Sunday, July 27, 2014

Semalam Bersama Trainer Cantik



Setelah beberapa bulan aku bekerja di Jakarta, aku diutus oleh perusahaan untuk mengikuti workshop pengenalan produk-produk baru yang diadakan di daerah Puncak. Kami akan bermalam disana selama tiga hari bersama sekitar 30 peserta lain dari perwakilan kantor cabang di kota-kota lain. Dari kantorku yang diutus dua orang: aku dan Sinta. Buatku kegiatan ini tentu menjadi selingan yang menyenangkan dari pekerjaan rutin sehari-hari yang melelahkan.

Selama pelatihan peserta ditempatkan di hotel yang cukup nyaman, sekamar berdua. Tentu saja aku tidak dengan Sinta tapi dengan peserta pria lain, Joko wakil dari cabang kota Jogja. Secara umum pelatihan berjalan dengan menyenangkan, presentasi produk-produk baru dengan berbagai fitur yang canggih membuat peserta terus tertantang untuk mengikuti workshop hingga akhir. Tapi buatku yang paling menarik bukan itu, melainkan Ibu Dian, trainer cantik yang sekaligus manajer cabang di kota Semarang. Untuk ukuran wanita Ibu Dian cukup tinggi, mungkin sekitar 165cm, dengan postur tubuh yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk, bentuk payudaranya juga sedang-sedang saja. Taksiranku usianya kurang lebih sekitar 35 tahun. Tapi dari awal aku suka sekali dengan sikapnya yang anggun, cara bicaranya yang tegas tapi lembut, dan tentu saja wajahnya yang manis dan kulitnya yang putih. Semua peserta pria yang aku tahu setuju kalau Ibu Dian adalah primadona di workshop ini. Tapi statusnya sebagai seorang manajer dan sekaligus trainer di workshop ini membuat tidak ada yang berani bersikap kurang ajar kepadanya.

Kalau Ibu Dian memberikan presentasi, aku merasa semangat sekali, selalu aku berusaha mencari perhatiannya dengan banyak bertanya. Setiap kali 'break' aku selalu berusaha mendekati Ibu Dian dan mengobrol dengannya, mulai dari materi pelatihan sampai ke masalah-masalah lain. Setiap ada kesempatan aku mencoba memuji dan menyanjungnya, tentu dengan cara yang sehalus mungkin supaya tidak terkesan dibuat-buat dan sekedar cari perhatian. Siapa wanita yang tidak suka dipuji dan dikagumi? Akhirnya upayaku membuahkan hasil, aku dan Ibu Dian menjadi dekat, kami selalu menyempatkan ngobrol berdua setiap ada kesempatan. Ibu Dian dengan bangga menunjukkan foto-foto ketiga anaknya, yang tertua kelas 2 SMP dan yang terkecil masih kelas 3 SD... Tampak dia sangat sayang sekali dengan ketiga anaknya. Tapi tidak terlihat foto suaminya sama sekali.

"Foto bapaknya anak-anak mana bu...?" tanyaku.
 "Mm..kami sudah hampir tiga tahun ini cerai... sekarang jadi single-parent..."
"Oh maaf bu...."
"Ah nggak apa-apa...awalnya memang berat tapi lama kelamaan ya biasa aja kok..."
"Tapi saya juga lega bu... kalau saya dekat dengan ibu seperti sekarang nggak perlu takut ada yang cemburu ya bu..." kataku setengah bercanda.
"Maksud kamu apa..." tanya Ibu Dian dengan mata menggoda.
"Mmm...anu..mungkin saya bisa lebih dekat lagi dari yang sekarang ya bu he..he..he..."
"Ah kamu ini..banyak yang masih muda dan cantik kok malah mau dekat dengan yang lebih tua dan sudah punya anak tiga...ada-ada aja..., kamu tahu nggak, kalau saya perhatikan ada peserta yang sepertinya suka sama kamu, .itu tuh..yang rambutnya pendek...kalo gak salah namanya Sinta.."
"Oh..Sinta... dia itu teman kantor saya bu... kami memang dekat karena satu divisi tapi dia sudah ada suaminya, saya nggak mau ganggu dialah...nanti bisa panjang urusannya...."
"Oh I see....saya kira...hmm... kamu sendiri gimana...jangan-jangan sudah punya dua istri..."
"Ah ibu ini...saya pacar aja nggak punya..."
"Beneran nih...kalau gitu kita bebas yaa...he..he..he..," Ibu Dian tertawa kecil sambil mencubit lenganku, aku pura-pura kesakitan.
"Oh iya... supaya kita tambah akrab, kamu jangan panggil saya ibu kalau sedang berdua seperti ini... biar nggak kaku,,,panggil Dian aja ya...kalau di depan orang-orang atau di acara workshop aja kamu panggil saya ibu..."
"Ok deh bu..eh...Dian..."

