Saturday, August 9, 2014

Two HOT Backpackers



Kurang lebih setahun setelah pertemuan kami yang pertama Anne menghubungi aku lagi. Dia mengirim SMS dari Australia, "Hi Donnie, how r u? Do u have time for this weekend? I will go to Jakarta with my friend in Strday. Pls let me know." Langsung kujawab, "Hi Anne, I'm fine. Ok, I have time for u. Please come, let me know the detail."  Surprise juga ternyata Anne masih menyimpan nomorku.

Sabtu sore itu aku menjemput Anne di Bandara Soekarno-Hatta. Ia datang bersama seorang teman wanitanya. Aku langsung memeluk Anne dan mencium kedua pipinya untuk melepaskan rindu.

"How's your trip...?"
"Well.. that was good, we transitted for about an hour at Denpasar.. "
"And this is....," tanyaku sambil menunjuk ke arah temannya.
"Oh.. she is my best-friend, Wendy.. Wendy.. this is Doni, my friend in Indonesia which I already told you about yesterday...," kata Anne memperkenalkan aku ke temannya. Menurutku Wendy lumayan cantik juga. Agak beda dengan Anne yang sedikit berisi, tubuh Wendy lebih tinggi dan langsing, rambutnya juga pirang tapi lurus serta tidak berkacamata.
"And what is your plan now.. where will we go from here..."
"We will stay at Jalan Jaksa for tonight.. I got the address from their website... and then tomorrow we will go to Yogyakarta by train..."

Kami segera meluncur ke Jalan Jaksa untuk mencari penginapan. Jalan Jaksa memang sangat terkenal sebagai tempat yang menyediakan penginapan-penginapan murah untuk para turis backpackers yang berkunjung ke Jakarta. Sayang sekali tempat yang dimaksud pada hari itu sedang penuh, maklum banyak turis yang sedang berkunjung karena liburan musim panas. Sementara tempat-tempat lainnya yang tersisa di jalan itu ternyata tidak ada yang cocok dengan keinginan Anne dan Wendy. Akhirnya aku menawarkan alternatif lain, sebuah hotel bintang tiga di daerah Jakarta Selatan yang lumayan bagus tapi tidak mahal. Kebetulan temanku menjadi manajer di hotel tersebut sehingga aku bisa memintakan diskon untuk mereka.

Setelah aku menghubungi temanku untuk mendapatkan kamar, kami segera meluncur ke hotel tersebut. Anne dan Wendy merasa cocok dengan kondisi kamar yang aku pilihkan dan mereka segera meletakkan barang-barang bawaan. Aku lihat mereka tampaknya lelah dan butuh istirahat, kuputuskan untuk meninggalkan mereka sejenak.

"Well, ladies.., I think you both need a rest for now. I will go down, if you need anything from me just text me... I am still here in this hotel and waiting in the coffee-shop at ground-floor..."
"Ok, take care... see you next hours...."

Kira-kira setelah dua jam aku duduk-duduk di cafe, Anne mengirim SMS,"Donnie, r u still there? We will go down, pls wait..." Kulihat Anne dan Wendy sudah berganti pakaian dan keduanya tampak cantik, Anne mengajakku untuk makan malam bersama mereka. Akupun mengantar mereka ke sebuah kafe yang cukup terkenal di daerah Kemang, aku yang traktir. Sambil menikmati makan Anne bercerita bahwa liburannya tahun lalu sangat berkesan sehingga ia memutuskan untuk kembali lagi bersama teman-temannya. Sebenarnya rombongan mereka ada 8 orang tapi yang 6 orang lainnya langsung menikmati liburan di Bali. Sementara Anne dan Wendy ingin berjalan-jalan dulu ke Jakarta dan Jogja sebelum akhirnya ke Bali. Mungkin karena baru kenal, Wendy lebih banyak menikmati minuman dan merokok, hanya sekali-kali saja dia ikut menanggapi.

-------

Kira-kira jam 12 malam aku mengantarkan mereka kembali ke hotel. Di lift Anne memeluk pinggangku dan berbisik, "Doni, can you stay with us for tonight...?" Aku mengangguk dan mencium lembut bibirnya. Kapan lagi ada kesempatan bermalam bersama dua wanita bule yang cantik?

"I told Wendy that you are a good masseur... and she told me that she would like to try your skill...,"  kata Anne saat kami tiba di kamar.
"Oh.. really...? Ok, I'm ready..." kataku kepada Wendy.
"Yeah.. I'd like to try it...I want to know if you are as good as she told me... and so... how do I start...," kata Wendy sambil tersenyum nakal.
"Mmm.. just open your clothes and lay down in bed..," kataku sambil mulai membuka bajuku sendiri supaya Wendy tidak merasa canggung. Ia membuka seluruh bajunya dan hanya menyisakan celana dalam dan BHnya saja, kemudian ia berbaring tengkurap di atas tempat tidur. Anne memberiku sebotol body-lotion dari dalam ranselnya. Anne sempat membisiki aku, "Be careful... she's really hot..."

Aku memijat Wendy mulai dari telapak kakinya, kemudian naik ke arah betisnya yang indah dan mulus. Wendy tampak sangat menikmati dan terlihat santai sekali. Setelah kurasa cukup aku mulai memijat bagian pahanya. Tanganku mulai menjalar ke bagian dalam pahanya, seolah tidak sengaja sekali-sekali aku menyentuhkan tanganku ke bagian vaginanya dengan ringan. Kemudian aku memijat bagian pantatnya. Ini termasuk zona erotis yang sensitif bagi seorang wanita. Aku mulai menekan jari-jariku dengan kuat dan perlahan di daerah pantatnya. Wendy tampak mulai terangsang, nafasnya mulai berat dan terdengar mendesah-desah, "Mmhh......mmh....."

Setelah kurasa cukup aku beralih ke daerah punggungnya. Kulumuri denganbody-lotion dan mulai kuberikan pijatan lembut dari bagian bawah ke atas. Wendy membiarkan aku membuka tali BH-nya. Mendapat kesempatan tersebut aku langsung merayapkan tanganku untuk memijat kedua payudaranya dari arah belakang sehingga membuat Wendy makin mendesah-desah keenakan. Kemudian tanganku kembali ke arah pantatnya, kali ini telapak tanganku masuk ke dalam celananya dan mulai meremas-remas pantatnya yang bulat. Perlahan kubuka celana Wendy dan kubalikkan badannya hingga akhirnya ia tergolek tanpa busana di hadapanku dengan mata tetap terpejam pasrah.

Tubuh seorang wanita bule cantik berambut pirang dengan payudara yang ranum dan vagina mulus tanpa bulu membuat libidoku bergejolak dan jantungku berdegup-degup kencang. Apalagi kulihat belahan vaginanya tampak merah dan basah oleh lendir. Rasanya tdak ada laki-laki normal yang tidak terangsang dengan pemandangan ini. Dengan susah payah aku mencoba mengatur nafas untuk mengendalikan diriku.

Tangan kiriku mulai meremas-remas dan memijat payudaranya dengan lembut, sesekali kupermainkan putingnya dengan elusan-elusan ringan atau kupilin-pilin dengan jariku. Sementara tangan kananku mulai meraba daerah vaginanya. Dua jariku masuk ke celah vaginanya yang sudah basah, saat kutekuk jariku ke atas kurasakan sebuah permukaan yang tidak rata. Itu G-spot! Kutekan agak kuat tapi dengan tempo perlahan lalu kupermainkan dengan gerakan memutar sehingga membuat Wendy mendesah makin keras dan vaginanya makin basah, "Oooh.... mmmh.... oooohh..."

Anne yang sejak tadi hanya duduk di kursi mulai bereaksi. Dia ikut melepaskan semua pakaiannya dan menghampiri aku. Dipeluknya aku dari arah belakang sambil lidahnya menjilati punggung dan leherku sementara tangannya mulai melepaskan celanaku sehingga kami bertiga telanjang. Wendy yang sudah sangat terangsang langsung meraih penisku yang sudah membesar dan tegang luar biasa. Diremas-remas dan dikocoknya penisku sambil mulutnya terus mendesah-desah keenakan merasakan tanganku mempermainkan payudara dan vaginanya bersamaan.

"Touch me there harder and faster please... I like it... oooh...aaahhh...," kata Wendy sambil memegang tangan kananku. Aku langsung mempercepat gerakanku seperti yang dimintanya. "Yeaah... just like that...ooohh... keep it like that...ooohh..." Tiba-tiba badan Wendy mulai berguncang hebat, pinggulnya terasa bergetar tak terkontrol dan kemudian tangannya berusaha melepaskan tanganku dari vaginanya. Beberapa detik kemudian, cairan berwarna bening muncrat beberapa kali dari vaginanya diikuti dengan jeritan Wendy, "Aaagh... I'm cummiiiiiing..ooogh.....OMG... I'm cumiiing...OMG... ooogh....aaahhh....".

Wendy langsung kolaps di tempat tidur, tapi tidak lama. Hanya butuh kurang dari satu menit untuk Wendy pulih. Dia bangkit dan menarikku ke tempat tidur."Lay down... I want you to fuck me now... I want to feel your cock inside me...."Aku langsung berbaring pasrah dan membiarkan Wendy mengangkangi aku. Diraihnya penisku dan dimasukkannya ke dalam vaginanya. Anne menghampiri Wendy dan mereka mulai bercumbu sambil saling meraba payudara masing-masing. Rupanya Anne dan Wendy keduanya bi-sex! Benar-benar pengalaman yang baru buatku.

Sementara mereka berciuman, tanganku mulai menggerayangi vagina Anne yang sekarang juga bersih mulus tanpa bulu seperti Wendy. Tidak berapa lama kemudian Anne naik ke tempat tidur, badannya diposisikan sedemikian rupa sehingga mulutku tepat berada di bawah vaginanya sambil mereka terus bercumbu penuh nafsu di atas badanku. Langsung kujulurkan lidahku untuk menjilati liang vagina dan klitoris Anne yang mulai mendesah-desah keenakan. Wendy makin bernafsu, gerakannya tidak lagi naik-turun tapi maju-mundur sambil terus menekan kuat-kuat pinggulnya ke bawah sehingga penisku tertancap dalam di vaginanya seolah tidak bisa lepas. Gerakan Wendy makin liar dan tidak terkontrol sampai akhirnya ia mengangkat pinggulnya yang bergetar hebat dan kembali menyemburkan cairan sehingga membasahi badan Anne, "Ooh... aaggh... OMG... OMG... I'm cumiiing again.... oooh..."

Wendy merebahkan diri di sampingku, wajahnya tampak puas dan tubuhnya terlihat lemas kehabisan tenaga. Anne mengambil handuk dan membersihkan badannya yang basah oleh cairan yang ditembakkan Wendy. "It's my turn now...," kata Anne sambil menggantikan posisi Wendy. Dimasukkannya penisku ke dalam vaginanya dan langsung Anne mulai menggerak-gerakkan pantatnya naik-turun dengan ganas. Penisku yang sudah terangsang hebat oleh cengkeraman vagina Wendy sebelumnya mulai terasa bergetar menuju puncak. Gerakan ganas Anne bisa-bisa membuat aku segera orgasme sebelum Anne menikmati apa-apa. Langsung kuminta Anne berhenti dan berganti posisi di bawah sambil aku berusaha mengatur nafas untuk mengontrol diriku kembali.

