Friday, August 8, 2008

Teh Irma



Sewaktu masih kos di tempat Tante Nita sering aku diminta Tante Nita mengantar ke salon langganannya di daerah Setiabudi. Mau tidak mau aku juga menjadi langganan di salon tersebut. Biasanya aku dilayani oleh Teh Irma, orangnya ramah, suka sekali becanda dan ngobrol saat melayani pelanggan. Usianya mungkin sekitar 30 tahun dan dia seorang janda dengan 2 anak, baru cerai dua tahun yang lalu. Wajahnya lumayanlah, kulitnya putih... cuma bodinya agak montok meski nggak bisa dibilang gemuk juga. Teh Irma tahu kalau aku suka jalan dan kencan dengan Tante Nita. Mungkin Tante Nita yang cerita, entahlah aku tidak ambil peduli.

Setelah aku tidak tinggal di rumah Tante Nita akupun masih sering ke salon tersebut, kadang untuk janjian ketemu dengan Tante Nita kalau dia lagi 'kesepian', kadang juga karena aku memang perlu potong rambut atau sekedar creambath. Sudah hampir enam bulan ini aku tidak bertemu Tante Nita, selain untuk mencegah kecurigaan dari Om Rahmat, suaminya, juga karena aku memang sibuk dengan urusan kuliah.

Pada suatu hari sepulang dari kampus aku menyempatkan diri datang ke salon langgananku, mau creambath. Seperti biasa Teh Irma melayaniku dengan keceriaannya yang khas cewek Sunda. Mungkin karena hari itu akhir bulan keadaan salon tampaknya cukup sepi, hanya ada tiga pengunjung termasuk aku.

"Halo... Doni... mau potong...?"
"Enggak ah.. creambath aja.."

Sambil mulai meng-creambath kepalaku seperti biasa Teh Irma mulai bercerita. Mungkin karena keadaan agak sepi pembicaraan Teh Irma mulai ke masalah hubunganku dengan Tante Nita.

"Kok udah jarang janjian dengan Tante Nita? Padahal dua hari yang lalu Tante Nita kemari lho..."
"Saya sibuk kuliah teh..."
"Udah bosen ya... dasar cowok... kalau udah bosen terus ditinggalin gitu aja..."
"Eh enggak kok, siapa yang bosen.... enak lagi dengan Tante Nita..." kataku sambil tertawa kecil.
"Idiih... baru mahasiswa udah nakal banget, yang dipikirin gituannya aja..." Teh Irma pura-pura cemberut sambil mencubit pipiku.
"Lha, khan Tante Nita nggak mungkin saya nikahin, jadi saya kawinin ajalah..." kataku menggodanya. Teh Irma mencubit pipiku lagi dengan gemesnya.

Entah setan apa yang mampir di kepalaku tiba-tiba aku tertarik dengan Teh Irma. Dari cermin kuperhatikan wajahnya yang lumayan manis dan tanpa sadar aku mulai memperhatikan lekuk tubuhnya yang montok. Mungkin Teh Irma tahu kalau aku memperhatikannya, dia terlihat agak salah tingkah. Ah... kepalang tanggung, kupikir sebagai janda yang sudah bercerai 3 tahun Teh Irma mungkin sekali-sekali juga membutuhkan belaian laki-laki.

"Teh, pulangnya masih lama nggak...?"
"Sebentar lagi, kenapa...?"
"Doni mau ngajak teteh ke Lembang, jalan-jalan, boleh?"

Ditembak langsung seperti itu kelihatannya Teh Irma tidak siap, dia makin salah tingkah.

"Lho kok bengong, ada yang marah ya..."
"Ih... ada-ada aja...teteh nggak punya suami dan nggak punya pacar tau... emangnya Doni mau ngajak ke Lembang kapan?"
"Ya sehabis teteh kerja kita langsung berangkat, naik motor aja... mau ya?"
"Tapi jangan lama-lama ya... nanti teteh nggak bisa masuk rumah, dikunci sama ibu kos"

Gotcha! Modal nekatku berhasil juga... mana mungkin nggak lama di Lembang... naik motor malam-malam dari Lembang dinginnya minta ampun, siapa yang kuat? Mau nggak mau pasti pakai acara menginap di hotel.

******

Kira-kira jam 5 sore Teh Irma keluar dari salon dan langsung menghampiriku yang sudah siap menunggu di halaman salon. Karena Teh Irma pakai rok dia duduk menyamping di belakangku, tangannya langsung melingkar di pinggangku. Akupun langsung tancap gas menuju Lembang.