----------------

Hari ini adalah hari terakhir pelatihan, jam 7 malam workshop ditutup dengan bagi-bagi sertifikat dan berfoto bersama. Setelah itu acara bebas sebelum kami pulang ke kota masing-masing esok hari. Setelah makan malam Joko, Sinta, dan teman-teman lain mengajakku ke diskotik. Mereka tahu kalau aku sedang dekat dengan Ibu Dian, "Ajak Ibu Dian sekalian biar kita hepi-hepi..." kata Joko. Tapi Ibu Dian tampaknya tidak begitu menikmati acara dugem semacam itu. "Ah..enggak ah aku lagi males... kami mau ngobrol di cafe aja..." kataku menolak halus.

Sampai jam 10 malam kami masih asyik ngobrol di cafe, semua peserta workshop sudah tidak ada lagi, hanya ada beberapa pasangan dan tamu hotel di cafe tersebut. Rasanya Ibu Dian semakin cantik dan menggairahkan malam itu. Dingin udara Puncak yang menusuk tidak terasa, tertutup oleh hangatnya pembicaraan kami. Pada beberapa kesempatan aku coba memancing-mancing suasana dengan mengungkapkan secara halus kalau aku menginginkan yang lebih dari biasanya. Ibu Dian tampaknya memberi sinyal kalau diapun demikian. Sebagai seorang janda yang sudah lama berpisah dari suami sangat normal kalau Ibu Dian menginginkan interaksi yang intim dengan lelaki.

Setelah aku benar-benar yakin Ibu Dian juga menginginkan hal yang sama dengan apa yang ada di benakku, aku beranikan untuk melangkah lebih jauh, Aku genggam tangannya dengan lembut, kuusap-usap punggung tangannya, "Dian..kamu cantik dan seksi sekali malam ini...besok kita berpisah, aku pasti kehilangan sekali. Kalau kamu mau kita lanjutin pertemuan di kamar yuk...aku mau lebih dari sekedar ngobrol... mm...aku mau peluk kamu... aku juga mau cium kamu...boleh kan... aku mau membelai kamu... aku mau bercinta dengan kamu malam ini... aku mau ini jadi malam yang spesial buat kita berdua sebelum kita berpisah..." kataku merayunya. Ibu Dian seperti yang sudah kuduga tidak menolak, "Kenapa enggak Don...aku juga mau, kamu tidur di kamarku aja malam ini ya...?" Mendengar jawaban tersebut langsung kukecup lembut bibirnya selama beberapa saat.

Seolah tidak ingin membuang waktu, setelah membayar bill Ibu Dian langsung mengajakku ke kamarnya di lantai lima. Tidak seperti para peserta workshop, sebagai seorang trainer dari perusahaan Ibu Dian mendapat jatah kamar sendiri, kelas eksekutif. Di dalam lift hanya kami berdua, aku dan Ibu Dian sudah tidak sabar menunggu sampai kamar, kami mulai bercumbu di dalam lift. Seperti ingin meluapkan hasrat yang lama terpendam, Ibu Dian langsung memainkan lidahnya dan meraba daerah selangkanganku. Aku langsung menyambutnya dengan menjulurkan lidahku sedalam mungkin untuk melayani permainan lidah Ibu Dian sementara tanganku meremas-remas payudaranya yang hangat dan lembut. Sayangnya tidak lama kemudian bel berbunyi menandakan kami sudah sampai di lantai lima.

Kami langsung bergegas menuju kamar Ibu Dian. Begitu tiba di kamar, Ibu Dian langsung mengajakku mandi bareng. Aku begitu takjub melihat kemolekan tubuh Ibu Dian yang masih tampak kencang dan sexy. Sambil bermandikan pancuran air hangat dari shower, aku menyabuni tubuh Ibu Dian dan Ibu Dian sebaliknya juga menyabuni aku. Tidak lupa kami saling merangsang organ sensitif masing-masing, aku meremas payudara Ibu Dian sementara Ibu Dian terus meremas dan mengocok-ngocok penisku yang sudah sangat tegang.

"Kita ke tempat tidur sekarang ya Don... punyamu sudah keras...aku kepengen banget ngerasain punya kamu..."
"Iya sayang... aku juga... aku mau jilat punya Dian ya..."