Anne menyadari kalau aku hampir mencapai orgasme dan berusaha mengendalikan diri. Anne merebahkan dirinya di samping Wendy, "If you want to cum just do it inside me honey.. it's OK, I took my pill today..."  Setelah aku dapat mengedalikan diriku langsung kuarahkan penisku ke dalam vagina Anne. Aku menggerak-gerakkan penisku naik-turun dan Anne terus memutar-mutar pinggulnya sehingga membuat penisku terasa seperti diperas-peras dalam vaginanya, "Oh... your pussy is fantastic... wow..."

"Ahh..oohh.. agh...mmhh...," Anne terus menggelinjang dan mendesah-desah meresapi nikmatnya penisku di dalam vaginanya sementara aku menjilati leher dan telinganya sambil terus meremas-remas payudaranya yang montok. Setelah beberapa menit berlalu Anne meminta aku berganti posisi menusuknya dari belakang, "Fuck me from behind, I want to lick Wendy's pussy....," katanya sambil bangkit dan mulai menjilati vagina Wendy yang masih terbaring pasrah.

Aku memang beberapa kali berkesempatan menikmati aktivitas threesome, tapi baru kali ini dengan dua orang cewek bi-sex. Melihat Anne menjilati vagina Wendy dengan penuh nafsu membuat aku makin semangat menusukkan penisku ke dalam vaginanya. "Yes.. fuck me harder honey... oooh... fuck me harder... mmhhh...," Anne terus memintaku menusukkan penis sekeras mungkin. Aku mulai merasakan gelombang orgasme yang sulit kukendalikan lagi.

"Oooh Anne... I'm going to cum now...I can't hold it....," 
"Cum inside me.. I'm cumming too... oooh... aahhh... I'm cumming baby...."

Aku masih mencoba sekuat tenaga menahan orgasmeku tapi sia-sia, akhirnya dengan sebuah tusukan yang dalam aku memuncratkan spermaku ke dalam vagina Anne yang terasa bergetar dan menjepit penisku dengan habat. Rasa nikmat luar biasa menjalar ke seluruh tubuhku. Beberapa saat kemudian aku merebahkan diri di samping Wendy, seluruh tulangku terasa lepas dari persendiannya.

Anne bangkit dan membersihkan lelehan spermaku yang keluar dari vaginanya dengan tissue. Kemudian dia mengambil posisi berbaring di tengah, diantara aku dan Wendy. Anne mengecup bibirku, "That was great... I like it..." Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya, "I feel great too...". Sebenarnya aku masih ingin melanjutkan lagi, aku cuma butuh istirahat beberapa menit. Tapi Anne dan Wendy tampaknya sudah kelelahan dan butuh istirahat sehingga mereka langsung tertidur pulas. Maklum perbedaan waktu antara Sidney dan Jakarta adalah 4 jam, jadi kalau sekarang sudah jam 2 pagi buat mereka sama artinya dengan jam 6 pagi.

--------

Sekitar jam delapan pagi aku terbangun, kulihat kedua gadis Aussie masih tertidur lelap di balik selimut. Hanya dengan memandangi mereka tidur tanpa busana di balik selimut dan membayangkan kembali apa yang terjadi semalam membuat libidoku mulai naik lagi. Langsung kusingkapkan selimut yang menutupi tubuh Anne dan kujilati payudaranya dengan lembut. Anne terbangun dan langsung menanggapi, kamipun bergumul dengan ganas pagi itu dengan berbagai posisi hingga akhirnya spermaku tertumpah lagi di dalam vagina Anne. Setelah beristirahat sejenak, gantian aku memasukkan penisku ke dalam vagina Wendy yang tadi sempat bergabung. Seperti semalam, Wendy kembali memuncratkan cairan dari vaginanya beberapa kali pagi itu sebelum akhirnya akupun menumpahkan spermaku kembali di dalam vaginanya.

Kami keluar kamar untuk menikmati breakfast dan setelah itu keduanya bersiap-siap untuk check-out dari hotel. Sekitar jam satu siang aku mengantar mereka ke stasiun Gambir untuk membeli tiket ke Jogya. Anne dan Wendy masih mencoba merayuku untuk ikut ke Jogya bersama mereka, "Come on join us to Jogya...just for a couple days... we will give you the best night ever ..."Sayangnya tuntutan pekerjaan tidak memungkinkan aku ikut berlibur dengan mereka.




Tuesday, July 29, 2014

Kristin - Agen Properti Yang Cantik



Pagi itu aku ke kantor dengan perasaan riang gembira. Suasana di kantorku memang hari-hari belakangan ini agak ceria. Maklum perusahaan kami baru saja menang tender proyek yang lumayan besar di daerah Indonesia Timur. Sudah dipastikan semua staff dan karyawan bakal mendapat bonus tahunan yang lumayan akhir tahun nanti.

Kira-kira jam sembilan Mbak Amy, sekretaris bos, masuk ke ruanganku.

"Mas Doni, nanti jam sepuluh diminta ke ruangan Pak Herman ya... katanya penting..."
"Ok mbak, terima kasih... nanti saya kesana.."

Pak Herman bosku terkenal sangat disiplin, kalau dia bilang jam sepuluh, jangan pernah berani datang lewat satu menitpun. Maka kira-kira jam 09.55 aku sudah siap di depan ruangannya. Melihat aku datang Mbak Amy langsung menelpon Pak Herman,

"Mas Doni, langsung masuk aja, sudah ditunggu..."

Aku segera masuk, Pak Herman mempersilahkan aku duduk sementara dia masih menelpon istrinya. Setelah berbasa-basi sejenak menanyakan pekerjaan-pekerjaanku Pak Herman langsung mengutarakan maksudnya.

"Kamu dulu lama di Bandung ya..."
"Iya pak, dulu waktu kuliah... ada yang bisa saya bantu pak...?"
"Begini.. ibunya anak-anak pengen beli rumah di Bandung... kamu bisa bantu carikan?"
"Oh siap pak... mau di daerah mana dan kira-kira budget-nya berapa..."
"Coba kamu carikan di daerah Setiabudi atau Dago Atas.. pokoknya yang hawanya masih sejuk tapi akses ke kota nggak susah, terserah kamu, pasti lebih tahu.... kalau soal budget antara 4 sampai 5M gitu.."
"Siap pak, nanti hari Sabtu saya ke Bandung..."
"Jangan khawatir, ini bukan kerja bakti... nanti kalau sudah deal ada komisinya 2% buat kamu... sementara, ini kamu terima dulu buat pegangan selama di Bandung... kamu pasti perlu buat hotel dan transport... kalau kurang tinggal kamu kontak Amy biar ditambah... Ok..?"

Setelah menerima amplop dari Pak Herman aku meminta ijin untuk kembali ke ruanganku. Amplopnya cukup tebal juga, di luar ruangan Mbak Amy menggoda aku,

"Wah bisa nih ikutan makan siang..."
"Ok... siapa takut?...Nanti siang kita ke foodcourt ya...?"

---------------------

Pagi itu aku meluncur ke Bandung sendirian. Aku sudah menyiapkan daftar kandidat rumah-rumah yang sedang di jual, hasil browsing di internet dan iklan-iklan baris di koran. Rupanya ini pekerjaan yang cukup melelahkan karena aku harus melihat langsung kondisi rumah yang dicari. Pak Herman memang mempercayakan semua kepadaku tapi ia tidak mau kalau aku memberinya pilihan cuma berdasarkan foto atau iklan saja.

Setelah berkeliling melihat-lihat beberapa alternatif, akhirnya pilihanku jatuh pada sebuah rumah di daerah Setiabudi. Aku yakin sekali ini pilihan terbaik dan cocok dengan keinginan Pak Herman. Malam itu aku segera menghubungi kembali agen penjualnya, Kristin.

"Hallo Kristin, ini saya... Doni..., yang tadi siang lihat rumah yang kamu tawarkan..."
"Oh iya.. bagaimana pak.. sudah cocok..."
"Yah... mungkin... bagaimana kalau saya besok mau lihat lagi rumahnya, sambil kita bicara lebih detail soal harga atau kondisi-kondisi lainnya?"
"Ok pak, besok kita ketemu dimana?"
"Sambil aku traktir sarapan aja gimana? Di Pizza Hut yang di dekat Cipaganti sekitar jam sembilan pagi..."
"Baik pak...sampai ketemu besok..."

Esoknya seperti rencana semalam, kami bertemu di Pizza Hut. Kristin tampak cantik dan sangat ceria. Tidak seperti kemarin, hari ini Kristin banyak sekali bercerita tentang dirinya  Kelihatan sekali suasana hatinya sedang enak. Dia baru kerja dua bulan di bisnis properti dan belum satupun berhasil menjual rumah. Tapi kali ini dia punya harapan besar kalau bisa melakukan penjualan.

Dari penuturannya dia seorang fresh-graduate, baru lulus S-1 bidang ekonomi 6 bulan yang lalu. Sambil menunggu pekerjaan yang lebih cocok dia merintis karir di bidang properti. Kristin keturunan chinese, tingginya sekitar 160cm dengan ukuran tubuh yang sedang-sedang saja, kulitnya putih mulus seperti kebanyakan wanita chinese di Bandung, rambutnya lurus sebatas bahu, wajahnya manis dan punya lesung pipi kalau tersenyum.

Setelah aku membayar bill kami segera meluncur ke rumah yang ditawarkan. Di perjalanan Kristin terus mempromosikan rumah yang akan dijualnya. Kujelaskan kepadanya kalau yang berminat membeli rumah tersebut adalah bosku, tapi aku diberi kuasa penuh untuk memilihkan rumah yang cocok.

"Saya jamin deh pak.. bos bapak tidak akan kecewa, ini rumah pernah disewa orang bule selama 3 tahun.. tahu aja pak... orang bule nggak akan mau kalau rumahnya jelek... dan semuanya terawat baik, sudah direnovasi dan dicek semua nggak ada masalah.... nanti pak Doni lihat sendiri, rumahnya bersih luar dalam.. lantai duanya juga bagus sekali, ada teras di bagian belakang buat keluarga duduk-duduk santai sambil lihat pemandangan bagus... meskipun sekarang kosong, setiap hari ada orang yang membersihkan rumah dan halaman. Kalau soal harga, asal sudah serius nanti bisa nego langsung dengan yang punya, untuk sementara dia buka harga 4.7 M dulu lengkap dengan semua isinya..."

Aku hanya mendengarkan saja semua omongannya, dalam pikiranku Kristin sudah sangat berharap besar dia bisa melakukan penjualan perdana kali ini. Pasti dia mau melakukan apapun supaya berhasil, apalagi sudah dua bulan lamanya dia kerja keras tanpa memperoleh hasil apa-apa.