Di Lembang kami mampir ke tempat susu murni kesukaanku. Kami duduk bersebelahan seperti sepasang kekasih sambil menikmati susu murni yang hangat dan roti bakar. Teh Irma mulai bercerita panjang lebar. Dari soal bekas suaminya yang suka selingkuh, teman kampungnya yang jadi selebriti di Jakarta sampai soal Tante Nita dan pelanggan-pelanggan lainnya. Aku cuma menjadi pendengar yang baik sambil sekali-sekali memberi tanggapan seadanya. Pikiranku sama sekali tidak di situ, dalam otak ngeresku terus terbayang bagaimana tubuh montok Teh Irma nanti akan tergolek telanjang tanpa sehelai busana di ranjang hotel menanti sentuhanku.

Akhirnya aku memberanikan diri mengarahkan pembicaraan ke arah rencana mesumku, kupegang tangannya dan kubelai-belai dengan lembut.

"Teh Irma, teteh menurut Doni masih cantik kok nggak kawin lagi... nggak kesepian ditinggal suami?" Taktik basi, tapi tetap efektif...karena dari nada bicara dan 'body-language'-nya yang kuamati sejak tadi Teh Irma tampaknya tidak akan keberatan kalau aku ajak 'making-love'.

"Kalau calon sih ada di kampung, masih saudara, tapi mungkin baru tahun depan kawinnya, emangnya kenapa?" katanya sambil tersenyum genit.
"Enggak... cuma pengen tau, dulu waktu ada suami khan tiap malam ada yang kelonin tapi sekarang khan tidurnya sendiri, terus kalau teteh lagi pengen gimana...?"
"Iih... udah gelap ngomongnya mulai ngaco... ya teteh tahan aja dong..."
"Kalau nggak tahan...gimana?" tanganku mulai nakal melingkar ke pinggangnya dan mulai mengelus-elus tubuhnya yang montok.

Teh Irma sama sekali tidak keberatan dengan aksiku, dia malah merebahkan kepalanya di pundakku dengan manja dan tangannya balas melingkar di pinggulku. Aku rasa dia tahu ke arah mana maksud pembicaraanku.

"Ya, begitulah... sekali-kali selep-serpis khan enak juga..." katanya lirih dengan mata genit.

Sejenak kami terdiam sambil memikirkan langkah selanjutnya.

"Teh, daripada selep-serpis kalau Doni yang serpis aja gimana? Mau...?"

Teh Irma diam tidak menjawab, tiba-tiba dia menatapku lalu bibirnya mendekat ke bibirku. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, bibirku langsung menyambut bibirnya dan kamipun bercumbu dengan ganas. Nafas Teh Irma mulai turun-naik tidak beraturan seperti sedang menahan gejolak nafsu yang begitu lama tertahan. Pelan-pelan tangaku mulai meraba payudaranya yang montok, Teh Irma tidak mau kalah, tangannya mulai meremas penisku dengan lembut. Setelah beberapa menit melumat bibir dan lidahku, Teh Irma melepaskan cumbuan mautnya.

"Kita ke hotel yuk..." katanya perlahan.

*******

Akhirnya sekitar jam 7 malam kami meluncur ke sebuah hotel melati yang cukup bagus. Tarifnya ekonomis tapi kamarnya lumayan bersih dengan kamar mandi di dalam. Aku minta ijin untuk beli kondom, tapi Teh Irma melarang setengah berbisik, "Nggak usah pake kondom say..., biar lebih enak, aman kok...."

Setelah mengunci pintu kamar lalu kami menuju kamar mandi, kulepaskan baju Teh Irma satu-per satu sampai hanya tinggal celana dalam dan BH yang tersisa. Diapun melakukan hal yang sama, melepaskan pakaianku satu per satu sehingga tinggal tersisa celana dalam. Meski tubuhnya lumayan montok, tampaknya cukup padat juga, tidak begitu tampak adanya lipatan-lipatan lemak. Mungkin Teh Irma rajin merawat badan dan berolahraga. Yang jelas tubuhnya betul-betul membuatku bergairah.

