penasaran.
"Mm... waktu tadi Mas Doni ngajak mbak nonton film, lama-lama mbak terangsang... jadi kepingin digituin juga seperti di film.... hi..hi...mbak ngebayangin gimana rasanya kalau punya Mas Doni masuk ke memek mbak.... ah..udah ah... mau tau aja...mbak jadi malu..."
"Ah aku cuma pengen tau aja mbak, soalnya nggak nyangka mbak yang biasanya sehari-hari kalem kok mainnya lumayan hot... goyangannya muantep banget...jepitannya maut... aku puas banget lho mbak..."

Kubelai rambutnya dan kukecup bibirnya dengan ringan. Mbak Mar cuma tersenyum, matanya kembali terpejam dan wajahnya menampakkan rasa puas sekaligus lelah. Kami berbaring di karpet saling berpelukan melepas lelah selama beberapa menit. Tubuh Mbak Mar yang montok membuatku merasa nyaman saat memeluknya. Kulihat VCD sudah habis, aku tidak memperhatikan sejak kapan selesainya karena aku lebih asyik menikmati yang 'live' bersama Mbak Mar. Setelah merasa cukup fit Mbak Mar bangkit dan mencoba mengambil pakaiannya.

"Mau kemana Mbak...?"
"Mau ke kamar... tidur..."
"Nggak usah pakai bajunya mbak... kita main lagi di kamar... mau?"

Aku lalu bangkit berdiri dan menggandeng tangan Mbak Mar menuju ke kamarnya. Di atas tempat tidurnya kami melanjutkan persetubuhan kami. Mungkin karena belum terbiasa dengan banyak gaya, Mbak Mar umumnya hanya terlentang pasrah menerima tusukan penisku. Meskipun begitu Mbak Mar sama sekali tidak pasif, pantatnya selalu aktif mengikuti gerakanku. Hanya sekali dia bertukar posisi dan berada di atas, itu juga atas permintaanku, tapi tidak sampai bertahan satu menit Mbak Mar langsung kolaps, orgasme di posisi itu. Jadi ronde berikutnya Mbak Mar hanya terlentang saja, katanya supaya tidak terlalu cepat orgasme dan bisa menghemat tenaga.

Malam itu kami lewati dengan desahan dan erangan nikmat serta suara derit ranjang yang bergoyang, tubuh kami berdua basah oleh keringat. Akhirnya aku menghabiskan tiga buah kondom di kamar Mbak Mar. Kalau Mbak Mar sendiri entah berapa kali dia mengalami orgasme. Seperti yang diakuinya sendiri, mungkin karena dia sudah lama tidak ML sekarang vaginanya jadi sangat sensitif dan mudah orgasme. Setelah puas dan lelah aku kembali ke kamarku karena tempat tidur Mbak Mar kecil, hanya cukup untuk 1 orang.Tidak berapa lama kemudian Mbak Mar tergolek tidur pulas di kamarnya dengan mengenakan daster tanpa celana dalam dan BH. Saat itu kulihat jam dinding sudah menunjukkan jam 2 lebih, hampir jam setengah 3 pagi. Tidak terasa hampir 6 jam lamanya kami bergumul malam itu. Aku baru sadar, Mbak Mar ini seperti macan tidur yang sekarang terbangun dan siap menerkam mangsa.

********

Esok paginya aku terbangun sekitar jam 9 pagi. Sebenarnya ada kuliah jam 1 siang, tapi aku merasa malas sekali untuk berangkat ke kampus. Tugas menjaga rumah Tante Nani sekarang menjadi 'prioritas utama' bagiku.

Saat aku keluar kamar kulihat Mbak Mar sedang di dapur menyiapkan sarapan kami berdua, dia masih mengenakan daster yang semalam. Sementara aku hanya mengenakan t-shirt dan celana dalam. Melihat ruang TV masih berantakan aku menduga kalau Mbak Mar juga baru bangun dan belum mandi. Kuhampiri Mbak Mar dan kupeluk tubuhnya dari belakang. Kuciumi lehernya dan kuraba payudaranya yang besar itu. Ternyata dia masih tidak memakai BH, ah nikmatnya meremas-remas payudara Mbak Mar yang kenyal..., kupermainkan puting-putingnya yang besar dan akupun mulai terangsang lagi. Kuraba pantatnya, ternyata dia juga belum memakai celana dalam, langsung kunaikkan dasternya dan kuraba vaginanya. Mbak Mar hanya mendesah-desah perlahan sambil berusaha meraih penisku.

"Wah masih seperti semalem, belum pakai apa-apa ya mbak...?"
"Hi..hi.. mbak sengaja, biar cepet kalau Mas Doni kepengen main lagi..."
"Yang semalem emangnya belum puas mbak...?"
"Ya puas banget, justru itu mbak jadi pengen lagi sekarang.... kalau Mas Doni juga mau...," katanya genit.

Mendengar tantangan halus Mbak Mar penisku yang sudah mulai terangsang langsung membesar dan tegang. Segera kutarik Mbak Mar menuju ke ruang TV dan kubaringkan tubuhnya di karpet. Kuangkat dasternya dan tanpa banyak tanya Mbak Mar langsung membuka kedua pahanya menantangku. Kami lalu bergumul kembali sebelum akhirnya spermaku kembali tumpah di dalam kondom.

Setelah merasa puas, kami mandi berdua. Tapi aku tidak tahan melihat tubuh bugil Mbak Mar yang montok di depan mataku. Aku meminta Mbak Mar untuk membungkuk dan penisku masuk ke dalam vaginanya dari arah belakang. Total pagi itu kami menghabiskan tiga buah kondom sebelum aku merasa benar-benar lelah.

Sehabis makan siang kami merasa fit lagi, dan kamipun ML lagi di atas sofa sambil menonton VCD pornoku. Kami mencoba mengikuti berbagai gaya yang ada di layar TV. Kadang aku duduk di sofa dan Mbak Mar duduk di pangkuanku dengan arah membelakangi aku, kadang kupangku Mbak Mar dalam posisi berhadap-hadapan di atas karpet, kadang kubaringkan Mbak Mar di sofa dan kutusuk vaginanya dengan penisku sambil salah satu kakinya kuangkat ke atas. Sekali waktu kuminta Mbak Mar nungging dan kutusuk lubang vaginanya dari arah belakang. Saat yang lain aku berbaring terlentang di karpet dan Mbak Mar berada diatas seperti sedang menunggang kuda liar. Entah berapa kali kami berdua orgasme siang itu.

Malamnya gairah kami kembali bangkit, kamipun bersetubuh dengan panas dan liar. Kali ini aku mengajak Mbak Mar untuk tidur di kamarku sehingga kami bisa langsung melakukannya lagi saat bangun di pagi hari. Tugas menjaga rumah Tante Nani betul-betul seperti bulan madu yang luar biasa buat kami berdua, nyaris sepanjang hari kami selalu berdua di dalam rumah tanpa selembar pakaianpun. Bahkan saat makanpun kami telanjang bulat. Hanya sekali-kali saja kami keluar rumah naik mobil kijang Tante Nani untuk sekedar refreshing, mencari makanan, atau membeli kondom tambahan! Di luar itu kami menghabiskan waktu dengan ML dan tidur berpelukan seperti sepasang pengantin baru.