---------------

Kami sampai di rumah yang ditawarkan sekitar jam 11 siang dan langsung masuk ke dalam. Kemarin meskipun juga sampai ke dalam, aku memang hanya melihat sekilas saja karena tidak punya waktu lama. Tapi hari ini aku punya kesempatan untuk melihat lebih detail. Memang ucapan Kristin tidak berlebihan, rumah tersebut kondisinya sangat baik dan terawat. Halamannya cukup luas dan lokasinya juga sudah cocok dengan keinginan pak Herman.

"Kalau jam 11 yang beresin rumah sudah pulang pak, biasanya cuma sampai jam 10 pagi...."

Kurang lebih satu jam kami berkeliling di rumah tersebut memeriksa semua ruangan dan perabotan, semuanya memang bagus. Pak Herman pasti akan merasa beruntung bisa membeli rumah ini. Tapi aku berpikir bisa mendapatkan lebih dari sekedar komisi yang dijanjikan Pak Herman, mungkin Kristin bisa memberikan sesuatu kepadaku... Akhirnya kami beristirahat di teras lantai dua, duduk santai sambil menikmati hembusan angin segar di utara kota Bandung.

"Semuanya bagus, mudah-mudahan bos saya tertarik, tinggal keputusannya nanti apa mau mengambil rumah ini atau yang di Dago..." aku sengaja mulai memancing-mancing kekecewaan Kristin.
"Oooh.. jadi masih ada pilihan lain ya pak... saya kira sudah mantap mau yang ini....," terdengar suara Kristin seperti kecewa sekali, raut mukanya tampak berubah 180 derajat dan tubuhnya terlihat lemas.
"Tidak usah khawatir, saya akan rekomendasikan ke bos... tapi bagaimanapun pilihan bukan di saya.. bos yang punya duit.."
"Bantu Kristin dong pak... Kristin sudah dua bulan belum jual satu rumah juga.... ini harapan buat Kristin, bantu ya pak... khan katanya bapak yang diberi kuasa untuk menentukan mana rumah yang mau dibeli... ayolah pak....yakinlah rumah ini bagus... harganya juga masih bisa nego.. bos Pak Doni nggak akan kecewalah..."
"Ya saya bisa mengerti, tapi coba deh Kristin yakinkan saya, terserah bagaimana caranya, supaya saya merekomendasikan rumah ini ke bos...," kataku pura-pura bersimpati sambil memegang tangannya. Kristin terdiam, matanya menerawang jauh, tampaknya dia sedang berpikir keras.

"Pak Doni... bapak bantu Kristin supaya bos bapak beli rumah ini, nanti Kristin bagi sebagian komisi yang Kristin dapat, lumayan lho pak... bagaimana?"
"Ah... jangan, Kristin pasti butuh uang itu, lagipula saya juga sudah ada komisi dari bos...janganlah.. nggak adil rasanya kalau saya masih minta bagian komisi lagi dari kamu," kataku sambil meremas tangannya. Kristin kembali terdiam, tapi tampaknya dia mulai punya harapan melihat aku membuka diri untuk tawar-menawar. Wajahnya sedikit cerah dan matanya mulai berani memandangku dengan tatapan nakal menantang... Kemudian Kristin mendekatkan wajahnya.

"Gini aja pak.. nanti kalau bos pak Doni jadi beli rumah ini....mmm..... kita weekend ke Bali mau pak...? Terserah pak Doni mau ngapain aja.... Kristin yang traktir semua... kita menginap di Legian, " katanya dengan suara perlahan sambil tangannya menarik tanganku ke arah payudaranya. Aku agak terkejut dengan tantangan Krstin yang langsung to the point. Aku tidak menjawab, aku hanya menatap wajahnya sambil mulai meremas-remas payudaranya. Mata Kristin terpejam dan nafasnya mulai terdengar berat. Tak berapa lama kemudian Kristisn membuka matanya,

"Bawa kondom pak...? Kita lanjutin di kamar bawah yuk...?"
"Oh.. ada di mobil, sebentar aku ambil ya....?"

--------------

Kami berdua segera turun ke bawah, aku keluar menuju mobil untuk mengambil kondom sementara Kristin mempersiapkan kamar. Di dalam kamar kulihat Kristin sudah melepaskan baju atasan dan roknya, tubuhnya mulus sekali. Payudaranya yang tadi sempat kuremas tampak masih kencang di balik BH-nya.

Langsung kudekap badannya dari arah belakang dan kuciumi dengan lembut lehernya yang jenjang. Tubuhnya yang putih, mulus, wangi dan terawat baik membuatku tidak ingin melepaskannya. Tangan kiriku meremas payudara di balik BH-nya sementara tangan kananku masuk ke celana dalamnya. Kurasakan jariku menyentuh vaginanya yang ditumbuhi bulu tidak begitu lebat, belahannya terasa sudah basah, klitorisnya juga licin dan kenyal. Kristin mendesah-desah menahan nikmat sementara tangannya berusaha meraih penisku dan meremas-remasnya.

"Buka bajunya sekarang sayang.. aku sudah horny..." katanya sambil melepas BH dan celana dalamnya. Tanpa membuang waktu lagi aku juga langsung melepaskan seluruh pakaianku. Kristin kemudian berbaring di tempat tidur kingsize. Aku sempat tertegun sejenak, terpesona melihat kemolekan tubuh gadis belia ini, Tanpa sadar aku mengusap-usap penisku sendiri yang sudah mulai tegang. Melihat aku terdiam dan mempermainkan penisku sendiri, Kristin memberi isyarat dengan tangannya supaya aku segera ikut dengannya ke tempat tidur, "C'mon honey... I'm ready...."

Aku menghampiri Kristin, tangannya dengan cekatan meraih penisku dan memasukkannya ke dalam mulut. Kristin mengulum penisku dengan penuh birahi, kadang lidahnya menjilat-jilat dari pangkal sampai ujung. Tanganku tidak tinggal diam, melanjutkan apa yang tadi sempat kulakukan, kembali tanganku mempermainkan vaginanya. Dua jariku bergerak keluar masuk liang vaginanya sementara jempolku mempermainkan klitorisnya. Kristin mendesah keenakan sambil terus menjilati dan mengulum penisku. Aku gerakkan tanganku makin kuat sehingga membuat Kristin menggelinjang keenakan dan cairan vaginanya menetes keluar. "Oooh..mmmhh... mau pakai kondomnya sekarang sayang...?" Kristin kelihatan sudah mulai tidak tahan.

Begitu kondom selesai kukenakan Kristin langsung mendorongku. Aku pasrah dan menurut saja seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Kristin mengambil posisi di atas dan mengarahkan penisku ke dalam vaginanya. Perlahan dia turunkan pinggulnya sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya yang sudah basah. Uh gila... vaginanya sempit sekali... seperti masih perawan. Untung saja cairan vagina Kristin yang keluar cukup banyak sehingga penisku bisa lancar masuk ke dalam meski seperti dijepit rasanya. Kristin menekan pinggulnya dengan kuat ke bawah sehingga penisku menyentuh ujung vaginanya dan membuat Kristin setengah menjerit "Aagh..."

Mata Kristin terpejam dan mulutnya terus mendesah-desah sementara pinggulnya bergerak turun-naik dengan cepat. Ketika tanganku mulai mempermainkan payudara dan putingnya, Kristin makin lama makin menggila, kedua tangannya mencengkeram apapun yang bisa diraihnya. Kadang tangannya meremas kedua lengaku, kadang mencengkeram kasur tempat tidur, Kristin makin tidak bisa mengendalikan dirinya. Sensasinya sungguh luar biasa.

Dengan ritme cepat sepeti ini rasanya Kristin tidak akan bertahan lama. Benar saja, hanya butuh waktu kurang dari 7 menit Kristin mulai menggelinjang hebat dan menjerit meluapkan orgasmenya, "Aggh...ooh... aaaaaaaagh....." Tubuhnya yang mulai basah oleh keringat langsung terkulai lemas di atas tubuhku. Kubiarkan Kristin beristirahat merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasmenya selama beberapa saat sementara penisku masih keras tertancap di dalam vaginanya.

Tubuh gadis cantik yang putih dan mulus, yang tergolek di atas tubuhku, membuatku tergoda untuk melanjutkan. Kucumbu lembut bibirnya dan kubelai mesra rambutnya. Kristin merespon dengan mulai melumat bibirku dengan bibirnya yang tipis. Perlahan-lahan kulepaskan tubuh Kristin dan kubaringkan dia di sampingku. Kini gantian aku yang di atas, kusibakkan pahanya dan tampak belahan vagina Kristin yang basah sedikit membuka. Indah dan sungguh merangsang.

Langsung kubenamkan penisku yang masih keras ke dalam lubang vagina Kristin yang sudah menanti dipuaskan lagi. "Ooohh...," Kristin kembali mendesah saat penisku tertancap dalam di vaginanya. Kugoyangkan pinggulku naik-turun sambil berputar-putar dengan irama yang cepat sehingga membuat Kristin kembali menggelinjang. Tangannya mencengkeram keras punggungku. Rasanya kukunya melukai punggungku, tapi tidak begitu kupedulikan karena kenikmatan yang kurasakan dari jepitan vaginanya jauh melebihi semua rasa. Akhirnya puncak kenikmatan mulai mendekati kami, kupeluk Kristin erat-erat.

"Kristin... aku mau keluar sekarang sayang...mmmhhh... oooh.."
"Iya sayang... keluarin aja... Kristin juga mau keluar lagi... aaggghhh...ooh.... aaaaghhh"
"Agh.... Kristiiin...oooohhh...."
"Aaggh... I'm cummiiiiiiing honeyyyy....ooohhhh..."

Vagina Kristin terasa menjepit hebat penisku saat spermaku muncrat berkali-kali. Setelah gelombang orgasme luar biasa yang kami rasakan mulai mereda kami berpelukan melepas lelah. Kristin mengecup lembut bibirku dengan ringan.

"Enak sayang....?"
"Iya Kristin... kamu luar biasa...."
"Kita bisa begini lagi di Bali nanti.... mau khan?" katanya merayu dengan manja.
"Mau doong... aku usahain jadi deh..."
"Nah... gitu dong sayang... nanti aku servis yang lebih lagi... semalaman...."
"Beneran ya...? Tapi kalau akhirnya tetap nggak jadi juga gimana sayang...," kataku menggoda.
"Hmmm... ya boleh aja kita ke Bali... tapi kamu yang bayarin ya...," katanya sambil tertawa.

Tidak terasa hari sudah menunjukkan jam tiga sore ketika kami keluar dari rumah itu dengan perasaan puas. Aku mengantarkan Kristin pulang ke rumahnya di daerah Pasteur dan selanjutnya akupun langsung meneruskan perjalanan kembali ke Jakarta.

Seperti yang sudah kuduga, Pak Herman akhirnya setuju membeli rumah yang kupilihkan. Dia dan istrinya sangat puas. Aku sendiri sudah tidak ikut lagi ke Bandung untuk urusan itu. Tidak lama setelah proses jual-beli selesai Kristin menelponku menanyakan kapan aku punya waktu untuk weekend ke Bali. Dia bilang kalau bisa berangkat barengan dari Bandung hari Jumat malam supaya bisa menginap dua malam di Bali. Wow, ini pasti akan menjadi weekend yang luar biasa...


