Tuesday, July 29, 2014

Kristin - Agen Properti Yang Cantik



Pagi itu aku ke kantor dengan perasaan riang gembira. Suasana di kantorku memang hari-hari belakangan ini agak ceria. Maklum perusahaan kami baru saja menang tender proyek yang lumayan besar di daerah Indonesia Timur. Sudah dipastikan semua staff dan karyawan bakal mendapat bonus tahunan yang lumayan akhir tahun nanti.

Kira-kira jam sembilan Mbak Amy, sekretaris bos, masuk ke ruanganku.

"Mas Doni, nanti jam sepuluh diminta ke ruangan Pak Herman ya... katanya penting..."
"Ok mbak, terima kasih... nanti saya kesana.."

Pak Herman bosku terkenal sangat disiplin, kalau dia bilang jam sepuluh, jangan pernah berani datang lewat satu menitpun. Maka kira-kira jam 09.55 aku sudah siap di depan ruangannya. Melihat aku datang Mbak Amy langsung menelpon Pak Herman,

"Mas Doni, langsung masuk aja, sudah ditunggu..."

Aku segera masuk, Pak Herman mempersilahkan aku duduk sementara dia masih menelpon istrinya. Setelah berbasa-basi sejenak menanyakan pekerjaan-pekerjaanku Pak Herman langsung mengutarakan maksudnya.

"Kamu dulu lama di Bandung ya..."
"Iya pak, dulu waktu kuliah... ada yang bisa saya bantu pak...?"
"Begini.. ibunya anak-anak pengen beli rumah di Bandung... kamu bisa bantu carikan?"
"Oh siap pak... mau di daerah mana dan kira-kira budget-nya berapa..."
"Coba kamu carikan di daerah Setiabudi atau Dago Atas.. pokoknya yang hawanya masih sejuk tapi akses ke kota nggak susah, terserah kamu, pasti lebih tahu.... kalau soal budget antara 4 sampai 5M gitu.."
"Siap pak, nanti hari Sabtu saya ke Bandung..."
"Jangan khawatir, ini bukan kerja bakti... nanti kalau sudah deal ada komisinya 2% buat kamu... sementara, ini kamu terima dulu buat pegangan selama di Bandung... kamu pasti perlu buat hotel dan transport... kalau kurang tinggal kamu kontak Amy biar ditambah... Ok..?"

Setelah menerima amplop dari Pak Herman aku meminta ijin untuk kembali ke ruanganku. Amplopnya cukup tebal juga, di luar ruangan Mbak Amy menggoda aku,

"Wah bisa nih ikutan makan siang..."
"Ok... siapa takut?...Nanti siang kita ke foodcourt ya...?"

---------------------

Pagi itu aku meluncur ke Bandung sendirian. Aku sudah menyiapkan daftar kandidat rumah-rumah yang sedang di jual, hasil browsing di internet dan iklan-iklan baris di koran. Rupanya ini pekerjaan yang cukup melelahkan karena aku harus melihat langsung kondisi rumah yang dicari. Pak Herman memang mempercayakan semua kepadaku tapi ia tidak mau kalau aku memberinya pilihan cuma berdasarkan foto atau iklan saja.

Setelah berkeliling melihat-lihat beberapa alternatif, akhirnya pilihanku jatuh pada sebuah rumah di daerah Setiabudi. Aku yakin sekali ini pilihan terbaik dan cocok dengan keinginan Pak Herman. Malam itu aku segera menghubungi kembali agen penjualnya, Kristin.

"Hallo Kristin, ini saya... Doni..., yang tadi siang lihat rumah yang kamu tawarkan..."
"Oh iya.. bagaimana pak.. sudah cocok..."
"Yah... mungkin... bagaimana kalau saya besok mau lihat lagi rumahnya, sambil kita bicara lebih detail soal harga atau kondisi-kondisi lainnya?"
"Ok pak, besok kita ketemu dimana?"
"Sambil aku traktir sarapan aja gimana? Di Pizza Hut yang di dekat Cipaganti sekitar jam sembilan pagi..."
"Baik pak...sampai ketemu besok..."

Esoknya seperti rencana semalam, kami bertemu di Pizza Hut. Kristin tampak cantik dan sangat ceria. Tidak seperti kemarin, hari ini Kristin banyak sekali bercerita tentang dirinya  Kelihatan sekali suasana hatinya sedang enak. Dia baru kerja dua bulan di bisnis properti dan belum satupun berhasil menjual rumah. Tapi kali ini dia punya harapan besar kalau bisa melakukan penjualan.