Pagi hari saat kami bangun biasanya kami tidak langsung keluar dari kamar, kami saling meraba dan meremas lalu saling jilat sampai kami terangsang hebat. Kemudian berlanjut dengan penisku bersarang di dalam vagina Mbak Mar untuk membuatnya menggelinjang dan merintih keenakan. Selesai kami mengalami beberapa kali orgasme biasanya kami kembali berbaring saling berpelukan sebelum kami mandi berdua.

Mungkin karena sudah kelelahan kadang penisku tidak juga terangsang meski Mbak Mar yang telanjang bulat di depanku terus menggoda dan menantangku untuk ML. Kalau sudah begini Mbak Mar dengan sabar menjilati dan mengocok penisku sampai akhirnya tegang lagi dan kami bergumul lagi sampai puas. Atau Mbak Mar yang sudah 'horny' kadang tidak sabar menunggu penisku tegang, dia duduk di sofa sambil mengangkangkan kedua kakinya lalu menarik kepalaku keselangkangannya. Mbak Mar kemudian memintaku menjilati vagina dan klitorisnya sampai orgasme, beberapa kali.

Kalau Mbak Mar sendiri sepertinya tidak pernah ada kata capai, setiap kali penisku tegang vaginanya selalu siap melumat penisku kapan saja dimana saja. Aku benar-benar kagum dengan stamina dan nafsunya, sama sekali tidak kusangka wanita montok yang sederhana dan polos itu ternyata telah bermetamorsa menjadi wanita haus seks melebihi wanita-wanita lain yang pernah kutiduri.

"Mas Doni, mungkin begini ini ya rasanya kalau orang kaya di kota besar berbulan madu..."
"Iya kali, aku khan juga belum pernah menikah mbak... kalau mbak sendiri dulu bulan madunya gimana?"
"Ya biasa aja, setelah malam pertama ya udah, besok-besoknya kerja normal, cuma waktu kita masih pengantin baru begituannya agak sering, malam waktu mau tidur dan pagi-pagi waktu bangun tidur. Gayanya juga nggak aneh-aneh, suamiku di atas dan mbak di bawah. Tapi kalau yang seperti sekarang ini terus terang mbak belum pernah... baru sekali ini mbak ngerasain. Kita begituan terus seharian, nggak pagi, siang, sore atau malem. Gayanya juga macem-macem, udah kayak di film aja, mainnya di kasur, di karpet, di sofa, di kamar mandi, di dalam mobil, di ruang tamu...iih seru banget... mbak jadi kepengen terus begituan dengan Mas Doni... "

Menjelang kedatangan Tante Nani dan Om Hadi kami segera membereskan rumah dan menghilangkan jejak-jejak apapun yang bisa menimbulkan kecurigaan, terutama sisa-sisa kondom yang kadang tidak sengaja belum dibuang ke tempat sampah. Aku sendiri pulang ke tempat kos sebelum Tante Nani dan Om Hadi kembali untuk mencegah kecurigaan. Aku pulang dalam keadaan betul-betul lelah dan lemas, tapi puas. Sampai di tempat kos sekitar jam 5 sore aku langsung tidur dan baru bangun besoknya jam 9 pagi!

Seingatku mungkin selama empat hari empat malam berbulan madu itu kami sudah menghabiskan sekitar 12 kotak kondom atau 36 buah kondom! Dan kalau sekali aku orgasme Mbak Mar kira-kira dapat 3 - 4 kali orgasme bisa dibayangkan berapa kali Mbak Mar mengalami orgasme dalam 'bulan madu' ini, pastinya lebih dari seratus kali. Tidak heran kalau saat aku pulang Mbak Mar minta kapan-kapan kita 'bulan madu' lagi, katanya aku harus bertanggungjawab karena telah membuatnya kepengen ML terus.

*******

Sejak kejadian 'bulan madu' itu aku mulai sering main ke rumah Tante Nani. Mbak Mar sendiri kelihatannya jadi ketagihan ML denganku. Kalau Om Hadi sekeluarga kebetulan tidak ada di rumah, Mbak Mar langsung menarik tanganku dan kami ML di kamarnya. Biasanya sampai berkali-kali atas permintaan Mbak Mar, dia nggak pernah merasa puas kalau cuma sekali. Mbak Mar baru puas dan mengijinkan aku pulang kalau dia sudah dapat jatah sekurang-kurangnya lima kali orgasme.

Dari Mbak Mar aku baru tahu kalau Om Hadi sekeluarga paling tidak sebulan sekali berlibur ke villa mereka di Ciater. Memang Tante Nani tidak pernah meminta aku menjaga rumahnya saat mereka berlibur, selain karena sudah ada Mbak Mar mungkin dia juga tahu resikonya kalau aku sering-sering berdua dengan Mbak Mar di rumahnya tanpa ada orang lain. Pada saat mereka pergi berlibur seperti itu kami kembali mengulangi 'bulan madu' meski cuma semalam. Rasanya ML dengan wanita matang yang agak gemuk seperti Mbak Mar punya sensasi kenikmatan yang tersendiri, lain dari yang lain, dan aku sangat menikmatinya. Kalau nanti kelak istriku mulai gemuk, aku tidak akan protes atau minta dia melangsingkan dirinya, sebaliknya aku malah akan semakin sering ML dengannya kapanpun ada kesempatan.

Wednesday, August 27, 2008

Tante Rina, Teman Seperjalanan



Suatu ketika salah seorang kerabat dekatku di Sidoarjo menikah dan aku harus datang sebagai wakil keluarga. Hubungan kami cukup dekat, aku bermaksud datang beberapa hari sebelum hari-H. Akupun berangkat naik kereta api dari Bandung ke Surabaya untuk kemudian nanti disambung naik kendaraan umum lain menuju Sidoarjo. Karena dikirimi uang yang cukup oleh orang tuaku, aku membeli tiket untuk kelas bisnis yang ber-AC.

Tadinya aku mengira perjalanan ini akan melelahkan dan membosankan. Tapi ternyata keadaannya berbeda. Di kereta api aku mendapat tempat duduk di sisi kiri. Duduk di sebelahku di dekat jendela adalah seorang wanita yang dari pakaian dan dandanannya aku rasa berasal dari kalangan menengah-atas. Tidak muda lagi memang, umurnya mungkin sekitar 45 tahun, tapi masih cukup menarik dan tampak jelas bahwa dia lumayan cantik sewaktu muda. Kulitnya agak kuning, bersih dan terawat, wangi lagi.

"Mau kemana tante?" tanyaku berusaha bersikap ramah.
"Mau ke Surabaya.., adik mau ke mana?"
"Sama tante...mau ke Surabaya juga..."

Kamipun berkenalan, namanya Marina, aku memanggilnya Tante Rina. Dia ke Surabaya untuk menyusul suaminya yang sedang mengikuti rapat kerja para pejabat sebuah departemen. Tante Rina cukup ramah dan pandai mencari topik-topik pembicaraan yang menarik sehingga perjalanan kereta yang harusnya membosankan jadi lumayan menyenangkan. Tidak itu saja, Tante Rina juga mentraktirku makan malam di gerbong restorasi sehingga kami menjadi semakin akrab.