Sunday, July 27, 2014

Semalam Bersama Trainer Cantik



Setelah beberapa bulan aku bekerja di Jakarta, aku diutus oleh perusahaan untuk mengikuti workshop pengenalan produk-produk baru yang diadakan di daerah Puncak. Kami akan bermalam disana selama tiga hari bersama sekitar 30 peserta lain dari perwakilan kantor cabang di kota-kota lain. Dari kantorku yang diutus dua orang: aku dan Sinta. Buatku kegiatan ini tentu menjadi selingan yang menyenangkan dari pekerjaan rutin sehari-hari yang melelahkan.

Selama pelatihan peserta ditempatkan di hotel yang cukup nyaman, sekamar berdua. Tentu saja aku tidak dengan Sinta tapi dengan peserta pria lain, Joko wakil dari cabang kota Jogja. Secara umum pelatihan berjalan dengan menyenangkan, presentasi produk-produk baru dengan berbagai fitur yang canggih membuat peserta terus tertantang untuk mengikuti workshop hingga akhir. Tapi buatku yang paling menarik bukan itu, melainkan Ibu Dian, trainer cantik yang sekaligus manajer cabang di kota Semarang. Untuk ukuran wanita Ibu Dian cukup tinggi, mungkin sekitar 165cm, dengan postur tubuh yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk, bentuk payudaranya juga sedang-sedang saja. Taksiranku usianya kurang lebih sekitar 35 tahun. Tapi dari awal aku suka sekali dengan sikapnya yang anggun, cara bicaranya yang tegas tapi lembut, dan tentu saja wajahnya yang manis dan kulitnya yang putih. Semua peserta pria yang aku tahu setuju kalau Ibu Dian adalah primadona di workshop ini. Tapi statusnya sebagai seorang manajer dan sekaligus trainer di workshop ini membuat tidak ada yang berani bersikap kurang ajar kepadanya.

Kalau Ibu Dian memberikan presentasi, aku merasa semangat sekali, selalu aku berusaha mencari perhatiannya dengan banyak bertanya. Setiap kali 'break' aku selalu berusaha mendekati Ibu Dian dan mengobrol dengannya, mulai dari materi pelatihan sampai ke masalah-masalah lain. Setiap ada kesempatan aku mencoba memuji dan menyanjungnya, tentu dengan cara yang sehalus mungkin supaya tidak terkesan dibuat-buat dan sekedar cari perhatian. Siapa wanita yang tidak suka dipuji dan dikagumi? Akhirnya upayaku membuahkan hasil, aku dan Ibu Dian menjadi dekat, kami selalu menyempatkan ngobrol berdua setiap ada kesempatan. Ibu Dian dengan bangga menunjukkan foto-foto ketiga anaknya, yang tertua kelas 2 SMP dan yang terkecil masih kelas 3 SD... Tampak dia sangat sayang sekali dengan ketiga anaknya. Tapi tidak terlihat foto suaminya sama sekali.

"Foto bapaknya anak-anak mana bu...?" tanyaku.
 "Mm..kami sudah hampir tiga tahun ini cerai... sekarang jadi single-parent..."
"Oh maaf bu...."
"Ah nggak apa-apa...awalnya memang berat tapi lama kelamaan ya biasa aja kok..."
"Tapi saya juga lega bu... kalau saya dekat dengan ibu seperti sekarang nggak perlu takut ada yang cemburu ya bu..." kataku setengah bercanda.
"Maksud kamu apa..." tanya Ibu Dian dengan mata menggoda.
"Mmm...anu..mungkin saya bisa lebih dekat lagi dari yang sekarang ya bu he..he..he..."
"Ah kamu ini..banyak yang masih muda dan cantik kok malah mau dekat dengan yang lebih tua dan sudah punya anak tiga...ada-ada aja..., kamu tahu nggak, kalau saya perhatikan ada peserta yang sepertinya suka sama kamu, .itu tuh..yang rambutnya pendek...kalo gak salah namanya Sinta.."
"Oh..Sinta... dia itu teman kantor saya bu... kami memang dekat karena satu divisi tapi dia sudah ada suaminya, saya nggak mau ganggu dialah...nanti bisa panjang urusannya...."
"Oh I see....saya kira...hmm... kamu sendiri gimana...jangan-jangan sudah punya dua istri..."
"Ah ibu ini...saya pacar aja nggak punya..."
"Beneran nih...kalau gitu kita bebas yaa...he..he..he..," Ibu Dian tertawa kecil sambil mencubit lenganku, aku pura-pura kesakitan.
"Oh iya... supaya kita tambah akrab, kamu jangan panggil saya ibu kalau sedang berdua seperti ini... biar nggak kaku,,,panggil Dian aja ya...kalau di depan orang-orang atau di acara workshop aja kamu panggil saya ibu..."
"Ok deh bu..eh...Dian..."

----------------

Hari ini adalah hari terakhir pelatihan, jam 7 malam workshop ditutup dengan bagi-bagi sertifikat dan berfoto bersama. Setelah itu acara bebas sebelum kami pulang ke kota masing-masing esok hari. Setelah makan malam Joko, Sinta, dan teman-teman lain mengajakku ke diskotik. Mereka tahu kalau aku sedang dekat dengan Ibu Dian, "Ajak Ibu Dian sekalian biar kita hepi-hepi..." kata Joko. Tapi Ibu Dian tampaknya tidak begitu menikmati acara dugem semacam itu. "Ah..enggak ah aku lagi males... kami mau ngobrol di cafe aja..." kataku menolak halus.

Sampai jam 10 malam kami masih asyik ngobrol di cafe, semua peserta workshop sudah tidak ada lagi, hanya ada beberapa pasangan dan tamu hotel di cafe tersebut. Rasanya Ibu Dian semakin cantik dan menggairahkan malam itu. Dingin udara Puncak yang menusuk tidak terasa, tertutup oleh hangatnya pembicaraan kami. Pada beberapa kesempatan aku coba memancing-mancing suasana dengan mengungkapkan secara halus kalau aku menginginkan yang lebih dari biasanya. Ibu Dian tampaknya memberi sinyal kalau diapun demikian. Sebagai seorang janda yang sudah lama berpisah dari suami sangat normal kalau Ibu Dian menginginkan interaksi yang intim dengan lelaki.

Setelah aku benar-benar yakin Ibu Dian juga menginginkan hal yang sama dengan apa yang ada di benakku, aku beranikan untuk melangkah lebih jauh, Aku genggam tangannya dengan lembut, kuusap-usap punggung tangannya, "Dian..kamu cantik dan seksi sekali malam ini...besok kita berpisah, aku pasti kehilangan sekali. Kalau kamu mau kita lanjutin pertemuan di kamar yuk...aku mau lebih dari sekedar ngobrol... mm...aku mau peluk kamu... aku juga mau cium kamu...boleh kan... aku mau membelai kamu... aku mau bercinta dengan kamu malam ini... aku mau ini jadi malam yang spesial buat kita berdua sebelum kita berpisah..." kataku merayunya. Ibu Dian seperti yang sudah kuduga tidak menolak, "Kenapa enggak Don...aku juga mau, kamu tidur di kamarku aja malam ini ya...?" Mendengar jawaban tersebut langsung kukecup lembut bibirnya selama beberapa saat.

Seolah tidak ingin membuang waktu, setelah membayar bill Ibu Dian langsung mengajakku ke kamarnya di lantai lima. Tidak seperti para peserta workshop, sebagai seorang trainer dari perusahaan Ibu Dian mendapat jatah kamar sendiri, kelas eksekutif. Di dalam lift hanya kami berdua, aku dan Ibu Dian sudah tidak sabar menunggu sampai kamar, kami mulai bercumbu di dalam lift. Seperti ingin meluapkan hasrat yang lama terpendam, Ibu Dian langsung memainkan lidahnya dan meraba daerah selangkanganku. Aku langsung menyambutnya dengan menjulurkan lidahku sedalam mungkin untuk melayani permainan lidah Ibu Dian sementara tanganku meremas-remas payudaranya yang hangat dan lembut. Sayangnya tidak lama kemudian bel berbunyi menandakan kami sudah sampai di lantai lima.

Kami langsung bergegas menuju kamar Ibu Dian. Begitu tiba di kamar, Ibu Dian langsung mengajakku mandi bareng. Aku begitu takjub melihat kemolekan tubuh Ibu Dian yang masih tampak kencang dan sexy. Sambil bermandikan pancuran air hangat dari shower, aku menyabuni tubuh Ibu Dian dan Ibu Dian sebaliknya juga menyabuni aku. Tidak lupa kami saling merangsang organ sensitif masing-masing, aku meremas payudara Ibu Dian sementara Ibu Dian terus meremas dan mengocok-ngocok penisku yang sudah sangat tegang.

"Kita ke tempat tidur sekarang ya Don... punyamu sudah keras...aku kepengen banget ngerasain punya kamu..."
"Iya sayang... aku juga... aku mau jilat punya Dian ya..."

Aku rebahkan tubuh Ibu Dian di tempat tidur, kukangkangkan kaki Ibu Dian sehingga belahan vaginanya yang tertutup bulu-bulu agak tebal tampak terlihat kemerahan. Tidak tahan melihat pemandangan erotis yang sangat merangsang syahwat, aku langsung menjilati vagina Ibu Dian yang sudah basah oleh lendir. Ibu Dian mengerang keenakan dan kakinya terasa bergetar menahan nikmat, Libidonya yang terpendam mulai menemukan jalan keluar untuk dipuaskan, hanya beberapa menit setelah kujilati vaginanya Ibu Dian sudah mulai tidak bisa menahan diri.

"Oh...aaah... Doni...enak banget...aduuuh... udah lama aku nggak ngerasain yang kayak gini...aduuuh...mmmhhh...terus Don...."

Desahan Ibu Dian membuatku tambah semangat, sambil terus kujilati vagina dan klitorisnya, tanganku juga meremas-remas payudara Ibu Dian yang kenyal. Tidak berapa lama kemudian Ibu Dian mulai bergerak tidak terkontrol saat aku menghisap-hisap dan mempermainkan klitorisnya dengan lidahku. Tangannya mencengkeram keras kepalaku.

"Aduh Don...mmh... aku nggak tahan... mau keluar... aduuuh...."
"Keluarin sayang...keluarin aja.... biar puass..."
"Aaaagh...addduuuh...mmhhh... ooohh....... ooohhhh... Doniiii....aghh..."

Ibu Dian menggelinjang hebat sambil menekan kepalaku lebih keras. Tidak berapa lama kemudian Ibu Dian terkulai lemas tanda sudah menikmati orgasmenya. Vaginanya semakin merah dan basah oleh cairan orgasme. Mata Ibu Dian terpejam sementara mulutnya sedikit membuka seolah masih menikmati sisa-sisa orgasmenya. Aku kecup ringan bibirnya. Tidak berapa lama kemudian Ibu Dian membuka mata dan tersenyum nakal.

"Sekarang gantian aku yang isep punyamu ya Don..."
"Iya sayang.. aku juga sudah pengen...."