Aku rebahkan tubuh Ibu Dian di tempat tidur, kukangkangkan kaki Ibu Dian sehingga belahan vaginanya yang tertutup bulu-bulu agak tebal tampak terlihat kemerahan. Tidak tahan melihat pemandangan erotis yang sangat merangsang syahwat, aku langsung menjilati vagina Ibu Dian yang sudah basah oleh lendir. Ibu Dian mengerang keenakan dan kakinya terasa bergetar menahan nikmat, Libidonya yang terpendam mulai menemukan jalan keluar untuk dipuaskan, hanya beberapa menit setelah kujilati vaginanya Ibu Dian sudah mulai tidak bisa menahan diri.

"Oh...aaah... Doni...enak banget...aduuuh... udah lama aku nggak ngerasain yang kayak gini...aduuuh...mmmhhh...terus Don...."

Desahan Ibu Dian membuatku tambah semangat, sambil terus kujilati vagina dan klitorisnya, tanganku juga meremas-remas payudara Ibu Dian yang kenyal. Tidak berapa lama kemudian Ibu Dian mulai bergerak tidak terkontrol saat aku menghisap-hisap dan mempermainkan klitorisnya dengan lidahku. Tangannya mencengkeram keras kepalaku.

"Aduh Don...mmh... aku nggak tahan... mau keluar... aduuuh...."
"Keluarin sayang...keluarin aja.... biar puass..."
"Aaaagh...addduuuh...mmhhh... ooohh....... ooohhhh... Doniiii....aghh..."

Ibu Dian menggelinjang hebat sambil menekan kepalaku lebih keras. Tidak berapa lama kemudian Ibu Dian terkulai lemas tanda sudah menikmati orgasmenya. Vaginanya semakin merah dan basah oleh cairan orgasme. Mata Ibu Dian terpejam sementara mulutnya sedikit membuka seolah masih menikmati sisa-sisa orgasmenya. Aku kecup ringan bibirnya. Tidak berapa lama kemudian Ibu Dian membuka mata dan tersenyum nakal.

"Sekarang gantian aku yang isep punyamu ya Don..."
"Iya sayang.. aku juga sudah pengen...."

Ibu Dian langsung bangkit dari tidurnya dan memposisikan dirinya di antara selangkanganku. Dikulumnya penisku yang sudah mengeras sejak tadi. Ibu Dian cukup mahir juga melakukan blow-job, sambil mulutnya menghisap penisku lidahnya terus melilit-lilit kepala penisku dan sesekali dia menjilat-jilat seluruh batang penisku lalu mempermainkan lubangnya sambil tangannya meremas-remas buah pelirku dengan lembut sehingga membuat seluruh tubuhku bergetar menahan rasa nikmat.

"Aduh Dian... enak sayang... kamu pintar sekali... aku belum pernah ngerasain yang kayak gini sayang.....beneran.. enak banget sayang...uuuh...."

Ibu Dian hanya tersenyum mendengar pujianku, blow-jobnya makin menggila membuat penisku terasa mengeras lebih dari biasanya. Boleh dikatakan aku sangat jarang bisa orgasme dengan oral-sex seperti ini, selama beberapa tahun terakhir bisa dihitung jari mungkin. Dan itupun biasanya setelah waktu yang lama, di atas 15 menitan. Tapi blow-job Ibu Dian memang luar biasa, tidak sampai 5 menit aku mulai merasakan getaran-getaran yang menandakan akan datangnya orgasme.

"Dian... kayaknya udah mau keluar...aduuuh... enak banget....ahhh... Diaan..."
"Mmh...keluarin sayang... keluarin aja... aku tampung di mulut... "
"Agh... Diaaaan...aduuuh.. nggak tahan... agggh... aghh....oooooooohhh....."

Cret..cret.. terasa penisku menembakkan seluruh muatannya ke dalam muliut Ibu Dian yang terus menghisap hebat penisku. Seluruh badanku terasa bergetar dan terbang melayang entah kemana... Belum pernah aku merasakan blow-job senikmat ini. Ibu Dian masih terus menghisap penisku yang sudah kehabisan amunisi, dia tampak juga sangat menikmati. Ibu Dian baru melepaskan penisku setelah benar-benar lemas dan kehabisan tenaga. Sebagian besar spermaku tampak ditelannya, hanya ada sedikit sisa-sisa sperma yang menetes dari bibirnya. Setelah membersihkan sisa-sisa sperma di sekitar mulutnya Ibu Dian berbaring di sampingku dan mengecup bibirku. Kami berpelukan sambil memulihkan tenaga yang terkuras.