Tanpa sadar aku mulai menanyakan hal-hal yang mungkin agak pribadi. Untungnya Tante Rina tidak tersinggung.

"Tante kok pakai repot-repot ke Surabaya? Anak-anak yang di rumah sama siapa?"
"Ah anak-anak sudah mulai gede-gede dan bisa ditinggal, ada yang jaga kok, masalahnya suami jaman sekarang ini repot dik kalau dibiarkan pergi ke luar kota berhari-hari... suka lupa istri..."
"Oo..." aku cuma tersenyum.

Lalu Tante Rina mulai bercerita panjang lebar tentang isu-isu perselingkuhan dan petualangan suaminya dengan banyak wanita. Aku hanya berusaha menjadi pendengar yang baik, maklum itu persoalan rumah tangga yang seharusnya aku tidak perlu tahu dan tidak boleh ikut campur, apalagi aku baru beberapa jam saja mengenalnya. Tapi rupanya semakin larut malam Tante Rina malah semakin banyak mencurahkan seluruh keluh-kesah persoalan rumahtangganya padaku. Seolah-olah Tante Rina mendapat kesempatan untuk mengumbar semua perasaan tertekan yang selama ini harus dipendamnya.

"Aduh maaf ya Dik Doni, tante kok jadi cerita banyak masalah tante."
"Nggak apa tante, saya senang kok tante percaya saya meski kita baru kenal"
"Terima kasih ya dik... nggak tau kenapa setelah tante cerita, perasaan tante jadi lebih lega" katanya sambil memegang tanganku. Aku balas memegang tangannya dan kami saling berpegangan cukup lama sehingga membuat perasaan kami menjadi semakin dekat satu sama lain. Hari semakin larut, kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 12. Penumpang lain sudah banyak yang tertidur, tapi pembicaraan Tante Rina semakin seru dan kami malah semakin akrab. Bahkan tak segan-segan Tante Rina sesekali menyenderkan kepalanya di bahuku.

"Dik Doni, kayaknya tinggal kita aja yang belum tidur... Dik Doni sudah ngantuk?"
"Enggak tante, terus terang ngobrol dengan tante membuat saya nggak ngerasa ngantuk, tapi kalau tante udah ngantuk nggak apa-apa, tidur aja duluan..."

Tante Rina kembali menyenderkan kepalanya di bahuku., kali ini dia bahkan semakin manja, tangannya memeluk lenganku.

"Nggak apa-apa khan Doni.... tante merasa nyaman di dekat Doni"
Tante Rina mulai memanggil namaku tanpa atribut 'dik'. Aku cuma tersenyum, tanpa sadar aku mulai mencium rambutnya yang lembut dan wangi. Tadinya aku sempat khawatir Tante Rina akan tersinggung dan mengira aku kurang ajar, tapi ternyata tidak, tangannya malah semakin erat memeluk lenganku.

Bagaimanapun aku seorang laki-laki normal, berdekatan dengan seorang wanita di malam hari dalam keadaan sepi seperti ini pasti memunculkan pikiran-pikiran erotis. Dan itulah yang terjadi saat itu, pikiranku mulai mengembara ke wilayah erotis. Terbayang pengalaman ML-ku dengan Tante Nita atau wanita-wanita lain dan aku ingin sekali bisa menikmati tubuh Tante Rina. Tanganku mulai mengelus tangan Tante Rina dan aku semakin sering menciumi rambutnya. Tante Rina tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan, aku mulai memberanikan diriku untuk mengelus-elus wajahnya seperti layaknya sepasang kekasih.

Selama beberapa saat kami diam tidak berbicara apa-apa, hanya terdengar suara roda-roda kereta menggelinding di atas rel. Aku tahu Tante Rina juga belum tidur, tangannya semakin erat memegang tanganku dan juga mulai membalas mengelus-elus tanganku. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Tante Rina saat itu, tapi pikiranku terus dipenuhi khayalan-khayalan dan keinginan-keinginan erotis tentang Tante Rina.

Setelah beberapa lama aku mulai yakin semua penumpang lain sudah tertidur dan tidak ada yang memperhatikan kami. Aku makin berani, kuangkat wajah Tante Rina, matanya terbuka perlahan dan kami saling berpandangan. Seolah ada magnet yang sangat kuat, wajah kami saling mendekat dan akhirnya kami mulai berciuman. Awalnya ada sedikit keraguan tapi tidak lama kemudian kami sudah tidak peduli apa-apa lagi. Kurasakan bibirnya terasa hangat dan lembut. Di balik penampilannya yang sopan dan anggun, Tante Rina ternyata juga seorang wanita yang hangat dan penuh gairah. Lidahnya mulai nakal masuk ke dalam mulutku dan tangannya mulai berani menggerayangi daerah selangkanganku. Akupun membalas cumbuan mautnya dengan melilitkan lidahku, sementara itu tanganku mulai meraba-raba payudaranya.

Tante Rina makin ganas, dia mulai melepas ikat pinggangku dan membuka retsletingku. Tangannya yang nakal masuk ke celana dalamku dan meremas-remas penisku yang mulai mengeras. Aku tidak mau kalah, aku mulai membuka satu per satu kancing baju Tante Rina dan kuselipkan tanganku ke dalam BHnya. Kuremas-remas payudaranya yang hangat dan empuk, sesekali kupilin-pilin putingnya sehingga membuat Tante Rina mencumbuku semakin ganas.

Tapi tiba-tiba penumpang yang duduk di sisi sebelah kanan, tepat di sebelah kami terbangun. Kami segera menghentikan perbuatan kami dan segera merapikan pakaian kami yang amburadul. Untungnya orang itu tidak begitu menyadari apa yang sedang terjadi, tapi kami tidak berani lagi melakukannya. Tante Rina hanya tersenyum nakal sambil mengedipkan sebelah matanya kepadaku, lalu kembali menyandarkan kepala di bahuku.

"Besok anterin Tante ke hotel ya Don..." katanya lirih sambil mencubit pahaku.
"Ok tante..." aku segera tahu apa maksudnya, tidak lama kemudian kami berduapun tertidur.

******

Kami sampai di stasiun Gubeng Surabaya sekitar pukul 9 pagi, segera Tante Rina mencari taksi untuk membawa kami ke hotel.

"Nanti suami tante gimana?"
"Ah nggak apa-apa, sekarang dia lagi sibuk rapat sampai jam 5 sore nanti... lagi pula kita pergi ke hotel yang lain.."

Sampai di hotel kami langsung menuju kamar. Aku merebahkan diri di tempat tidur untuk meluruskan badan yang terasa lelah setelah semalaman harus tidur dalam posisi duduk. Sementara itu Tante Rina langsung masuk ke kamar mandi, tampaknya dengan sengaja ia tidak menutup pintu. Tidak berapa lama kemudian Tante Rina memanggilku,

"Doni... mandi yukk, barengan tante"

Aku bergegas masuk ke kamar mandi dan kulihat Tante Rina sedang berdiri di bawah pancuran shower dalam keadaan telanjang bulat. Payudaranya yang semalam kuremas-remas tampak agak menggantung, kulihat pentilnya berwarna coklat, begitu menggairahkan. Sementara itu di antara kedua pangkal pahanya terlihat bulu-bulu kemaluan yang cukup lebat dan basah kuyup menutupi seluruh daerah vaginanya. Aku hanya bisa terbelalak kagum menatap keindahan tubuh wanita matang ini. Biarpun umurnya tidak muda lagi dan tubuhnya tidak begitu kencang, tetap saja aku terangsang. Aku tidak sabar untuk segera bisa memasukkan penisku ke dalam liang vaginanya.