Kami saling berpandangan dan mulai berciuman. Tanganku mulai melepaskan tali BHnya dan tampak buah dada Teh Irma yang montok begitu ranum menantang sehingga membuat aku semakin bernafsu meremas-remasnya. Teh Irma tidak mau kalah, gantian dipelorotkannya celana dalamku dan dengan lembut diremas-remasnya penisku yang sudah mulai tegang. Tanpa menunggu lebih lama lagi tanganku langsung masuk ke dalam celana dalam Teh Irma, belahan vaginanya terasa sudah basah dan licin. Jariku dengan leluasa masuk ke lubang vaginanya yang hangat dan basah, kemudian jariku juga mempermainkan klitoris Teh Irma sehingga membuatnya mengerang keenakan, "Ahh.....mmhh...".

"Uuh..tahan dulu sayang... kita mandi dulu biar lebih asyik..." kata Teh Irma terbata-bata sambil berupaya melepaskan diri dari gerayanganku. Kamipun mandi berdua dengan air hangat. Selama mandi tanganku tidak pernah lepas dari tubuh Teh Irma, saat menyabuninya kadang aku meremas dada Teh Irma yang montok, sekali waktu aku menyelipkan jari-jariku di antara celah vaginanya. Teh Irma juga begitu, sambil menyabuni badanku dia terus meremas-remas penis dan buah pelirku. Kukatakan kalau aku suka sekali dengan tubuhnya yang montok.

"Ah.. rayuan gombal, teteh khan gemuk... "
"Enggak gemuk teh, tapi montok dan sexy... beneran... justru body teteh yang montok bikin cowok terangsang banget, nggak sabar pengen masuk ke memek teteh" kataku setengah berbisik sambil lagi-lagi menyelipkan tanganku ke vaginanya.

"Mau dimasukin sekarang?" tanyanya mulai nggak sabar.
"Di kamar mandi...?"
"Iya, dari belakang aja..."
"Katanya mau diserpis dulu..."
"Serpisnya ntar aja di tempat tidur, teteh udah kepengen ngerasain punya kamu sekarang..."

Teh Irma lalu membalikkan badan dan membungkuk sambil berpegangan pinggir bak mandi. Bulu-bulu vagina Teh Irma nggak begitu lebat sehingga tampak belahan vaginanya berwarna kemerahan dan membuat penisku menjadi semakin tegang.

Perlahan-lahan kuarahkan penisku ke lubang vagina Teh Irma, dengan sengaja kupermainkan penisku di bibir vaginanya. Kadang kuuusap-usapkan penisku ke klitoris Teh Irma, lalu kumasukkan ujung penisku beberapa saat dan kutarik keluar lagi.

"Ih.. jail banget sih say..., masukin dong... sampai ujung..." Teh Irma mulai merengek-rengek, tubuhnya meliuk-liuk dengan gelisah. Akupun mulai nggak tahan, lalu dengan dorongan perlahan kumasukkan penisku dalam-dalam ke vaginanya.

"Agh...mhh...gitu dooong..mmhh.." Teh Irma melenguh keenakan. Suara desahan Teh Irma membuatku semakin bergairah, dengan goyangan yang berirama dan kuat aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam liang vagina Teh Irma yang terasa begitu hangat dan masih sempit.

Rasanya sayang kalau kami menikmati orgasme kami yang pertama di kamar mandi, kulepaskan penisku dari jepitan vagina dan kami berjalan menuju ke kamar tidur. Dengan perlahan kurebahkan Teh Irma di tempat tidur, kubuka pahanya dan tampak belahan vaginanya terbuka berwarna merah muda basah oleh lendir.

"Aku serpis ya teh..."

Teh Irma cuma tersenyum genit sambil membuka pahanya tanda setuju. Langsung kubenamkan wajahku di antara dua pahanya. Kusibakkan bibir vaginanya dan dengan lembut kujilati seluruh daerah sensitifnya. Lidahku mengeksplorasi liang vaginanya, lalu kujilati klitoris Teh Irma yang menyembul keluar. Sementara tanganku juga sibuk meremas payudara Teh Irma dan sekali-sekali memilin putingnya. Teh Irma mendesah-desah dan tampak sangat menikmati, dipegangnya kepalaku seolah dia tidak mau lidahku lepas dari vaginanya.

Tidak berapa lama kemudian pinggul Teh Irma terasa bergerak makin aktif, tangannya juga semakin kuat menekan kepalaku.

"Doni... teteh udah mau keluar...mmhhh...aduuh...oohh...oohh.."

Dan akhirnya seluruh tubuh Teh Irma menegang menahan nikmat orgasmenya yang pertama malam itu...

"Aaggh.... Doniii... aagh.....!!!"