Tidak berapa lama kemudian tenagaku terasa mulai pulih. Dekapan hangat tubuh telanjang Ibu Dian membuat libidoku mulai naik lagi. Tanganku mulai merayap ke arah selangkangannya dan jari-jariku mempermainkan celah vagina Ibu Dian yang hangat dan terasa masih basah oleh lendir. Ibu Dian merespon dengan meremas-remas penisku yang juga mulai menegang.

"Masukin ya Don...aku pengen ngerasain punya kamu di dalam, bawa kondom kan?"
"Ah.. maaf, aku nggak bawa... nggak apa-apalah, nanti di keluarin di luar..."
"Yah... aku lebih suka dikeluarin di dalam tapi pake kondom... lebih terasa..."
"Mmm... ok.. kalau begitu aku ambil dulu ke kamar ya..."
"Jangan lama-lama... aku tunggu ya sayang....."

Aku segera berpakaian dan bergegas menuju kamarku. Sampai di depan kamar aku memasukkan kunci dan membuka pintu. Tapi rupanya Joko memasang gerendel pintu dari dalam sehingga pintu kamar tidak bisa sepenuhnya terbuka.

"Joko..Joko... tolong bukain pintu,, kenapa dikunci dari dalam sih... ini aku... "
"Ooh... bentar Don...aduuh... aku kira kamu nggak tidur disini..."

Sepintas kulihat bayangan Joko melompat dari tempat tidur, suara Joko terdengar agak panik. Dan setelah itu sepertinya dia berbisik-bisik entah dengan siapa lalu kudengar suara kaki bergerak terburu-buru seperti setengah berlari. Tampaknya ada orang lain di kamar itu selain Joko. Pintu terbuka dan tampak Joko dengan t-shirt dan celana yang agak berantakan seperti terburu-buru dipakai. Langsung aku sadar kalau Joko tengah membawa seorang wanita di kamar.

"Ada siapa di kamar Jok? Udah bilang aja.. nggak apa-apa kok, aku nggak tidur di sini malam ini, cuma mau ngambil barang di tas aja...," kataku sambil melirik ke arah kamar mandi yang tertutup.

Joko cuma cengar-cengir malu-malu sambil mengetuk kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka dan tampaklah Sinta yang tersenyum kecut malu-malu dengan pakaian seadanya, wajahnya agak pucat seperti maling tertangkap basah. Aku langsung mengerti situasinya, tanpa banyak kata-kata aku langsung mengambil sekotak kondom di tasku dan keluar dari kamar.

"Ok Joko, Sinta, kita ketemu besok di tempat sarapan ya... enjoy yourself... aku mau tidur di kamar Ibu Dian malam ini...."

Joko tampak merasa lega, tapi Sinta terlihat masih tegang. Dia tahu kalau aku kenal suaminya dan tentu sangat khawatir kalau-kalau aku memberitahu suaminya perihal perselingkuhan ini. Tapi aku tidak terlalu memikirkan soal itu, yang terpikir saat itu hanya keinginanku untuk segera menikmati tubuh Ibu Dian.

Kuketuk kamar Ibu Dian, dan ia langsung membukakan pintu. Ibu Dian tampak mengenakan daster.

"Ih.. aku kira nggak balik..., " katanya manja.
"Mana mungkin nggak balik sayang.... aku pengen banget making-love dengan kamu malam ini... nggak mungkinlah acara puncak malah dilewatkan... bisa nyesel aku..."

Langsung kucumbu bibir Ibu Dian dengan penuh nafsu. Tanganku mengangkat dasternya dan meremas-remas pantat Ibu Dian yang montok. Ternyata Ibu Dian tidak memakai apa-apa di balik dasternya. Aku segera melepas seluruh pakaianku sementara Ibu Dian juga melepaskan dasternya dan mengajakku ke tempat tidur, kami kembali bercumbu dengan hangat sambil saling meremas-remas.

"Mmmhh... pisangnya sudah keras... mau dimasukin sekarang?" tanya Ibu Dian.
"Iya.. mau.. tapi bentar aku pake kondom dulu..."
"Jangan... nanti aja kalau sudah mau keluar, sekarang langsung dimasukin aja...biar lebih terasa... "

Langsung kubuka paha Ibu Dian dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang tampak basah. Bleessss...dengan sentakan lembut penisku terbenam di dalam lubang vagina Ibu Dian yang hangat. Mata Ibu Dian terpejam dan mulutnya berdesah-desah menahan nikmat. Sambil terus menusukkan penisku berulang-ulang aku menjilati leher dan telinga Ibu Dian sambil tanganku meremas-remas payudaranya sehingga membuatnya menggelinjang. Beberapa menit kemudian kami berganti posisi. Ibu Dian membalikan badannya dan mengambil posisi nungging. Belahan vaginanya tampak jelas dan sangat mengundang birahi. Langsung kuarahkan penisku masuk ke dalam liang vagina Ibu Dian. Tampaknya dia sangat menikmati posisi ini, tidak henti-hentinya mulut Ibu Dian berdesah-desah mengekspresikan kenikmatan yang dirasakannya setiap kali aku menusukkan penisku.