"Sini... jangan bengong, ayo buka bajunya, sabunin punggung tante..."

Akupun segera menanggalkan seluruh pakaianku dan menghampiri Tante Rina.

"Duh...tante sexy sekali..."
"Doni juga... tuh liat... udah tegang anunya...hi..hi..hi..."

Tanpa banyak basa-basi kami langsung bercumbu di bawah pancuran shower air hangat, melanjutkan apa yang semalam kami mulai dan belum tuntas. Tangan Tante Rina mulai meremas-remas penisku sementara tanganku juga mulai merayapi selangkangannya. Di balik bulu-bulu yang lebat kurasakan belahan vagina Tante Rina yang begitu hangat dan licin berlendir. Tante Rina mulai bergetar dan mendesah-desah menahan nikmat.

"Mhh...ss...sabunin tante dulu sayang... nanti gantian tante yang sabunin kamu..."

Aku mencabut jari-jariku dari dalam liang vaginanya, lalu segera menyabuni punggungnya. Kemudian dari arah belakang aku menyabuni Tante Rina sekaligus meremas-remas payudaranya. Kusabuni pantat dan pahanya sambil sesekali aku meremas-remas pantatnya yang sexy. Tanganku mulai menuju ke selangkangannya dan jari-jariku yang nakal kembali masuk ke sela-sela belahan vaginanya. Tante Rina tampak kembali bergetar dan sangat menikmati itu, kali ini ia membiarkan aku mengeksplorasi seluruh tubuhnya.

Kemudian giliran Tante Rina menyabuni seluruh tubuhku dengan lembut. Sementara tangan kanannya menyabuni seluruh badanku, tangan kirinya terus meremas-remas penisku sehingga membuat gairahku semakin memuncak dan ingin segera menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya setelah puas meremas-remas penisku Tante Rina mulai berjongkok di depanku dan langsung memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Dikulumnya penisku dengan penuh nafsu, terlihat jelas pipinya yang kempot saat menghisap penisku. Kucengkeram rambut Tante Rina sambil menahan rasa nikmat yang diberikan mulutnya.

Setelah 'foreplay' dirasa cukup Tante Rina lalu menarikku ke tempat tidur. Dengan sedikit tergesa-gesa direbahkannya badanku ke atas tempat tidur sehingga aku terlentang. Rupanya Tante Rina sudah sangat 'horny'. Tanpa banyak bicara Tante Rina memposisikan dirinya di atasku sambil memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang tertutup bulu-bulu lebat.

Bersamaan dengan masuknya penisku ke dalam vaginanya kulihat Tante Rina memejamkan mata dan membuka mulutnya menahan rasa nikmat. Tidak lama kemudian pantatnya mulai turun-naik, perlahan tapi penuh tenaga diikuti desahan-desahan yang erotis. Penisku terasa menusuk vagina Tante Rina hingga ke ujung, sensasinya sungguh luar biasa. Aku merasakan vagina Tante Rina seolah mencengkeram erat dan mengurut-urut penisku sehingga aku harus bersusah payah mengendalikan diri supaya tidak terlallu cepat mengalami orgasme. Permainan Tante Rina benar-benar luar biasa menurutku. Sementara pantatnya naik turun makin cepat, tangannya terus aktif mempermainkan bola pingpongku. Aku tidak mau kalah, tanganku juga terus meremas-remas payudaranya.

"Aduuh tante...enak banget..."
"Mmhh...Doni... punya kamu juga enak.... keras dan masuk sampai ke ujung..."
"Tante punya juga ok... seperti masih perawan aja" kataku memujinya sambil terus menyentak-nyentakkan pinggulku menyambut pagutan ganas vaginanya.

"Mmhh...Doni...kayaknya tante mau keluar sebentar lagi..."
"Barengan tante...Doni juga mau keluar..."
"Keluarin aja sayang... keluarin di dalam..."

Tidak lama kemudian gerakan Tante Rina makin liar, kepalanya terus bergoyang-goyang tak beraturan, nafasnya terengah-engah, matanya terpejam dan mulutnya menganga menahan nikmat... sementara tangannya mencengkeram apapun yang bisa diraihnya.

"Aaagghh...Doni...Aaagggghhh..."
"Tantee....Doni keluaar.... aagh..."

Spermaku muncrat ke dalam liang vagina Tante Rina diikuti dengan rasa nikmat yang luar biasa, tulangku seolah rontok dan aku kehilangan semua tenagaku. Sementara itu tubuh Tante Rina yang baru saja mengalami orgasme hebat juga mulai terkulai lemas. Perlahan-lahan dia membiarkan tubuhnya yang sudah kehilangan tenaga rebah di sampingku. Kami berpelukan sambil mencoba meresapi sisa-sisa kenikmatan orgasme yang kami alami tadi. Kulihat spermaku mengalir keluar dari belahan vaginanya, bercampur dengan cairan vagina dan menetes ke sprei tempat tidur.

Kami hanya beristirahat 5 menit sebelum Tante Rina mulai bangkit kembali birahinya dan meremas-remas penisku yang masih agak kelelahan. Sentuhan tangan Tante Rina perlahan-lahan membangkitkan gairahku dan penisku kembali mengeras seperti sebelumnya.

"Masukin lagi Don... tante masih pengen..."

Tanpa banyak tanya lagi aku langsung menindih tubuh Tante Rina yang tergolek dengan paha dikangkangkan siap menantiku. Segera kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang masih basah oleh cairan spermaku.

"Iya... masukin yang dalam sayang... veggie tante jadi punya kamu hari ini..."

Kami lalu bergumul lagi dengan ganas dan penuh nafsu. Setelah melewati beberapa macam gaya akhirnya tubuh kami kembali terkulai lemas karena orgasme. Dan lagi-lagi kami hanya beristirahat beberapa menit saja sebelum penisku kembali bersarang dalam vagina Tante Rina yang masih haus akan kenikmatan.

"Aduuuh Doni...tante nggak kuat lagiii....tusuk yang dalam sayang...aagghh.."
"Ayo tante kita barengan lagi...Doni juga mau keluaarr..."
"Aaaggh... mmhh...aagghhh..Doniiii..."

Bersamaan dengan orgasme Tante Rina, spermaku kembali tumpah-ruah ke dalam vaginanya untuk yang ketiga kali. Setelah beristirahat beberapa menit sebenarnya aku masih bernafsu melihat tubuh Tante Rina yang tergolek lemas disebelahku. Vagina Tante Rina tampak basah bersimbah cairan dan dari balik bulu-bulu lebatnya terlihat belahan vagina yang berwarna merah. Tapi kelihatannya Tante Rina kali ini sudah benar-benar kehabisan energi. Entah berapa kali dia sudah orgasme hari itu, mungkin delapan kali mungkin juga lebih.