Ibu Dian langsung bangkit dari tidurnya dan memposisikan dirinya di antara selangkanganku. Dikulumnya penisku yang sudah mengeras sejak tadi. Ibu Dian cukup mahir juga melakukan blow-job, sambil mulutnya menghisap penisku lidahnya terus melilit-lilit kepala penisku dan sesekali dia menjilat-jilat seluruh batang penisku lalu mempermainkan lubangnya sambil tangannya meremas-remas buah pelirku dengan lembut sehingga membuat seluruh tubuhku bergetar menahan rasa nikmat.

"Aduh Dian... enak sayang... kamu pintar sekali... aku belum pernah ngerasain yang kayak gini sayang.....beneran.. enak banget sayang...uuuh...."

Ibu Dian hanya tersenyum mendengar pujianku, blow-jobnya makin menggila membuat penisku terasa mengeras lebih dari biasanya. Boleh dikatakan aku sangat jarang bisa orgasme dengan oral-sex seperti ini, selama beberapa tahun terakhir bisa dihitung jari mungkin. Dan itupun biasanya setelah waktu yang lama, di atas 15 menitan. Tapi blow-job Ibu Dian memang luar biasa, tidak sampai 5 menit aku mulai merasakan getaran-getaran yang menandakan akan datangnya orgasme.

"Dian... kayaknya udah mau keluar...aduuuh... enak banget....ahhh... Diaan..."
"Mmh...keluarin sayang... keluarin aja... aku tampung di mulut... "
"Agh... Diaaaan...aduuuh.. nggak tahan... agggh... aghh....oooooooohhh....."

Cret..cret.. terasa penisku menembakkan seluruh muatannya ke dalam muliut Ibu Dian yang terus menghisap hebat penisku. Seluruh badanku terasa bergetar dan terbang melayang entah kemana... Belum pernah aku merasakan blow-job senikmat ini. Ibu Dian masih terus menghisap penisku yang sudah kehabisan amunisi, dia tampak juga sangat menikmati. Ibu Dian baru melepaskan penisku setelah benar-benar lemas dan kehabisan tenaga. Sebagian besar spermaku tampak ditelannya, hanya ada sedikit sisa-sisa sperma yang menetes dari bibirnya. Setelah membersihkan sisa-sisa sperma di sekitar mulutnya Ibu Dian berbaring di sampingku dan mengecup bibirku. Kami berpelukan sambil memulihkan tenaga yang terkuras.

Tidak berapa lama kemudian tenagaku terasa mulai pulih. Dekapan hangat tubuh telanjang Ibu Dian membuat libidoku mulai naik lagi. Tanganku mulai merayap ke arah selangkangannya dan jari-jariku mempermainkan celah vagina Ibu Dian yang hangat dan terasa masih basah oleh lendir. Ibu Dian merespon dengan meremas-remas penisku yang juga mulai menegang.

"Masukin ya Don...aku pengen ngerasain punya kamu di dalam, bawa kondom kan?"
"Ah.. maaf, aku nggak bawa... nggak apa-apalah, nanti di keluarin di luar..."
"Yah... aku lebih suka dikeluarin di dalam tapi pake kondom... lebih terasa..."
"Mmm... ok.. kalau begitu aku ambil dulu ke kamar ya..."
"Jangan lama-lama... aku tunggu ya sayang....."

Aku segera berpakaian dan bergegas menuju kamarku. Sampai di depan kamar aku memasukkan kunci dan membuka pintu. Tapi rupanya Joko memasang gerendel pintu dari dalam sehingga pintu kamar tidak bisa sepenuhnya terbuka.

"Joko..Joko... tolong bukain pintu,, kenapa dikunci dari dalam sih... ini aku... "
"Ooh... bentar Don...aduuh... aku kira kamu nggak tidur disini..."

Sepintas kulihat bayangan Joko melompat dari tempat tidur, suara Joko terdengar agak panik. Dan setelah itu sepertinya dia berbisik-bisik entah dengan siapa lalu kudengar suara kaki bergerak terburu-buru seperti setengah berlari. Tampaknya ada orang lain di kamar itu selain Joko. Pintu terbuka dan tampak Joko dengan t-shirt dan celana yang agak berantakan seperti terburu-buru dipakai. Langsung aku sadar kalau Joko tengah membawa seorang wanita di kamar.

"Ada siapa di kamar Jok? Udah bilang aja.. nggak apa-apa kok, aku nggak tidur di sini malam ini, cuma mau ngambil barang di tas aja...," kataku sambil melirik ke arah kamar mandi yang tertutup.

Joko cuma cengar-cengir malu-malu sambil mengetuk kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka dan tampaklah Sinta yang tersenyum kecut malu-malu dengan pakaian seadanya, wajahnya agak pucat seperti maling tertangkap basah. Aku langsung mengerti situasinya, tanpa banyak kata-kata aku langsung mengambil sekotak kondom di tasku dan keluar dari kamar.

"Ok Joko, Sinta, kita ketemu besok di tempat sarapan ya... enjoy yourself... aku mau tidur di kamar Ibu Dian malam ini...."

Joko tampak merasa lega, tapi Sinta terlihat masih tegang. Dia tahu kalau aku kenal suaminya dan tentu sangat khawatir kalau-kalau aku memberitahu suaminya perihal perselingkuhan ini. Tapi aku tidak terlalu memikirkan soal itu, yang terpikir saat itu hanya keinginanku untuk segera menikmati tubuh Ibu Dian.

Kuketuk kamar Ibu Dian, dan ia langsung membukakan pintu. Ibu Dian tampak mengenakan daster.

"Ih.. aku kira nggak balik..., " katanya manja.
"Mana mungkin nggak balik sayang.... aku pengen banget making-love dengan kamu malam ini... nggak mungkinlah acara puncak malah dilewatkan... bisa nyesel aku..."

Langsung kucumbu bibir Ibu Dian dengan penuh nafsu. Tanganku mengangkat dasternya dan meremas-remas pantat Ibu Dian yang montok. Ternyata Ibu Dian tidak memakai apa-apa di balik dasternya. Aku segera melepas seluruh pakaianku sementara Ibu Dian juga melepaskan dasternya dan mengajakku ke tempat tidur, kami kembali bercumbu dengan hangat sambil saling meremas-remas.

"Mmmhh... pisangnya sudah keras... mau dimasukin sekarang?" tanya Ibu Dian.
"Iya.. mau.. tapi bentar aku pake kondom dulu..."
"Jangan... nanti aja kalau sudah mau keluar, sekarang langsung dimasukin aja...biar lebih terasa... "

Langsung kubuka paha Ibu Dian dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang tampak basah. Bleessss...dengan sentakan lembut penisku terbenam di dalam lubang vagina Ibu Dian yang hangat. Mata Ibu Dian terpejam dan mulutnya berdesah-desah menahan nikmat. Sambil terus menusukkan penisku berulang-ulang aku menjilati leher dan telinga Ibu Dian sambil tanganku meremas-remas payudaranya sehingga membuatnya menggelinjang. Beberapa menit kemudian kami berganti posisi. Ibu Dian membalikan badannya dan mengambil posisi nungging. Belahan vaginanya tampak jelas dan sangat mengundang birahi. Langsung kuarahkan penisku masuk ke dalam liang vagina Ibu Dian. Tampaknya dia sangat menikmati posisi ini, tidak henti-hentinya mulut Ibu Dian berdesah-desah mengekspresikan kenikmatan yang dirasakannya setiap kali aku menusukkan penisku.

"Oooh...aaahhh...mmh... Doni... mmhh.... aaahhh... mmmhhh.... ooohh... tusuk yang kuat sayang... enak... ooh... rasanya punya Doni mentok sayang... aduh... enak banget... aaaahhh..."

Setelah kurang lebih lima menitan dalam posisi ini kamipun berganti posisi lagi. "Gantian aku yang di atas ya... ," kata Ibu Dian. Dalam posisi ini Ibu Dian semakin menampakkan keganasannya. Seolah tidak mau kehilangan penisku, Ibu Dian terus menggiling-giling penisku yang tertancap dalam di vaginanya dengan ganas tanpa sedikitpun melepaskan cengkeramannya. Liang vagina Ibu Dian terasa kuat menjepit penisku. Aku hanya bisa pasrah menikmati sensasi luar biasa vagina seorang janda yang haus kenikmatan sambil tanganku terus meremas-remas payudaranya yang menggantung indah.

"Aduuhhh Doni... enak.. aahh..aku bisa keluar sebentar lagi...."
"Iya sayang aku juga mulai nggak tahan..."
"Mau pake kondom sekarang sayang...? Biar bisa dikeluarin di dalam...."

Aku mengangguk, Ibu Dian langsung melepaskan penisku dari cengkeraman vaginanya dan berbaring di sampingku. Setelah kupasang kondom langsung kumasukkan panisku kembali ke lubang vagina Ibu Dian yang sudah makin merah menanti untuk dipuaskan. Kami berdua sudah betul-betul dekat dengan puncak kenikmatan. Ibu Dian yang kini ada di posisi bawah menggelinjang hebat setiap kali aku menusukkan penisku dalam-dalam. Akupun merasakan gelombang orgasme sedang mulai terbentuk, aku menusukkan penisku makin cepat dan makin dalam sehingga menimbulkan suara kecipak yang berirama.

"Ahh... Doniii... aku mau keluaaar.... mmmh Doni... addduuuuh...yang keras... terusss...teruuuss... aduuuhhh... ooohhh...aaaaggghhhhh......."
"Ooh Dian...aahh...aku keluaarrr sayang...... aaaghhh...aagghhh"

Srr...srr... terasa penisku memuntahkan sperma. Aku langsung terkulai lemas di atas tubuh Ibu Dian yang juga lemas setelah merasakan orgasmenya. Kulepaskan penisku yang mulai melemas karena tenaganya terkuras oleh kenikmatan orgasme yang luar biasa. Ibu Dian langsung meraih penisku dan melepaskan kondom yang membungkusnya, diamatinya sejenak spermaku yang tertampung di dalamnya sebelum di buang ke tempat sampah.

"Hmm.. banyak juga ya.... "
Aku cuma tersenyum, "Iya... memangnya kenapa...?"
"Nanti mau lagi...?" tanya Ibu Dian manja menggoda.
"Boleh... tapi istirahat dulu ya... "

Setelah beristirahat sambil berpelukan selama kurang lebih 15 menit, Ibu Dian kembali mengajakku untuk melanjutkan permainan. Kamipun kembali bergumul dengan berbagai posisi sampai kami berdua akhirnya terpuaskan dan betul-betul merasa lelah.

Aku terbangun kira-kira jam setengah delapan pagi dan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Aku bangunkan Ibu Dian dengan mengusap-usap vaginanya yang terasa hangat sambil menciumi lehernya. Pagi itu kami bercinta lagi dua kali, sekali di tempat tidur dan berikutnya di kamar mandi. Tapi karena kehabisan kondom, yang di kamar mandi spermaku kukeluarkan di luar. Benar-benar kami berdua merasa puas. Workshop yang diadakan perusahaanku kali ini betul-betul sangat berkesan buatku, dan mungkin juga buat Ibu Dian. Sebelum kami berpisah Ibu Dian memintaku untuk datang ke Semarang jika ada waktu. Dia memberiku kartu nama dan menuliskan sebuah nomor HP tambahan di baliknya. "Ini nomor khusus urusan pribadi dan keluarga...," kata Ibu Dian. Tentu saja aku tidak menolak tawaran luar biasa ini.