Dari penuturannya dia seorang fresh-graduate, baru lulus S-1 bidang ekonomi 6 bulan yang lalu. Sambil menunggu pekerjaan yang lebih cocok dia merintis karir di bidang properti. Kristin keturunan chinese, tingginya sekitar 160cm dengan ukuran tubuh yang sedang-sedang saja, kulitnya putih mulus seperti kebanyakan wanita chinese di Bandung, rambutnya lurus sebatas bahu, wajahnya manis dan punya lesung pipi kalau tersenyum.

Setelah aku membayar bill kami segera meluncur ke rumah yang ditawarkan. Di perjalanan Kristin terus mempromosikan rumah yang akan dijualnya. Kujelaskan kepadanya kalau yang berminat membeli rumah tersebut adalah bosku, tapi aku diberi kuasa penuh untuk memilihkan rumah yang cocok.

"Saya jamin deh pak.. bos bapak tidak akan kecewa, ini rumah pernah disewa orang bule selama 3 tahun.. tahu aja pak... orang bule nggak akan mau kalau rumahnya jelek... dan semuanya terawat baik, sudah direnovasi dan dicek semua nggak ada masalah.... nanti pak Doni lihat sendiri, rumahnya bersih luar dalam.. lantai duanya juga bagus sekali, ada teras di bagian belakang buat keluarga duduk-duduk santai sambil lihat pemandangan bagus... meskipun sekarang kosong, setiap hari ada orang yang membersihkan rumah dan halaman. Kalau soal harga, asal sudah serius nanti bisa nego langsung dengan yang punya, untuk sementara dia buka harga 4.7 M dulu lengkap dengan semua isinya..."

Aku hanya mendengarkan saja semua omongannya, dalam pikiranku Kristin sudah sangat berharap besar dia bisa melakukan penjualan perdana kali ini. Pasti dia mau melakukan apapun supaya berhasil, apalagi sudah dua bulan lamanya dia kerja keras tanpa memperoleh hasil apa-apa.

---------------

Kami sampai di rumah yang ditawarkan sekitar jam 11 siang dan langsung masuk ke dalam. Kemarin meskipun juga sampai ke dalam, aku memang hanya melihat sekilas saja karena tidak punya waktu lama. Tapi hari ini aku punya kesempatan untuk melihat lebih detail. Memang ucapan Kristin tidak berlebihan, rumah tersebut kondisinya sangat baik dan terawat. Halamannya cukup luas dan lokasinya juga sudah cocok dengan keinginan pak Herman.

"Kalau jam 11 yang beresin rumah sudah pulang pak, biasanya cuma sampai jam 10 pagi...."

Kurang lebih satu jam kami berkeliling di rumah tersebut memeriksa semua ruangan dan perabotan, semuanya memang bagus. Pak Herman pasti akan merasa beruntung bisa membeli rumah ini. Tapi aku berpikir bisa mendapatkan lebih dari sekedar komisi yang dijanjikan Pak Herman, mungkin Kristin bisa memberikan sesuatu kepadaku... Akhirnya kami beristirahat di teras lantai dua, duduk santai sambil menikmati hembusan angin segar di utara kota Bandung.

"Semuanya bagus, mudah-mudahan bos saya tertarik, tinggal keputusannya nanti apa mau mengambil rumah ini atau yang di Dago..." aku sengaja mulai memancing-mancing kekecewaan Kristin.
"Oooh.. jadi masih ada pilihan lain ya pak... saya kira sudah mantap mau yang ini....," terdengar suara Kristin seperti kecewa sekali, raut mukanya tampak berubah 180 derajat dan tubuhnya terlihat lemas.
"Tidak usah khawatir, saya akan rekomendasikan ke bos... tapi bagaimanapun pilihan bukan di saya.. bos yang punya duit.."
"Bantu Kristin dong pak... Kristin sudah dua bulan belum jual satu rumah juga.... ini harapan buat Kristin, bantu ya pak... khan katanya bapak yang diberi kuasa untuk menentukan mana rumah yang mau dibeli... ayolah pak....yakinlah rumah ini bagus... harganya juga masih bisa nego.. bos Pak Doni nggak akan kecewalah..."
"Ya saya bisa mengerti, tapi coba deh Kristin yakinkan saya, terserah bagaimana caranya, supaya saya merekomendasikan rumah ini ke bos...," kataku pura-pura bersimpati sambil memegang tangannya. Kristin terdiam, matanya menerawang jauh, tampaknya dia sedang berpikir keras.