"Ah gila kamu Doni... udah dulu ya... tante capek banget... kaki tante sudah gemeteran" katanya lembut mencoba menolak tanganku yang kembali menggerayanngi vaginanya.
"Doni masih mau tante... katanya veggie tante untuk Doni hari ini..."
"Aduh tante bener-bener nggak sanggup Don...kapan-kapan lagi ya... tante suka kok main sama kamu... tante janji kita begini lagi di Bandung nanti" katanya setengah memohon.
"Kalu gitu Doni jilatin aja ya...? Boleh tante?"

Tante Rina tidak menjawab, dia hanya diam pasrah ketika kusibakkan bulu-bulu vaginanya dan lidahku mulai menjilati semua bagian sensitif di vaginanya. Kadang lidahku menjilati seluruh bibir vaginanya, kadang kumasukkan ke dalam liang vaginanya, atau klitorisnya kujilati dan kuhisap dengan lembut. Tidak butuh waktu lama, Tante Rina mulai merespons permainanku. Pinggulnya mulai bergerak-gerak dan diapun mendesah-desah menahan nikmat dan nafasnya kembali terengah-engah. Lama kelamaan aku juga mulai tidak tahan, penisku mengeras dan rasanya seperti ingin meledak. Akhirnya aku bangkit sambil memegangi penisku,

"Boleh dimasukin tante...?"

Tante Rina tidak menjawab, tapi juga tidak menolak. Dia hanya diam pasrah sambil perlahan membuka kedua pahanya. Kulihat samar-samar belahan vaginanya yang berwarna merah membuka dan menantang penisku untuk segera masuk. Kamipun kembali melakukan persetubuhan yang penuh desahan dan erangan nikmat. Entah berapa kali Tante Rina mengalami orgasme saat itu, yang jelas setelah aku memuntahkan spermaku yang keempat kalinya kami berdua hanya bisa berpelukan diam, nyaris tak bergerak selama setengah jam sebelum bisa bangkit dari tempat tidur.

********

Kira-kira jam 3 sore kami check-out dari kamar hotel. Kamipun berpisah, Tante Rina ke hotel tempat suaminya menginap sedangkan aku melanjutkan perjalananku ke Sidoarjo. Tante Rina tidak lupa memberikan kartunama dan berpesan supaya aku kembali menghubunginya setelah pulang ke Bandung.

"Jangan lupa di Bandung telpun tante ya Don.."

Tidak butuh waktu lama, hanya 2 minggu setelah itu aku kembali menghubungi Tante Rina dan kami pun berkencan lagi di sebuah hotel dari jam 12 siang sampai jam 7 malam, nyaris tanpa jeda.

Friday, August 8, 2008

Teh Irma



Sewaktu masih kos di tempat Tante Nita sering aku diminta Tante Nita mengantar ke salon langganannya di daerah Setiabudi. Mau tidak mau aku juga menjadi langganan di salon tersebut. Biasanya aku dilayani oleh Teh Irma, orangnya ramah, suka sekali becanda dan ngobrol saat melayani pelanggan. Usianya mungkin sekitar 30 tahun dan dia seorang janda dengan 2 anak, baru cerai dua tahun yang lalu. Wajahnya lumayanlah, kulitnya putih... cuma bodinya agak montok meski nggak bisa dibilang gemuk juga. Teh Irma tahu kalau aku suka jalan dan kencan dengan Tante Nita. Mungkin Tante Nita yang cerita, entahlah aku tidak ambil peduli.

Setelah aku tidak tinggal di rumah Tante Nita akupun masih sering ke salon tersebut, kadang untuk janjian ketemu dengan Tante Nita kalau dia lagi 'kesepian', kadang juga karena aku memang perlu potong rambut atau sekedar creambath. Sudah hampir enam bulan ini aku tidak bertemu Tante Nita, selain untuk mencegah kecurigaan dari Om Rahmat, suaminya, juga karena aku memang sibuk dengan urusan kuliah.

Pada suatu hari sepulang dari kampus aku menyempatkan diri datang ke salon langgananku, mau creambath. Seperti biasa Teh Irma melayaniku dengan keceriaannya yang khas cewek Sunda. Mungkin karena hari itu akhir bulan keadaan salon tampaknya cukup sepi, hanya ada tiga pengunjung termasuk aku.

"Halo... Doni... mau potong...?"
"Enggak ah.. creambath aja.."

Sambil mulai meng-creambath kepalaku seperti biasa Teh Irma mulai bercerita. Mungkin karena keadaan agak sepi pembicaraan Teh Irma mulai ke masalah hubunganku dengan Tante Nita.

"Kok udah jarang janjian dengan Tante Nita? Padahal dua hari yang lalu Tante Nita kemari lho..."
"Saya sibuk kuliah teh..."
"Udah bosen ya... dasar cowok... kalau udah bosen terus ditinggalin gitu aja..."
"Eh enggak kok, siapa yang bosen.... enak lagi dengan Tante Nita..." kataku sambil tertawa kecil.
"Idiih... baru mahasiswa udah nakal banget, yang dipikirin gituannya aja..." Teh Irma pura-pura cemberut sambil mencubit pipiku.
"Lha, khan Tante Nita nggak mungkin saya nikahin, jadi saya kawinin ajalah..." kataku menggodanya. Teh Irma mencubit pipiku lagi dengan gemesnya.

Entah setan apa yang mampir di kepalaku tiba-tiba aku tertarik dengan Teh Irma. Dari cermin kuperhatikan wajahnya yang lumayan manis dan tanpa sadar aku mulai memperhatikan lekuk tubuhnya yang montok. Mungkin Teh Irma tahu kalau aku memperhatikannya, dia terlihat agak salah tingkah. Ah... kepalang tanggung, kupikir sebagai janda yang sudah bercerai 3 tahun Teh Irma mungkin sekali-sekali juga membutuhkan belaian laki-laki.

"Teh, pulangnya masih lama nggak...?"
"Sebentar lagi, kenapa...?"
"Doni mau ngajak teteh ke Lembang, jalan-jalan, boleh?"

Ditembak langsung seperti itu kelihatannya Teh Irma tidak siap, dia makin salah tingkah.

"Lho kok bengong, ada yang marah ya..."
"Ih... ada-ada aja...teteh nggak punya suami dan nggak punya pacar tau... emangnya Doni mau ngajak ke Lembang kapan?"
"Ya sehabis teteh kerja kita langsung berangkat, naik motor aja... mau ya?"
"Tapi jangan lama-lama ya... nanti teteh nggak bisa masuk rumah, dikunci sama ibu kos"

Gotcha! Modal nekatku berhasil juga... mana mungkin nggak lama di Lembang... naik motor malam-malam dari Lembang dinginnya minta ampun, siapa yang kuat? Mau nggak mau pasti pakai acara menginap di hotel.

******

Kira-kira jam 5 sore Teh Irma keluar dari salon dan langsung menghampiriku yang sudah siap menunggu di halaman salon. Karena Teh Irma pakai rok dia duduk menyamping di belakangku, tangannya langsung melingkar di pinggangku. Akupun langsung tancap gas menuju Lembang.