Tuesday, May 13, 2014

Threesome Bersama Mbak Mar Dan Temannya



Sabtu sore itu aku berkunjung ke rumah Tante Nani. Sengaja kupilih Sabtu awal bulan karena biasanya Tante Nani dan Om Hadi sekeluarga pergi berlibur ke villanya dan aku bisa menikmati kehangatan tubuh Mbak Mar yang montok semalaman.. Aku sudah siapkan koleksi VCD porno untuk meningkatkan kadar libido. Benar saja, saat aku datang ke rumahnya, kulihat mobil BMW Om Hadi sudah tidak ada. Langsung saja aku buka pintu pagar dan memarkirkan motorku di dalam garasi. Mendengar aku masuk, Mbak Mar langsung menyambutku, "Eh, Mas Doni...ayo masuk mas...Bu Nani dan Pak Hadi seperti biasa...liburan ke villa, baru pulang besok sore..." katanya sambil tersenyum nakal penuh arti.

Pintu pagar kukunci untuk memastikan tidak ada orang yang masuk. Begitu masuk ke dalam rumah langsung kedua payudara Mbak Mar kuremas dengan gemas dan lehernya kujilati,

"Mhh...Mbak Mar sayangku..aku dah nggak sabar nih ...."
"Uuuh...sabar dulu mas...," kata Mbak Mar setengah berbisik sambil mencoba menjauhkanku.
"Lho...kenapa?" kataku heran, karena biasanya Mbak Mar langsung menyambut.
"Anu..ada temanku datang..dia ada di dalam...jadi kita mainnya nanti aja kalau dia udah pulang...udah dari tadi kok..paling sebentar lagi juga pulang"
"Oops maaf mbak...aku nggak tahu..."
"Nggak apa-apa..ayo aku kenalin...."

Di dalam kulihat tidak ada siapa-siapa, "Lho mana temannya mbak?" tanyaku. "Oh...mungkin sedang sholat di kamar.. tunggu aja."  Tidak berapa lama kemudian muncul seorang wanita dari kamar Mbak Mar, kurang lebih usianya seumuran mbak Mar, mungkin sekitar 35 atau 36 tahun, tapi tubuhnya lebih langsing dan wajahnya terlihat manis meski berjilbab. Mbak Mar memperkenalkan temannya kepadaku, namanya Mbak Ningsih, sama sama orang Pekalongan. Kata Mbak Mar dulu Mbak Ningsih ini cewek paling cantik di sekolahnya. Menurutku, sekarangpun kecantikannya masih tampak jelas terlihat. Kebetulan dia datang ke Bandung karena adik suaminya menikah dengan orang Bandung. Sementara suaminya sibuk dengan acara keluarga, dia menyempatkan mampir ke tempat Mbak Mar, teman lamanya. Selanjutnya kami bertiga mengobrol sambil nonton acara TV, tentu saja aku lebih banyak sebagai pendengar yang baik dan komentator.

Tiga jam sudah berlalu tidak ada tanda-tanda Mbak Ningsih berniat pulang. Malah kelihatannya makin malam obrolan Mbak Ningsih dan Mbak Mar makin seru, maklum mereka dulu cukup akrab dan sudah lama tidak bertemu.

"Mar, nggak terasa ya kita ngobrol, sekarang udah jam 9 lebih, kalau begitu aku tidur sini aja ya malam ini...lagipula males dengan suamiku, di tempat adiknya rame banget...acara akad nikahnya udah beres tadi pagi trus nggak ada apa-apa lagi, paling aku besok pagi aja harus pulang, soalnya sorenya ada resepsi, nggak apa-apa khan...toh nggak ada siapa-siapa lagi di rumah..."
"Oh..gitu..ya nggak apa-apa sih..aku seneng-seneng aja kita bisa ngobrol lagi...tapi apa nggak dicari suamimu?" Mbak Mar terlihat pura-pura senang. "Ah biarin aja..aku udah bilang kalau mau ketemu kamu kok,.."

........................................

Duh..sialan...bakalan batal nih rencanaku menikmati tubuh Mbak Mar yang montok. Aku pergi ke dapur dan memanggil Mbak Mar, pura-pura perlu sesuatu.

"Wah... mbak..kayaknya nggak jadi rencana kita malam ini...kalau gitu aku pulang aja ya? Kapan-kapan aja kalau pas om dan tante pergi ke villa lagi..." kataku setengah berbisik
"Yaah...sayang banget...padahal Mbak udah kepengen banget...maklum udah sebulan kita nggak begituan...kalau bisa Mas Doni nginep juga aja.... khan banyak kamar yang kosong...besok pagi kalau temanku sudah pulang kita bisa main...gimana? Atau nanti kalau temanku sudah tidur aku ke kamar Mas Doni...," katanya setengah berharap sambil tangannya mencubit pantatku dan meraba penisku.

Aku mulai ragu-ragu..., Mbak Mar masih terus mendesakku, "Ayolah Mas Doni...nginep sini aja, nanti aku bikinin nasi goreng istimewa kesukaan Mas Doni..."

Tiba-tiba terlintas pikiran mesum di otakku, "Mbak...aku mau deh nginep sini, tapi selain dapat nasi goreng gimana kalau kita ajak Mbak Ningsih ikutan main bertiga? Dia mau nggak kira-kira...?"

"Iiihh kamu ini nakal banget...Mbak Ningsih itu masih ada suaminya lho..."
"Tapi khan suaminya nggak tahu dan nggak akan curiga...gimana mbak?..Kita coba ajalah..ngak ada ruginya...kalau dia nggak mau ya udah ga apa-apa...kita main berdua besok pagi..."
"Mmm...ya terserah Mas Doni...tapi gimana caranya...? Mbak malu ngomongnya...takut dia nggak mau dan tersinggung sama Mbak Mar...jadi malah repot nanti..."
"Udah tenang aja..itu urusan saya..., Mbak Mar pura-pura kasih ide ganti acara TV dengan nonton VCD..aku bawa banyak VCD yang hot....selanjutnya kita lihat nanti..."

Kemudian kami kembali ke ruang TV menemani Mbak Ningsih yang masih asyik nonton. Sesuai janjinya Mbak Mar membuatkan kami nasi goreng istimewa. Dan sambil makan Mbak Mar mulai dengan rencana kami, "Ah.. bosen ya... nonton TV terus, acaranya nggak ada yang bagus... coba Mas Doni lihat di rak itu ada film yang bagus nggak...?" Aku segera pura-pura memeriksa rak yang dimaksud,

"Ah...nggak ada mbak, kebanyakan film kartun....nggak serulah...masak nonton film kartun...tapi aku bawa film untuk orang dewasa...Mbak Mar mau?"
"Maksudnya film dewasa..film apa sih..."
"Ya gitulah...film yang ada adegan hotnya....yang jelas bukan untuk anak-anak...," kataku sambil tertawa kecil.

Terlihat Mbak Mar membisikkan sesuatu ke telinga Mbak Nining, mereka berdua tertawa cekikikan.
"Gimana Ning...kita nonton VCD aja biar seru... sekali-sekali khan gak apa-apa..."
"Ah..terserah kamu aja Mar...toh nggak ada yang masih di bawah umur disini..."

Melihat lampu hijau, langsung kukeluarkan 4 keping VCD porno koleksiku, sengaja kupilih yang ada adegan threesome-nya. Kami bertiga menikmati tontonan video panas di sofa, Mbak Mar di tengah sementara aku di sebelah kanannya dan Mbak Ningsih di sebelah kirinya. Biar suasana mendukung, beberapa lampu sengaja kumatikan supaya cahaya ruangan jadi agak remang-remang. Selanjutnya adegan hot dan suara-suara desahan nikmat di layar TV 32 inch terus memenuhi ruangan dan membuat suasana mulai memanas dan membangkitkan kemistri libido. Mbak Ningsih awalnya menonton dengan canggung dan malu-malu, akhirnya ia melepaskan jilbabnya karena mulai merasa kegerahan. Sementara itu Mbak Mar posisi duduknya terus berubah-ubah, tangan kirinya mulai meraba-raba payudaranya sendiri dan tangan kanannya mengusap-usap daerah selangkangannya. Akupun juga terangsang hebat, kedua tanganku berganti-gantian meremas penisku yang terasa sangat keras dan siap meledak.

Dua keping VCD sudah selesai kami tonton, di VCD ketiga Mbak Mar mulai kehilangan kontrol. Dia membuka retsleting rok dan melepaskannya. Dimasukkannya tangan kanannya ke dalam celana dan jari-jarinya mulai mempermainkan klitoris dan vaginanya sendiri sambil terus mendesah-desah menahan nikmat. Melihat itu aku sendiri jadi nggak tahan untuk tidak bereaksi, tanganku langsung meraba payudara Mbak Mar yang montok dan meremasnya.

"Mbak, aku nggak tahan mau pegang teteknya ya..."
Mbak Mar hanya pasrah sambil terus mendesah-desah makin keras saat tanganku meremas-remas dadanya dan mempermainkan kedua putingnya.

"Mmhh..sorry ya Ning..aku nggak tahan...uuhh...."
"Ah nggak apa-apa Mar, kamu khan udah lama janda, pasti kepengen begituan...aku ngerti kok...aku aja yang masih punya suami rasanya kepengen juga...tapi malu...hi..hi..hi..."
"Kamu kalau kepengen nggak apa-apa juga Ning...aku nggak akan bilang suamimu...cukup kita aja yang tahu..."
"Ah..kamu ini ada-ada aja..."

Langsung aku melepaskan baju dan BH Mbak Mar. sekarang dia tergolek di sofa hanya terbalut celana dalam warna krem yang tampak mulai basah oleh cairan vaginanya.Akupun melepaskan baju dan celanaku sehingga tersisa hanya celana dalam saja. Kujilati dan kuremas seluruh payudara Mbak Mar yang momtok, putingnya kupermainkan dengan lidah dan kuemut-emut dengan penuh nafsu sehingga membuat Mbak Mar menggelinjang keenakan. Kupelorotkan celana dalam Mbak Mar sehingga vaginanya yang penuh ditumbuhi bulu-bulu tampak jelas meski dalam ruangan yang remang-remang. Sementara mulut dan lidahku terus mempermainkan payudaranya, jari tangan kananku kuselipkan ke dalam celah vagnanya yang sudah basah penuh lendir birahi. Tiga jariku masuk ke dalam vaginanya dan terus kegerakkan keluar-masuk dengan irama yang semakin lama semakin cepat.