Tidak berapa lama kemudian tubuh Teh Irma terkulai lemas. Aku lalu berbaring di sisinya, kukecup bibirnya sambil kubelai rambutnya.

"Enakan mana sama selep-serpis teh..." kataku menggoda.
"Enakan ini gilaa... udah lama nggak ngerasain yang seperti ini... suami teteh aja belum pernah jilatin memek teteh sampai keluar kayak gini..." katanya sambil mencubit perutku.

"Mau dijilat lagi...?"
"Kapan-kapan ya... sekarang teteh mau gantian isep punya kamu terus dimasukin ke memek teteh.." katanya sambil meraih penisku.

Tanpa buang-buang waktu dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya dan diemutnya dengan penuh gairah. Kadang-kadang dilepaskannya lalu lidahnya dengan lihai menyapu seluruh permukaan penisku. Akupun tidak mau tinggal diam, kugeser badanku supaya tanganku bisa meraih vaginanya. Sementara Teh Irma sedang berupaya melumat penisku, jari-jariku menjelajahi celah-celah vaginanya dan terus masuk hingga aku merasakan dinding vagina yang terasa sedikit bergerigi, tentu ini g-spot! Jari-jariku terus mengusap-usap wilayah sensitif itu dan ini membuat tubuh Teh Irma bergetar menahan rasa nikmat.

"Mmhh... mmhhh..." desahan Teh Irma makin keras.

Akhirnya Teh Irma melepaskan penisku dari mulutnya, mungkin dia sudah nggak tahan, vaginanya gatal minta ditusuk penisku. Dengan mengambil posisi duduk ia masukkan penisku ke dalam vaginanya. Dengan penuh gairah ditekannya pantatnya ke pinggulku sehingga penisku masuk dengan sempurna ke dalam vaginanya. Aku merasakan penisku seperti menyentuh ujung vaginanya. Pantat Teh Irma terus bergerak naik turun dengan cepat. Rupanya Teh Irma sudah tidak sabar untuk merasakan orgasmenya lagi! Akupun merespon dengan menghentak-hentakkan pantatku sehingga penisku terbenam lebih dalam lagi...

"Mmhh...Doni...enak banget... uuhh..."

Vaginanya yang hangat dan sempit membuat penisku serasa dijepit dan diurut-urut, sensasi nikmatnya luar biasa. Ditambah lagi desahan Teh Irma yang terdengar begitu sexy membuat penisku mulai bergetar dan berdenyut-denyut menuju puncak orgasme. Sama dengan yang aku rasakan, tampaknya Teh Irma juga sudah mendekati orgasmenya yang kedua.

"Doni... teteh udah mau keluar...mmhhh...mmhh.."
"Iya teh, kita barengan, Doni juga udah mau..."

Gerakan kami menjadi semakin intens dan liar. Akhirnya tangan Teh Irma mencengkeram keras lenganku sambil memejamkan mata menahan sensasi orgasme yang meledak-ledak. Tubuhkupun menjadi kejang saat semburan sperma terasa keluar dari penisku yang berkedut-kedut meluapkan rasa nakmat yang luar biasa.

"Aaahhh... Doni....Aaaaaagh...." Teh Irma menjerit melepaskan rasa nikmat orgasmenya.
"Uuhh... teteh... mmhhh.... " aku juga tidak tahan mengungkapkan rasa nikmatku.

Akhirnya tubuh Teh Irma terkulai lemas ambruk di dadaku. Sejenak kami berpelukan diam tidak bergerak, mencoba merasakan sisa-sisa sensasi nikmat yang masih ada. Sementara itu penisku yang masih ada di dalam vagina Teh Irma mulai melemas. Aku merasakan aliran cairan spermaku yang bercampur dengan cairan Teh Irma mengalir keluar dari vagina dan membasahi pangkal pahaku.

Teh Irma melepaskan diri dari badanku dan dia berbaring lemas di sebelahku sambil matanya tetap terpejam. Kukecup bibirnya sambil kupeluk tubuhnya yang montok dan basah oleh keringat. Kulihat jam di dinding hotel, ternyata sudah jam 8.45 malam, tidak terasa hampir 1 jam juga kami memadu syahwat. Pura-pura aku menawarkan Teh Irma untuk pulang,

"Udah hampir jam 9 sayang... kita pulang sekarang...?"
"Enggak ah, dingin... lagian sampe tempat kos pasti udah dikunci..."
"Jadi..."
"Ya kita terusin aja doong... khan baru satu ronde.."
"Lho Teh Irma mau berapa ronde?"
"Terserah Doni.. teteh mau aja, sampai pagi juga boleh..." katanya genit.
"Ih... buka puasa ya... serakah amat..." kataku menggoda.
"Hi..hi..hi.. teteh udah lama nggak ngerasain kayak gini.."
"Emangnya abis cerai nggak pernah lagi?"
"Ya pernah juga sih, nggak munafik, tapi khan jarang dan udah hampir tiga bulan teteh enggak begituan... "
"Pantesan teteh punya masih sempit, jarang dipake sih... " kataku memuji.