Di Lembang kami mampir ke tempat susu murni kesukaanku. Kami duduk bersebelahan seperti sepasang kekasih sambil menikmati susu murni yang hangat dan roti bakar. Teh Irma mulai bercerita panjang lebar. Dari soal bekas suaminya yang suka selingkuh, teman kampungnya yang jadi selebriti di Jakarta sampai soal Tante Nita dan pelanggan-pelanggan lainnya. Aku cuma menjadi pendengar yang baik sambil sekali-sekali memberi tanggapan seadanya. Pikiranku sama sekali tidak di situ, dalam otak ngeresku terus terbayang bagaimana tubuh montok Teh Irma nanti akan tergolek telanjang tanpa sehelai busana di ranjang hotel menanti sentuhanku.

Akhirnya aku memberanikan diri mengarahkan pembicaraan ke arah rencana mesumku, kupegang tangannya dan kubelai-belai dengan lembut.

"Teh Irma, teteh menurut Doni masih cantik kok nggak kawin lagi... nggak kesepian ditinggal suami?" Taktik basi, tapi tetap efektif...karena dari nada bicara dan 'body-language'-nya yang kuamati sejak tadi Teh Irma tampaknya tidak akan keberatan kalau aku ajak 'making-love'.

"Kalau calon sih ada di kampung, masih saudara, tapi mungkin baru tahun depan kawinnya, emangnya kenapa?" katanya sambil tersenyum genit.
"Enggak... cuma pengen tau, dulu waktu ada suami khan tiap malam ada yang kelonin tapi sekarang khan tidurnya sendiri, terus kalau teteh lagi pengen gimana...?"
"Iih... udah gelap ngomongnya mulai ngaco... ya teteh tahan aja dong..."
"Kalau nggak tahan...gimana?" tanganku mulai nakal melingkar ke pinggangnya dan mulai mengelus-elus tubuhnya yang montok.

Teh Irma sama sekali tidak keberatan dengan aksiku, dia malah merebahkan kepalanya di pundakku dengan manja dan tangannya balas melingkar di pinggulku. Aku rasa dia tahu ke arah mana maksud pembicaraanku.

"Ya, begitulah... sekali-kali selep-serpis khan enak juga..." katanya lirih dengan mata genit.

Sejenak kami terdiam sambil memikirkan langkah selanjutnya.

"Teh, daripada selep-serpis kalau Doni yang serpis aja gimana? Mau...?"

Teh Irma diam tidak menjawab, tiba-tiba dia menatapku lalu bibirnya mendekat ke bibirku. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, bibirku langsung menyambut bibirnya dan kamipun bercumbu dengan ganas. Nafas Teh Irma mulai turun-naik tidak beraturan seperti sedang menahan gejolak nafsu yang begitu lama tertahan. Pelan-pelan tangaku mulai meraba payudaranya yang montok, Teh Irma tidak mau kalah, tangannya mulai meremas penisku dengan lembut. Setelah beberapa menit melumat bibir dan lidahku, Teh Irma melepaskan cumbuan mautnya.

"Kita ke hotel yuk..." katanya perlahan.

*******

Akhirnya sekitar jam 7 malam kami meluncur ke sebuah hotel melati yang cukup bagus. Tarifnya ekonomis tapi kamarnya lumayan bersih dengan kamar mandi di dalam. Aku minta ijin untuk beli kondom, tapi Teh Irma melarang setengah berbisik, "Nggak usah pake kondom say..., biar lebih enak, aman kok...."

Setelah mengunci pintu kamar lalu kami menuju kamar mandi, kulepaskan baju Teh Irma satu-per satu sampai hanya tinggal celana dalam dan BH yang tersisa. Diapun melakukan hal yang sama, melepaskan pakaianku satu per satu sehingga tinggal tersisa celana dalam. Meski tubuhnya lumayan montok, tampaknya cukup padat juga, tidak begitu tampak adanya lipatan-lipatan lemak. Mungkin Teh Irma rajin merawat badan dan berolahraga. Yang jelas tubuhnya betul-betul membuatku bergairah.

Kami saling berpandangan dan mulai berciuman. Tanganku mulai melepaskan tali BHnya dan tampak buah dada Teh Irma yang montok begitu ranum menantang sehingga membuat aku semakin bernafsu meremas-remasnya. Teh Irma tidak mau kalah, gantian dipelorotkannya celana dalamku dan dengan lembut diremas-remasnya penisku yang sudah mulai tegang. Tanpa menunggu lebih lama lagi tanganku langsung masuk ke dalam celana dalam Teh Irma, belahan vaginanya terasa sudah basah dan licin. Jariku dengan leluasa masuk ke lubang vaginanya yang hangat dan basah, kemudian jariku juga mempermainkan klitoris Teh Irma sehingga membuatnya mengerang keenakan, "Ahh.....mmhh...".

"Uuh..tahan dulu sayang... kita mandi dulu biar lebih asyik..." kata Teh Irma terbata-bata sambil berupaya melepaskan diri dari gerayanganku. Kamipun mandi berdua dengan air hangat. Selama mandi tanganku tidak pernah lepas dari tubuh Teh Irma, saat menyabuninya kadang aku meremas dada Teh Irma yang montok, sekali waktu aku menyelipkan jari-jariku di antara celah vaginanya. Teh Irma juga begitu, sambil menyabuni badanku dia terus meremas-remas penis dan buah pelirku. Kukatakan kalau aku suka sekali dengan tubuhnya yang montok.

"Ah.. rayuan gombal, teteh khan gemuk... "
"Enggak gemuk teh, tapi montok dan sexy... beneran... justru body teteh yang montok bikin cowok terangsang banget, nggak sabar pengen masuk ke memek teteh" kataku setengah berbisik sambil lagi-lagi menyelipkan tanganku ke vaginanya.

"Mau dimasukin sekarang?" tanyanya mulai nggak sabar.
"Di kamar mandi...?"
"Iya, dari belakang aja..."
"Katanya mau diserpis dulu..."
"Serpisnya ntar aja di tempat tidur, teteh udah kepengen ngerasain punya kamu sekarang..."

Teh Irma lalu membalikkan badan dan membungkuk sambil berpegangan pinggir bak mandi. Bulu-bulu vagina Teh Irma nggak begitu lebat sehingga tampak belahan vaginanya berwarna kemerahan dan membuat penisku menjadi semakin tegang.

Perlahan-lahan kuarahkan penisku ke lubang vagina Teh Irma, dengan sengaja kupermainkan penisku di bibir vaginanya. Kadang kuuusap-usapkan penisku ke klitoris Teh Irma, lalu kumasukkan ujung penisku beberapa saat dan kutarik keluar lagi.

"Ih.. jail banget sih say..., masukin dong... sampai ujung..." Teh Irma mulai merengek-rengek, tubuhnya meliuk-liuk dengan gelisah. Akupun mulai nggak tahan, lalu dengan dorongan perlahan kumasukkan penisku dalam-dalam ke vaginanya.

"Agh...mhh...gitu dooong..mmhh.." Teh Irma melenguh keenakan. Suara desahan Teh Irma membuatku semakin bergairah, dengan goyangan yang berirama dan kuat aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam liang vagina Teh Irma yang terasa begitu hangat dan masih sempit.

Rasanya sayang kalau kami menikmati orgasme kami yang pertama di kamar mandi, kulepaskan penisku dari jepitan vagina dan kami berjalan menuju ke kamar tidur. Dengan perlahan kurebahkan Teh Irma di tempat tidur, kubuka pahanya dan tampak belahan vaginanya terbuka berwarna merah muda basah oleh lendir.