Mbak Ningsih yang berada tepat disebelah Mbak Mar, tampak sangat gelisah dan salah tingkah, kadang tanpa sadar tangannya meraba-raba payudara dan daerah selangkangannya. Maklumlah, Mbak Ningsih juga manusia normal yang pasti terangsang melihat adegan panas dan desahan-desahan erotis berlangsung di depan matanya. Sementara itu Mbak Mar yang tergolek pasrah mulai merasakan puncak kenikmatan, nafasnya tersengal-sengal, dan lenguhannya makin kuat. Tangan kirinya meremas tangan Mbak Ningsih sementara tangan kanannya meremas-remas kepalaku. Merasakan Mbak Mar sudah mulai orgasme tanganku kumasukkan semakin dalam dan kugerakkan semakin cepat.

"Ah..Mas Doni..terus mas...terus..mas..terus sayang... enak banget..ahh..ahh..aaaaaahhh"

Badan Mbak Mar bergetar hebat dan pinggulnya berkedut-kedut merasakan kenikmatan orgasme pertamanya malam itu. Tak berapa lama kemudian tubuh Mbak Mar terkulai lemas tanpa tenaga.Setelah beristirahat mengumpulkan tenaga sebentar, Mbak Mar langsung bangkit dan gantian dia memelorotkan celana dalamku, langsung tanpa basa-basi dikulumnya penisku yang sudah mengeras sejak tadi. Dijilatinya seluruh penisku, mulai dari kedua biji salak di bagian bawah lalu lanjut ke seluruh batang penisku, akhirnya ke bagian kepala penisku. Sambil mulutnya mengulum, tangannya juga tidak berhenti meremas-remas.

"Udah keras banget...masukin ya sayang... Mas Doni bawa kondom khan?"

Aku mengangguk.
Mbak Mar lalu merebahkan diri di karpet depan TV, kepalanya di dekat TV sementara kedua kainya mengangkang menghadap ke sofa.

"Ning...nggak apa-apa khan kalau aku main di depanmu?"
"Nggak apa-apa...terusin aja..."
"Mau ikutan...? Kita main bertiga yuk...seperti yang di film tadi... kapan lagi kita bisa main dengan anak muda? Ntar nyesel lho....."

Mbak Ningsih hanya tersenyum, tapi jelas tampak ada keraguan di wajahnya, antara mau dan malu.

"Ya udah...kamu lihat aja dulu ya Ning.. aku main dengan Doni dulu, nanti kamu kalau mau gabung langsung aja ya...gak usah malu-malu, cuma kita aja yang tahu... Kami sebenarnya sudah sering kok, udah hampir setahun... Kalau cuma 3 ronde semalem dia ini sanggup kok, maklum masih mahasiswa, jadi jangan takut nggak kebagian...hi..hi..hi...iya khan Mas Doni?"

"Ah bisa aja Mbak Mar ini,... kalian ajalah...aku disini aja..."
Langsung kuposisikan diriku diantara selangkangan Mbak Mar, penisku kuarahkan ke lubang vaginanya yang basah. Dengan perlahan tapi pasti kumasukkan batang penisku ke dalam vagina Mbak Mar yang melenguh keenakan, "Oohhh...Mas Doni...masukin yang dalam mas..."

Kami yang sudah terangsang hebat sejak menonton VCD tadi tidak membuang-buang waktu, langsung kegenjot pinggulku dengan cepat sehingga penisku keluar-masuk vagina Mbak Mar dengan suara kecipak yang heboh. Sementara Mbak Mar yang 'horny' berat juga menanggapi dengan menggoyang-goyangkan pantatnya naik-turun. Suara TV yang sekarang terasa mengganggu kenikmatan persetubuhan kami segera kukecilkan. Kupeluk erat tubuh Mbak Mar yang montok, payudaranya yang besar dan mengganjal menambah rasa nikmat pelukan kami. Sementara itu lidahku terus menjilati leher dan telinga Mbak Mar sehingga membuatnya makin terangsang dan gerakan pantatnya makin bersemangat. Sesekali kedua lidah kami juga saling beradu.

Setelah beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini aku yang di bawah, dan Mbak Mar di atas.Tidak berapa lama dalam posisi ini Mbak Mar mulai merasakan puncak kenikmatan. Terpengaruh kemistri libido Mbak Mar yang memuncak, akupun juga merasakan hal yang sama. Tapi nikmatnya vagina Mbak Mar terpaksa kuhentikan sejenak untuk memasang kondom sebelum terlanjur jebol dan jadi masalah. Begitu kondom terpasang, Mbak Mar tidak sabar langsung memasukkan lagi penisku ke dalam vaginanya. Tidak sampai satu menit kemudian Mbak Mar mulai mengguncang-guncangkan pinggulnya dengan hebat, vaginanya terasa makin menjepit penisku dan tangannya mencengkeram erat dadaku.

"Aduuh Mas Doni..Mbak mau keluar lagi...aah...aaahhh..."
"Ayo mbak, kita barengan, aku juga udah mau keluar...mmhhh...ooohh..."

Mbak Mar mengedutkan pinggulnya berkali-kali dengan kuat, seluruh badannya bergetar menahan nikmat orgasmenya yang kedua. Akupun tidak tahan menahan laju sperma yang menyembur....crett..crett.... sehungga kami berdua mengerang keenakan selama beberapa saat. Akhirnya Mbak Mar merebahkan tubuhnya yang lemas ke dadaku, kami berpelukan selama beberapa saat.

Tak berapa lama kemudian Mbak Mar bangkit sambil mengeluarkan penisku yang mulai sedikit lemas kelelahan, dilepaskannya juga kondom dan diperiksanya, "Wow..banyak banget pejunya...mudah-mudahan stoknya masih banyak untuk malam ini..hi..h..hi..."

................................................

Kulihat Mbak Ningsih masih terduduk di sofa, tapi tampaknya pakaiannya sudah agak berantakan, Kancing bagian atasnya terlihat ada beberapa yang terbuka, demikian juga rok panjangnya tampak sedikit terangkat. Entah apa yang dilakukannya selama kami asyik bersetubuh di depan matanya. Mbak Mar duduk menghampiri Mbak Ningsih dan mulai merayunya untuk ikut bergabung.

"Ayo Ning..ikutan gabung...dijamin enak lho...kamu pasti kepingin seperti aku tadi, iya khan...? Pasti puas deh.... Pokoknya aman, aku nggak akan bilang ke suamimu kok, ayo... kapan lagi nyobain daun muda., nikmati pengalaman baru mumpung lagi di Bandung...nanti nyesel lho....kalau udah di Pekalongan kamu nggak bisa macem-macem lagi...."

Mbak Ningsih tampak sekali masih ragu-ragu, berkali-kali dia mencoba menolak, tapi Mbak Mar terus mendesak dan merayu hingga akhirnya dia menyerah juga. "Bener ya... jangan kasih tau suamiku..." tanyanya ke Mbak Mar. Dengan dibantu Mbak Mar dia membuka sekuruh pakaiannya. Tubuh Mbak Ningsih tampak begitu sexy tergolek di sofa tanpa busana. Badannya lebih langsing dari Mbak Mar dan payudaranya tidak besar tapi cukup proposional dengan postur tubuhnya dan masih cukup kencang. Ditambah wajahnya yang manis...perfect. Tidak ada yang percaya kalau tubuh se-sexy itu sudah punya tiga orang anak. Sementara itu di bagian selangkangan bulu-bulu kemaluannya tidak selebat Mbak Mar sehingga belahan vaginanya samar-samar cukup terlihat meski dalam cahaya remang.

Kudekati Mbak Ningsih yang masih tampak malu-malu, kedua tangannya mencoba menutupi payudara dan vaginanya. Terlihat dia canggung sekali harus telanjang di depan lelaki yang bukan suaminya. Aku mencoba mencairkan suasana dengan memuji tubuhnya,

"Mbak Ningsih ternyata masih sexy ya...kayak masih gadis aja...nggak kalah dengan teman-temanku di kampus.... .bisa-bisa aku nggak tidur semaleman nih..."
"Ih...emangnya mau main berapa kali...mentang-mentang anak muda..."
"Sekuatnya Mbak Ningsih aja....maunya berapa kali...punyaku pasti bisa bangun terus kalau dekat Mbak Ningsih yang sexy...."

Mbak Ningsih tertawa kecil menanggapi godaanku, kekakuannya sedikit mencair. Langsung kuciumi lehernya dan kuremas-remas payudaranya yang padat. Awalnya masih agak kaku dan canggung, mungkin ini pertama kalinya dia main dengan lelaki selain suaminya, tapi lama-kelamaan Mbak Ningsih mulai menikmati. Tangannya mulai meraba-raba penisku yang mulai menegang lagi. Dan ketika aku mencoba mencium bibirnya diapun menanggapi. Kami berciuman dengan hangat, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit. Kuraba selangkangannya, vagina Mbak Nining terasa sudah basah dan licin, mungkin sudah terangsang berat dari tadi.... Kupermainkan klitorisnya dan Mbak Ningsih menggelinjang keenakan.

Kemudian aku berbisik kepadanya sambil kuusap-usap vaginanya dengan lenbut, "Mbak, boleh saya jilati punya mbak...?"  Mbak Ningsih mengangguk perlahan. Kepalaku kuarahkan ke selangkangannya, kusibakkan bibir vaginanya hingga lubangnya membuka dan tampak berwarna merah berlendir menjanjikan kenikmatan. Klitorisnya yang mungil dan tersembunyi mulai kujilati. Mbak Ningsih menjerit tertahan, tangannya meremas kepalaku. Kadang klitorisnya kupermainkan diantara bibirku, kadang kuemut dan kuhisap dengan lembut lalu kujilati lagi seolah sedang menikmati es krim lezat. Sementara itu Mbak Mar juga ikut bergabung dengan mempermainkan dan menjilati penisku sehingga membuatnya semakin mengeras dan siap tempur.

Aroma vagina Mbak Ningsih yang khas membuat birahiku semakin naik. Kujilati lubang vaginanya, mulai dari labia mayora di bagian luar, labia minora,  lalu masuk ke dalam liang vaginanya dan kubenamkan lidahku sedalam mungkin. Klitorisnyapun tidak luput dari ganasnya jilatanku. Mbak Ningsih tampak sangat menikmati, tak berapa lama kemudian aku merasakan pinggulnya mulai berkedut-kedut tak beraturan.

"Aaah...aahh...mmmhhh...Doniii...ooohhh....."

Tangan Mbak Ningsih meremas kuat-kuat kepalaku dan pinggulnya berrkedut-kedut kuat tak terkendali dalam gelombang orgasme yang nikmat. Akupun merasakan vaginanya makin dibanjiri oleh cairan bersamaan datangnya orgasme. Akhirnya Mbak Ningsih terkulai lemas di sofa sambil matanya terpejam menikmati sisa-sisa orgasmenya, sungguh tampak sexy dan membangkitkan gairah.

"Mbak, kita lanjutin di kamar aja yuk..," kataku pada Mbak Mar.
"Tapi kamar Mbak Mar tempat tidurnya sempit kalau bertiga..."
"Ya udah di kamar Om Hadi aja gimana...? Tempat tidurnya gede, puas kalau bertiga...kamar mandinya ada air panasnya lagi..."
"Iyalah, nggak apa-apa, tiap hari juga Mbak Mar yang beresin...," kata Mbak Mar menyetujui usulku.