"Oooh...aaahhh...mmh... Doni... mmhh.... aaahhh... mmmhhh.... ooohh... tusuk yang kuat sayang... enak... ooh... rasanya punya Doni mentok sayang... aduh... enak banget... aaaahhh..."

Setelah kurang lebih lima menitan dalam posisi ini kamipun berganti posisi lagi. "Gantian aku yang di atas ya... ," kata Ibu Dian. Dalam posisi ini Ibu Dian semakin menampakkan keganasannya. Seolah tidak mau kehilangan penisku, Ibu Dian terus menggiling-giling penisku yang tertancap dalam di vaginanya dengan ganas tanpa sedikitpun melepaskan cengkeramannya. Liang vagina Ibu Dian terasa kuat menjepit penisku. Aku hanya bisa pasrah menikmati sensasi luar biasa vagina seorang janda yang haus kenikmatan sambil tanganku terus meremas-remas payudaranya yang menggantung indah.

"Aduuhhh Doni... enak.. aahh..aku bisa keluar sebentar lagi...."
"Iya sayang aku juga mulai nggak tahan..."
"Mau pake kondom sekarang sayang...? Biar bisa dikeluarin di dalam...."

Aku mengangguk, Ibu Dian langsung melepaskan penisku dari cengkeraman vaginanya dan berbaring di sampingku. Setelah kupasang kondom langsung kumasukkan panisku kembali ke lubang vagina Ibu Dian yang sudah makin merah menanti untuk dipuaskan. Kami berdua sudah betul-betul dekat dengan puncak kenikmatan. Ibu Dian yang kini ada di posisi bawah menggelinjang hebat setiap kali aku menusukkan penisku dalam-dalam. Akupun merasakan gelombang orgasme sedang mulai terbentuk, aku menusukkan penisku makin cepat dan makin dalam sehingga menimbulkan suara kecipak yang berirama.

"Ahh... Doniii... aku mau keluaaar.... mmmh Doni... addduuuuh...yang keras... terusss...teruuuss... aduuuhhh... ooohhh...aaaaggghhhhh......."
"Ooh Dian...aahh...aku keluaarrr sayang...... aaaghhh...aagghhh"

Srr...srr... terasa penisku memuntahkan sperma. Aku langsung terkulai lemas di atas tubuh Ibu Dian yang juga lemas setelah merasakan orgasmenya. Kulepaskan penisku yang mulai melemas karena tenaganya terkuras oleh kenikmatan orgasme yang luar biasa. Ibu Dian langsung meraih penisku dan melepaskan kondom yang membungkusnya, diamatinya sejenak spermaku yang tertampung di dalamnya sebelum di buang ke tempat sampah.

"Hmm.. banyak juga ya.... "
Aku cuma tersenyum, "Iya... memangnya kenapa...?"
"Nanti mau lagi...?" tanya Ibu Dian manja menggoda.
"Boleh... tapi istirahat dulu ya... "

Setelah beristirahat sambil berpelukan selama kurang lebih 15 menit, Ibu Dian kembali mengajakku untuk melanjutkan permainan. Kamipun kembali bergumul dengan berbagai posisi sampai kami berdua akhirnya terpuaskan dan betul-betul merasa lelah.

Aku terbangun kira-kira jam setengah delapan pagi dan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Aku bangunkan Ibu Dian dengan mengusap-usap vaginanya yang terasa hangat sambil menciumi lehernya. Pagi itu kami bercinta lagi dua kali, sekali di tempat tidur dan berikutnya di kamar mandi. Tapi karena kehabisan kondom, yang di kamar mandi spermaku kukeluarkan di luar. Benar-benar kami berdua merasa puas. Workshop yang diadakan perusahaanku kali ini betul-betul sangat berkesan buatku, dan mungkin juga buat Ibu Dian. Sebelum kami berpisah Ibu Dian memintaku untuk datang ke Semarang jika ada waktu. Dia memberiku kartu nama dan menuliskan sebuah nomor HP tambahan di baliknya. "Ini nomor khusus urusan pribadi dan keluarga...," kata Ibu Dian. Tentu saja aku tidak menolak tawaran luar biasa ini.