"Aku serpis ya teh..."

Teh Irma cuma tersenyum genit sambil membuka pahanya tanda setuju. Langsung kubenamkan wajahku di antara dua pahanya. Kusibakkan bibir vaginanya dan dengan lembut kujilati seluruh daerah sensitifnya. Lidahku mengeksplorasi liang vaginanya, lalu kujilati klitoris Teh Irma yang menyembul keluar. Sementara tanganku juga sibuk meremas payudara Teh Irma dan sekali-sekali memilin putingnya. Teh Irma mendesah-desah dan tampak sangat menikmati, dipegangnya kepalaku seolah dia tidak mau lidahku lepas dari vaginanya.

Tidak berapa lama kemudian pinggul Teh Irma terasa bergerak makin aktif, tangannya juga semakin kuat menekan kepalaku.

"Doni... teteh udah mau keluar...mmhhh...aduuh...oohh...oohh.."

Dan akhirnya seluruh tubuh Teh Irma menegang menahan nikmat orgasmenya yang pertama malam itu...

"Aaggh.... Doniii... aagh.....!!!"

Tidak berapa lama kemudian tubuh Teh Irma terkulai lemas. Aku lalu berbaring di sisinya, kukecup bibirnya sambil kubelai rambutnya.

"Enakan mana sama selep-serpis teh..." kataku menggoda.
"Enakan ini gilaa... udah lama nggak ngerasain yang seperti ini... suami teteh aja belum pernah jilatin memek teteh sampai keluar kayak gini..." katanya sambil mencubit perutku.

"Mau dijilat lagi...?"
"Kapan-kapan ya... sekarang teteh mau gantian isep punya kamu terus dimasukin ke memek teteh.." katanya sambil meraih penisku.

Tanpa buang-buang waktu dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya dan diemutnya dengan penuh gairah. Kadang-kadang dilepaskannya lalu lidahnya dengan lihai menyapu seluruh permukaan penisku. Akupun tidak mau tinggal diam, kugeser badanku supaya tanganku bisa meraih vaginanya. Sementara Teh Irma sedang berupaya melumat penisku, jari-jariku menjelajahi celah-celah vaginanya dan terus masuk hingga aku merasakan dinding vagina yang terasa sedikit bergerigi, tentu ini g-spot! Jari-jariku terus mengusap-usap wilayah sensitif itu dan ini membuat tubuh Teh Irma bergetar menahan rasa nikmat.

"Mmhh... mmhhh..." desahan Teh Irma makin keras.

Akhirnya Teh Irma melepaskan penisku dari mulutnya, mungkin dia sudah nggak tahan, vaginanya gatal minta ditusuk penisku. Dengan mengambil posisi duduk ia masukkan penisku ke dalam vaginanya. Dengan penuh gairah ditekannya pantatnya ke pinggulku sehingga penisku masuk dengan sempurna ke dalam vaginanya. Aku merasakan penisku seperti menyentuh ujung vaginanya. Pantat Teh Irma terus bergerak naik turun dengan cepat. Rupanya Teh Irma sudah tidak sabar untuk merasakan orgasmenya lagi! Akupun merespon dengan menghentak-hentakkan pantatku sehingga penisku terbenam lebih dalam lagi...

"Mmhh...Doni...enak banget... uuhh..."

Vaginanya yang hangat dan sempit membuat penisku serasa dijepit dan diurut-urut, sensasi nikmatnya luar biasa. Ditambah lagi desahan Teh Irma yang terdengar begitu sexy membuat penisku mulai bergetar dan berdenyut-denyut menuju puncak orgasme. Sama dengan yang aku rasakan, tampaknya Teh Irma juga sudah mendekati orgasmenya yang kedua.

"Doni... teteh udah mau keluar...mmhhh...mmhh.."
"Iya teh, kita barengan, Doni juga udah mau..."

Gerakan kami menjadi semakin intens dan liar. Akhirnya tangan Teh Irma mencengkeram keras lenganku sambil memejamkan mata menahan sensasi orgasme yang meledak-ledak. Tubuhkupun menjadi kejang saat semburan sperma terasa keluar dari penisku yang berkedut-kedut meluapkan rasa nakmat yang luar biasa.

"Aaahhh... Doni....Aaaaaagh...." Teh Irma menjerit melepaskan rasa nikmat orgasmenya.
"Uuhh... teteh... mmhhh.... " aku juga tidak tahan mengungkapkan rasa nikmatku.

Akhirnya tubuh Teh Irma terkulai lemas ambruk di dadaku. Sejenak kami berpelukan diam tidak bergerak, mencoba merasakan sisa-sisa sensasi nikmat yang masih ada. Sementara itu penisku yang masih ada di dalam vagina Teh Irma mulai melemas. Aku merasakan aliran cairan spermaku yang bercampur dengan cairan Teh Irma mengalir keluar dari vagina dan membasahi pangkal pahaku.

Teh Irma melepaskan diri dari badanku dan dia berbaring lemas di sebelahku sambil matanya tetap terpejam. Kukecup bibirnya sambil kupeluk tubuhnya yang montok dan basah oleh keringat. Kulihat jam di dinding hotel, ternyata sudah jam 8.45 malam, tidak terasa hampir 1 jam juga kami memadu syahwat. Pura-pura aku menawarkan Teh Irma untuk pulang,

"Udah hampir jam 9 sayang... kita pulang sekarang...?"
"Enggak ah, dingin... lagian sampe tempat kos pasti udah dikunci..."
"Jadi..."
"Ya kita terusin aja doong... khan baru satu ronde.."
"Lho Teh Irma mau berapa ronde?"
"Terserah Doni.. teteh mau aja, sampai pagi juga boleh..." katanya genit.
"Ih... buka puasa ya... serakah amat..." kataku menggoda.
"Hi..hi..hi.. teteh udah lama nggak ngerasain kayak gini.."
"Emangnya abis cerai nggak pernah lagi?"
"Ya pernah juga sih, nggak munafik, tapi khan jarang dan udah hampir tiga bulan teteh enggak begituan... "
"Pantesan teteh punya masih sempit, jarang dipake sih... " kataku memuji.

Hanya lima menit istirahat, tangan Teh Irma sudah menggerayangi penisku dan mengusap-usapnya. Otomatis penisku mulai mengeras lagi. Aku langsung merespon dengan mulai merermas dan menjilati payudara Teh Irma. Kukulum dan kuhisap-hisap putingnya yang bulat kecoklatan. Tidak hanya itu, tanganku mulai menggerayangi selangkangan Teh Irma dan jari-jariku mulai nakal masuk ke liang vaginanya yang masih basah oleh spermaku. Teh Irma mulai menggelinjang menahan nikmat.

"Doni, pisangnya masukin lagi ke memek teteh ya... tapi Doni yang di atas, gantian..." Teh Irma berbisik lirih sambil membuka kedua pahanya lebih lebar. Bibir vaginanya yang merah merekah dan bersimbah sisa-sisa spermaku sangat menggugah nafsu kelaki-lakianku. Tanpa membuang waktu langsung aku membenamkan penisku dalam-dalam ke lubang vagina Teh Irma.