Hanya lima menit istirahat, tangan Teh Irma sudah menggerayangi penisku dan mengusap-usapnya. Otomatis penisku mulai mengeras lagi. Aku langsung merespon dengan mulai merermas dan menjilati payudara Teh Irma. Kukulum dan kuhisap-hisap putingnya yang bulat kecoklatan. Tidak hanya itu, tanganku mulai menggerayangi selangkangan Teh Irma dan jari-jariku mulai nakal masuk ke liang vaginanya yang masih basah oleh spermaku. Teh Irma mulai menggelinjang menahan nikmat.

"Doni, pisangnya masukin lagi ke memek teteh ya... tapi Doni yang di atas, gantian..." Teh Irma berbisik lirih sambil membuka kedua pahanya lebih lebar. Bibir vaginanya yang merah merekah dan bersimbah sisa-sisa spermaku sangat menggugah nafsu kelaki-lakianku. Tanpa membuang waktu langsung aku membenamkan penisku dalam-dalam ke lubang vagina Teh Irma.

Dengan lembut tapi pasti kuturun-naikkan pantatku sambil sesekali menekan dan memutar-mutarnya untuk menambah rasa nikmat. Teh Irma juga tidak pasif, pantatnya ikut bergerak seirama dengan gerakanku sambil tangannya terus meremas pantat dan punggungku. Sebagai variasi kuangkat kaki kiri Teh Irma sementara kaki kiriku kusilangkan di atas kaki kanannya. Posisi ini membuat penisku terasa lebih dalam masuk ke vagina Teh Irma dan kelihatannya Teh Irma sangat menikmati.

"Aduuh... mmhh...."
"Sakit...?"
"Enggak sayang, enak banget....terusin... tusuk yang keras....mmhhhh... rasanya sampe ujung..."

Mendapat semangat dari Teh Irma gerakanku menjadi lebih cepat dan bertenaga. Tidak berapa lama kemudian Teh Irma mulai menggelinjang tidak beraturan, tangannya meremas kasur, bantal, atau apa saja yang bisa diraihnya.

"Uuggh.. Doni...teteh mau keluar lagi..."

Seperti biasa kalau ronde kedua orgasmeku cenderung lama, kali inipun aku belum mau orgasme. Tapi gerakanku kupercepat supaya Teh Irma bisa merasakan puncak orgasmenya dengan intens. Dan tidak berapa lama kemudian Teh Irma mulai bergerak liar, pinggulnya berkedut-kedut melampiaskan kenikmatan orgasme lagi.

"Aagh...Doni...aaggh...."

Kutancapkan penisku dalam-dalam dan kutahan sampai tubuh Teh Irma terkulai lemas tanda sensasi orgasmenya sudah selesai. Beda dengan laki-laki yang butuh waktu beberapa menit untuk kembali pulih setelah orgasme, perempuan biasanya tidak butuh waktu lama untuk 'on' lagi. Itu sebabnya mereka bisa orgasme berkali-kali hanya dalam waktu yang singkat. Seperti yang pernah kualami dengan Tante Nita, sekali waktu dia mengalami orgasme 8 kali hanya dalam selang waktu 20 menit saja! Laki-laki mana bisa seperti itu. Aku pikir Teh Irma juga tidak berbeda, makanya aku tidak melepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulepaskan kaki kirinya dan perlahan-lahan kutindih tubuh montok Teh Irma, dan sambil memeluk tubuhnya yang masih lemas kubelai-belai rambutnya.

"Mau lagi teh...?" tanyaku sambil perlahan lahan kembali menggoyangkan pantatku.

Teh Irma tidak menjawab, hanya membuka mata dan memandangku sambil tersenyum genit. Perlahan-lahan goyanganku makin kuintensifkan. Dan tidak lama kemudian Teh Irma mulai berreaksi kembali, vaginanya terasa mulai menjepit penisku. Pinggulnya juga mulai bergoyang, kadang berputar-putar, kadang naik-turun mengimbangi gerakanku. Hanya butuh beberapa menit saja sebelum akhirnya Teh Irma kembali menggelinjang menahan nikmat.