TV kumatikan dan kami bertigapun langsung menuju kamar tidur utama. Aku merebahkan diriku di tengah tempat tidur kingsize yang empuk. Mbak Mar dan Mbak Ningsih masing-masing disebelah kiri dan kananku.

"Dah...lanjutin yang tadi..Ning... kalau dengan aku sudah sering, malam ini giliranmu...puas-puasin deh..."
"Iya deh... tapi kamu juga dong Mar...masak cuma nonton aja..."
"Ya aku juga pasti ikutan, mana mungkin aku tahan cuma nonton...tapi maksudku kamu aja yang banyak, biar puas... mumpung dapat daun muda...kapan lagi..." kata Mbak Mar menjelaskan.

"Ok ibu-ibu...udah selesai diskusinya...aku udah nggak tahan nih...kepengen langsung dimasukkin ke punya Mbak Ningsih yang sexy...," kataku sambil meremas payudara Mbak Ningsih. Sementara aku mulai menjilati payudara Mbak Ningsih, Mbak Mar kembali asyik melumat penisku untuk memastikan penisku cukup keras agar bisa memuaskan Mbak Ningsih, teman baiknya.

Mbak Ningsih mulai naik nafsunya, nggak tahan cuma dijilati payudaranya dia minta lebih, "Masukin dong.... sekarang...." Menanggapi tawarannya, langsung kuposisikan diriku diantara kedua kakinya. Kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang hangat dan basah sambil kutindih tubuhnya yang sexy  Mbak Ningsih mendesah-desah menikmati setiap tusukan penisku, "Oooh..mmhhh...mmhh...."

Mungkin karena sering dipakai suaminya, maklum istri cantik dan sexy, punya Mbak Ningsih tidak sesempit punya Mbak Mar, tapi rasanya tetap nikmat karena dia pintar sekali menjepit penisku dengan otot-otot vaginanya. Aku bangkit dan mengubah sedikit posisi bercinta kami, sementara tubuhnya terlentang pasrah kusilangkan kaki kiri Mbak Ningsih di atas kaki kanannya sementara kaki kiriku di atas kaki kanannya lalu kumasukkan penisku dari posisi agak menyamping. Dengan posisi baru ini Mbak Ningsih tampak sangat menikmati karena penisku terasa masuk semakin dalam, "Aaahh...enak bangat...rasanya sampe mentok ke ujung....aaagh....oooohhh..." Menyadari Mbak Ningsih menyukai posisi ini langsung kutusukkan penisku semakin dalam. Tak lama kemudian Mbak Ningsih mulai bergerak tak beraturan, suara desahannya makin keras dan pinggulnya mulai menyentak-nyentak menyambut orgasmenya bersama lelaki yang bukan suaminya.

"Aaahhh...aaaggh...addduuhhh...aku keluaaarr...aaagh....," tubuh Mbakn Ningsih bergetar hebat, menegang beberapa saat dan kemudian terkulai lemas menikmati orgasme.

"Gimana rasanya Ning...? Enak khan....?" tanya Mbak Mar menggoda.
"Wow..kamu bener Mar....enak bangeeeet...dah lama nggak ngerasain yang keras kayak gini....maklum suamiku sudah tuwek... ngacengnya kurang mantep.... aku mau deh sering-sering main ke Bandung...."
"Mau dilanjutin lagi Mbak...?" tanyaku.
"Siapa takut..! Ayo masukin lagi yang dalam....tancap terus..." kata Mbak Ningsih menantang. Nggak nyangka wanita berjilbab yang awalnya tampak santun dan malu-malu sekarang malah tampil bak wanita binal. Kali ini Mbak Ningsih memposiskan dirinya dengan nungging, memintaku untuk menusuknya dari belakang, "Nih lubang Mbak Ning udah siap buat kamu...masukin lagi sayangku....masukin yang dalam....." Tanpa menunggu lebih lama lagi langsung kumasukkan penisku ke dalam lubang vaginanya yang menantang. Mbak Ningsih sangat nyaman diposisi ini, matanya merem-melek dan terus mendesah-desah menahan nikmat. "Mhh...tusuk yang kuat. sayang...mmhh...ooohhh... iya gitu... yang dalam. sayang......"

Setelah kurang lebih 5 menit diposisi itu Mbak Ningsih minta gantian, dia mau di atas. Aku merebahkan diri di sebelah Mbak Mar yang tengah asyik memainkan klitorisnya sendiri. Mbak Ningsih mengangkangi aku dan memasukkan penisku ke dalam lubang vagunanya yang basah dan merah. Mbak Ningsih langsung menggenjot pinggulnya dengan penuh nafsu untuk membuat penisku masuk sedalam mungkin ke lubang vaginanya. Siapa mengira wanita yang sehari-hari berjilbab ini ternyata menyimpan libido yang luar biasa? Dengan goyangan penuh nafsu sehebat itu sudah pasti Mbak Ningsih bakal cepat sampai puncak lagi. Dan benar saja, tidak lama kemudian tubuh Mbak Ningsih mulai berguncang makin kuat, hentakan pinggulnya makin kuat dan cepat.

"Adduuuhh...ooohhh...aku mau keluar lagii...duuuh...nggak tahan...aaaagh.....aaaaaaghhh"

Tubuh Mbak Ningsih bergetar hebat sebelum akhirnya menegan,. matanya terpejam, nafasnya tersengal-sengal, dan mulutnya ternganga melampiaskan jeritan nikmat. Akhirnya Mbak Ningsih rebah di dadaku, terkulai lemas akibat energi yang terkuras habis oleh orgasmenya yang ketiga malam itu.

Kubelai rambutnya dan kukecup bibirnya dengan lembut,
"Gimana mbak...masih mau lanjut...?"
"Mmhh...edan tenan....aku masih capek...istirahat dulu ya sayang...main sama si Mar dulu ya...aku masih mau kok, tapi nanti..  mau istirahat sebentar... capek..."

Mbak Ningsih tampak kelelahan, dengan perlahan kurebahkan dia disampingku. Mbak Mar yang melihat penisku masih tampak tegang tidak menyia-nyiakan kesempatan. Langsung dikangkanginya aku dan dimasukkannya penisku ke dalam vaginanya. Mbak Mar yang sudah dari tadi terangsang hebat melihat persetbuhanku dengan Mbak Ningsih langsung menggenjot pinggulnya dengan penuh nafsu sehingga membuat penisku terbenam di dalam vaginanya yang terasa sempit. Mbak Mar terus menggoyang-goyangkan pinggulnya seolah tidak memberi aku kesempatan untuk bernafas. Tidak berapa lama kemudian Mbak Mar menggelinjang hebat menikmati orgasmenya. Selanjutnya Mbak Mar merebahkan diri disampingku, tergolek lemas, "Ning, gantian kamu lagi, aku udah puas...."

Mbak Ningsih tampaknya sudah mulai pulih dari rasa lelahnya, dia langsung merapat dan meraih penisku. "Ayo jagoan...masukin lagi ke punyaku....sekarang sampai kamu keluar ya sayang....nggak usah pake kondom segala...aku pake KB.... aman, keluarin aja semua di dalam memekku...."

Mendapat tawaran istimewa tersebut libidoku langsung naik setinggi langit, tanpa menunggu aba-aba langsung kutindih Mbak Ningsih dan kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah menunggu. Kugenjot dengan irama yang cepat sehingga membuat Mbak Ningsih gelagapan menanggapi seranganku...Kujilati lehernya, telinganya, kucumbu bibirnya, kulumat lidahnya dan kuremas-remas payudaranya yang padat. Aku benar-benar bernafsu, tidak sabar menumpahkan spermaku di dalam vagina seorang wanita cantik dan sexy.

"Beneran ya mbak, boleh aku keluarin di dalam?"
"Iya..keluarin aja....biar kamu puasnya pol sayang..... mmhhh...ooohhh....adduh...enak banget.....ayo keluarin sekarang, mbak udah nggak sabar....aaahh...kamu ganas banget... mmhh...  kayaknya kalau seperti ini mbak sebentar lagi bisa keluar nih....."
"Iya mbak...aku juga udah mau keluar...uuuh,,,aduuuh...kita barengan ya mbak...."
"Keluarin sayaaang...keluarin di dalam.....ayo sayang... tusuk yang kuat...keluarin sekarang... oohh... mbak udah mau...aaahhh...keluaaaar....aaagh...Doniii...ooohhh....addduuuh.... nggak tahan... aduuuuuh... mbak keluar lagii....oooohhh..."
"Agh...aku juga...mbaaakk....aaaagh...."

Kusentakkan penisku dengan kuat sedalam-dalamnya sambil memuntahkan seluruh isinya di dalam vagina Mbak Ningsih, creet...creett...creet...uh..nikmatnya luar biasa.. Tubuhku terkulai lemas di atas tubuh Mbak Ningsih yang juga lemas terkuras rasa nikmat orgasme. Setelah tenaga yang terkuras mulai sedikit terpulihkan, kukecup bibir Mbak Ningsih dan aku berguling turun dari atas tubuhnya yang molek. Rasanya sperma yang keluar lebih banyak dari yang pertama, kulihat sebagian spermaku tampak menetes dari celah vagina Mbak Ningsih.

........................................

Hari sudah lewat tegah malam, kudengar sayup-sayup suara satpam kompleks memukul tiang listrik 2 kali tanda sudah pukul 2 pagi. Tidak terasa hampir 4 jam kami menikmati persetubuhan liar bertiga. Kami tidak banyak berkata-kata lagi karena sudah kelelahan dan tidak lama kemudian kamipun tertidur bertiga dalam dinginnya malam kota Bandung tanpa busana sehelaipun, hanya ditutupi selimut tebal.

Kami bangun sekitar pukul 7 pagi, bertiga kami mandi menikmati air hangat di kamar mandi Om Hadi. Sambil mandi tentu saja kami saling berciuman, saling meraba, melakukan seks oral bertiga: aku jilati vagina Mbak Ningsih sementara Mbak Mar mengulum penisku, lalu gantian aku jilati vagina Mbak Mar sementara Mbak Ningsih yang menjiati dan menghisap penisku. Selanjutnya aku kembali memasukkan penisku ke dalam vagina Mbak Ningsih serta Mbak Mar berganti-gantian dengan berbagai posisi yang kuakhiri dengan menumpahkan kembali spermaku di dalam vagina Mbak Ningsih.

Setelah sarapan, Mbak Ningsih minta dipanggilkan taxi karena dia harus pulang ke rumah adik iparnya. Mbak Ningsih berjanji kalau ada kesempatan akan main ke Bandung lagi mengulangi pengalaman threesome yang baginya sangat mengesankan. Setelah Mbak Ningsih pergi dengan taxinya, maka di rumah tinggal kami berdua, aku dan Mbak Mar, "Mas Doni, yuk kita masuk...film yang lain masih ada khan?....kita nonton lagi mumpung rumah masih kosong sampai nanti jam 5 sore...." kata Mbak Mar sambil mencubitku dengan tatapan genit.