Dengan lembut tapi pasti kuturun-naikkan pantatku sambil sesekali menekan dan memutar-mutarnya untuk menambah rasa nikmat. Teh Irma juga tidak pasif, pantatnya ikut bergerak seirama dengan gerakanku sambil tangannya terus meremas pantat dan punggungku. Sebagai variasi kuangkat kaki kiri Teh Irma sementara kaki kiriku kusilangkan di atas kaki kanannya. Posisi ini membuat penisku terasa lebih dalam masuk ke vagina Teh Irma dan kelihatannya Teh Irma sangat menikmati.

"Aduuh... mmhh...."
"Sakit...?"
"Enggak sayang, enak banget....terusin... tusuk yang keras....mmhhhh... rasanya sampe ujung..."

Mendapat semangat dari Teh Irma gerakanku menjadi lebih cepat dan bertenaga. Tidak berapa lama kemudian Teh Irma mulai menggelinjang tidak beraturan, tangannya meremas kasur, bantal, atau apa saja yang bisa diraihnya.

"Uuggh.. Doni...teteh mau keluar lagi..."

Seperti biasa kalau ronde kedua orgasmeku cenderung lama, kali inipun aku belum mau orgasme. Tapi gerakanku kupercepat supaya Teh Irma bisa merasakan puncak orgasmenya dengan intens. Dan tidak berapa lama kemudian Teh Irma mulai bergerak liar, pinggulnya berkedut-kedut melampiaskan kenikmatan orgasme lagi.

"Aagh...Doni...aaggh...."

Kutancapkan penisku dalam-dalam dan kutahan sampai tubuh Teh Irma terkulai lemas tanda sensasi orgasmenya sudah selesai. Beda dengan laki-laki yang butuh waktu beberapa menit untuk kembali pulih setelah orgasme, perempuan biasanya tidak butuh waktu lama untuk 'on' lagi. Itu sebabnya mereka bisa orgasme berkali-kali hanya dalam waktu yang singkat. Seperti yang pernah kualami dengan Tante Nita, sekali waktu dia mengalami orgasme 8 kali hanya dalam selang waktu 20 menit saja! Laki-laki mana bisa seperti itu. Aku pikir Teh Irma juga tidak berbeda, makanya aku tidak melepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulepaskan kaki kirinya dan perlahan-lahan kutindih tubuh montok Teh Irma, dan sambil memeluk tubuhnya yang masih lemas kubelai-belai rambutnya.

"Mau lagi teh...?" tanyaku sambil perlahan lahan kembali menggoyangkan pantatku.

Teh Irma tidak menjawab, hanya membuka mata dan memandangku sambil tersenyum genit. Perlahan-lahan goyanganku makin kuintensifkan. Dan tidak lama kemudian Teh Irma mulai berreaksi kembali, vaginanya terasa mulai menjepit penisku. Pinggulnya juga mulai bergoyang, kadang berputar-putar, kadang naik-turun mengimbangi gerakanku. Hanya butuh beberapa menit saja sebelum akhirnya Teh Irma kembali menggelinjang menahan nikmat.

"Agghh.. Doniii... Mhh...", tangan Teh Irma mencengkeram punggungku dengan kuat selama beberapa detik sebelum akhirnya seluruh tubuhnya kembali terkulai lemas.

Perlahan kucumbu lehernya, lalu bibirnya. Teh Irma tidak tinggal diam, dia juga menanggapi cumbuanku dengan menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku sambil pantatnya kembali merespon tusukan penisku. Kamipun lalu kembali bergumul ganas, kami berganti posisi berkali-kali. Kadang aku di bawah, kadang kembali lagi di atas.

"Gila kamu Doni... nanti teteh keluar lagi..."
"Nggak apa-apa teh, Doni juga udah mau keluar sekarang..."

Mengetahui aku juga sedang menuju puncak orgasme Teh Irma menjadi semakin ganas, sambil menindih tubuh montoknya aku merasakan vagina Teh Irma mencengkeram kuat penisku dan pinggulnya bergoyang naik-turun dengan kuat mengimbangi gerakanku. Aku merasakan aliran darahku semakin kencang dan seluruh tubuhku mulai bergetar.

"Aduuh teh... Doni mau keluar..."
"Mmhh..teteh juga say... kita barengan ya..."
"Aagghh... Teh Irmaaa...."
"Doni...Mmhh...aaaggghhh..."

Akhirnya dengan sebuah sentakan kuat spermaku kembali tumpah ke dalam vagina Teh Irma. Kami berpelukan erat selama beberapa lama sebelum akhirnya aku merebahkan diriku di samping Teh Irma dengan seluruh tubuhku terasa lemas seolah-olah kehilangan seluruh tulangnya. Malam itu kami tertidur dengan lelap sambil berpelukan tanpa sehelai busana selain selembar selimut yang menutupi tubuh kami berdua dari serangan hawa dingin kota Lembang. Kami benar-benar merasa puas dan kelelahan malam itu.

********

Saat aku terbangun hari sudah mulai terang, kulihat belum jam 7. Teh Irma masih terlelap di sampingku dan tubuhnya masih tertutup selimut. Kukecup keningnya dan kupeluk tubuhnya untuk memberikan rasa hangat. Tidak lama kemudian Teh Irma terbangun dan tersenyum manis menatapku.

"Udah bangun...?" tanyanya.

Aku hanya menganggup dan tanganku mulai nakal menggerayangi seluruh tubuhnya yang montok. Teh Irma tidak tinggal diam, tangannya juga mulai meraba-raba penisku dan langsung membuatnya berdiri tegang. Payudara Teh Irma yang montok tampak begitu menggairahkan dan aku memuaskan nafsuku dengan menjilatinya, lalu aku mengulum puting-putingnya yang bulat. Hanya butuh beberapa menit saja sebelum akhirnya Teh Irma membuka pahanya lebar-lebar dan memintaku untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Pagi yang dingin di Lembang tidak lagi terasa dingin, tubuh kami kembali bersimbah keringat oleh panasnya persetubuhan kami.

Entah berapa kali Teh Irma orgasme pagi itu, aku tidak ingat, yang jelas spermaku tumpah ke dalam vaginanya beberapa kali. Di tempat tidur sebelum mandi sekali, di kamar mandi sekali dengan 'doggie-style', lalu sekali lagi setelah kami berpakaian dan bersiap hendak pulang, di tempat tidur. Ya, saat itu aku memang betul-betul 'horny' dengan Teh Irma. Aku tidak tahan melihat montoknya tubuh Teh Irma yang sexy. Sesaat setelah Teh Irma selesai berpakaian, kupeluk tubuhnya dari belakang dan kujilati leher dan telinganya. Tanpa banyak bicara kamipun kembali melepaskan busana masing-masing lalu bergumul di tempat tidur sampai kenikmatan yang kami nantikan terpuaskan lagi.

Akhirnya kami pulang kembali ke Bandung sekitar jam 11 siang dan Teh Irma terpaksa terlambat kerja. Teh Irma tidak marah atau menyalahkanku, nyatanya ia sendiri juga sangat menikmatinya dan sama sekali tidak menolak ketika aku mengajaknya untuk berkencan lagi seminggu kemudian.