"Agghh.. Doniii... Mhh...", tangan Teh Irma mencengkeram punggungku dengan kuat selama beberapa detik sebelum akhirnya seluruh tubuhnya kembali terkulai lemas.

Perlahan kucumbu lehernya, lalu bibirnya. Teh Irma tidak tinggal diam, dia juga menanggapi cumbuanku dengan menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku sambil pantatnya kembali merespon tusukan penisku. Kamipun lalu kembali bergumul ganas, kami berganti posisi berkali-kali. Kadang aku di bawah, kadang kembali lagi di atas.

"Gila kamu Doni... nanti teteh keluar lagi..."
"Nggak apa-apa teh, Doni juga udah mau keluar sekarang..."

Mengetahui aku juga sedang menuju puncak orgasme Teh Irma menjadi semakin ganas, sambil menindih tubuh montoknya aku merasakan vagina Teh Irma mencengkeram kuat penisku dan pinggulnya bergoyang naik-turun dengan kuat mengimbangi gerakanku. Aku merasakan aliran darahku semakin kencang dan seluruh tubuhku mulai bergetar.

"Aduuh teh... Doni mau keluar..."
"Mmhh..teteh juga say... kita barengan ya..."
"Aagghh... Teh Irmaaa...."
"Doni...Mmhh...aaaggghhh..."

Akhirnya dengan sebuah sentakan kuat spermaku kembali tumpah ke dalam vagina Teh Irma. Kami berpelukan erat selama beberapa lama sebelum akhirnya aku merebahkan diriku di samping Teh Irma dengan seluruh tubuhku terasa lemas seolah-olah kehilangan seluruh tulangnya. Malam itu kami tertidur dengan lelap sambil berpelukan tanpa sehelai busana selain selembar selimut yang menutupi tubuh kami berdua dari serangan hawa dingin kota Lembang. Kami benar-benar merasa puas dan kelelahan malam itu.

********

Saat aku terbangun hari sudah mulai terang, kulihat belum jam 7. Teh Irma masih terlelap di sampingku dan tubuhnya masih tertutup selimut. Kukecup keningnya dan kupeluk tubuhnya untuk memberikan rasa hangat. Tidak lama kemudian Teh Irma terbangun dan tersenyum manis menatapku.

"Udah bangun...?" tanyanya.

Aku hanya menganggup dan tanganku mulai nakal menggerayangi seluruh tubuhnya yang montok. Teh Irma tidak tinggal diam, tangannya juga mulai meraba-raba penisku dan langsung membuatnya berdiri tegang. Payudara Teh Irma yang montok tampak begitu menggairahkan dan aku memuaskan nafsuku dengan menjilatinya, lalu aku mengulum puting-putingnya yang bulat. Hanya butuh beberapa menit saja sebelum akhirnya Teh Irma membuka pahanya lebar-lebar dan memintaku untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Pagi yang dingin di Lembang tidak lagi terasa dingin, tubuh kami kembali bersimbah keringat oleh panasnya persetubuhan kami.

Entah berapa kali Teh Irma orgasme pagi itu, aku tidak ingat, yang jelas spermaku tumpah ke dalam vaginanya beberapa kali. Di tempat tidur sebelum mandi sekali, di kamar mandi sekali dengan 'doggie-style', lalu sekali lagi setelah kami berpakaian dan bersiap hendak pulang, di tempat tidur. Ya, saat itu aku memang betul-betul 'horny' dengan Teh Irma. Aku tidak tahan melihat montoknya tubuh Teh Irma yang sexy. Sesaat setelah Teh Irma selesai berpakaian, kupeluk tubuhnya dari belakang dan kujilati leher dan telinganya. Tanpa banyak bicara kamipun kembali melepaskan busana masing-masing lalu bergumul di tempat tidur sampai kenikmatan yang kami nantikan terpuaskan lagi.

Akhirnya kami pulang kembali ke Bandung sekitar jam 11 siang dan Teh Irma terpaksa terlambat kerja. Teh Irma tidak marah atau menyalahkanku, nyatanya ia sendiri juga sangat menikmatinya dan sama sekali tidak menolak ketika aku mengajaknya untuk berkencan lagi seminggu kemudian.