"Pak Doni... bapak bantu Kristin supaya bos bapak beli rumah ini, nanti Kristin bagi sebagian komisi yang Kristin dapat, lumayan lho pak... bagaimana?"
"Ah... jangan, Kristin pasti butuh uang itu, lagipula saya juga sudah ada komisi dari bos...janganlah.. nggak adil rasanya kalau saya masih minta bagian komisi lagi dari kamu," kataku sambil meremas tangannya. Kristin kembali terdiam, tapi tampaknya dia mulai punya harapan melihat aku membuka diri untuk tawar-menawar. Wajahnya sedikit cerah dan matanya mulai berani memandangku dengan tatapan nakal menantang... Kemudian Kristin mendekatkan wajahnya.

"Gini aja pak.. nanti kalau bos pak Doni jadi beli rumah ini....mmm..... kita weekend ke Bali mau pak...? Terserah pak Doni mau ngapain aja.... Kristin yang traktir semua... kita menginap di Legian, " katanya dengan suara perlahan sambil tangannya menarik tanganku ke arah payudaranya. Aku agak terkejut dengan tantangan Krstin yang langsung to the point. Aku tidak menjawab, aku hanya menatap wajahnya sambil mulai meremas-remas payudaranya. Mata Kristin terpejam dan nafasnya mulai terdengar berat. Tak berapa lama kemudian Kristisn membuka matanya,

"Bawa kondom pak...? Kita lanjutin di kamar bawah yuk...?"
"Oh.. ada di mobil, sebentar aku ambil ya....?"

--------------

Kami berdua segera turun ke bawah, aku keluar menuju mobil untuk mengambil kondom sementara Kristin mempersiapkan kamar. Di dalam kamar kulihat Kristin sudah melepaskan baju atasan dan roknya, tubuhnya mulus sekali. Payudaranya yang tadi sempat kuremas tampak masih kencang di balik BH-nya.

Langsung kudekap badannya dari arah belakang dan kuciumi dengan lembut lehernya yang jenjang. Tubuhnya yang putih, mulus, wangi dan terawat baik membuatku tidak ingin melepaskannya. Tangan kiriku meremas payudara di balik BH-nya sementara tangan kananku masuk ke celana dalamnya. Kurasakan jariku menyentuh vaginanya yang ditumbuhi bulu tidak begitu lebat, belahannya terasa sudah basah, klitorisnya juga licin dan kenyal. Kristin mendesah-desah menahan nikmat sementara tangannya berusaha meraih penisku dan meremas-remasnya.

"Buka bajunya sekarang sayang.. aku sudah horny..." katanya sambil melepas BH dan celana dalamnya. Tanpa membuang waktu lagi aku juga langsung melepaskan seluruh pakaianku. Kristin kemudian berbaring di tempat tidur kingsize. Aku sempat tertegun sejenak, terpesona melihat kemolekan tubuh gadis belia ini, Tanpa sadar aku mengusap-usap penisku sendiri yang sudah mulai tegang. Melihat aku terdiam dan mempermainkan penisku sendiri, Kristin memberi isyarat dengan tangannya supaya aku segera ikut dengannya ke tempat tidur, "C'mon honey... I'm ready...."

Aku menghampiri Kristin, tangannya dengan cekatan meraih penisku dan memasukkannya ke dalam mulut. Kristin mengulum penisku dengan penuh birahi, kadang lidahnya menjilat-jilat dari pangkal sampai ujung. Tanganku tidak tinggal diam, melanjutkan apa yang tadi sempat kulakukan, kembali tanganku mempermainkan vaginanya. Dua jariku bergerak keluar masuk liang vaginanya sementara jempolku mempermainkan klitorisnya. Kristin mendesah keenakan sambil terus menjilati dan mengulum penisku. Aku gerakkan tanganku makin kuat sehingga membuat Kristin menggelinjang keenakan dan cairan vaginanya menetes keluar. "Oooh..mmmhh... mau pakai kondomnya sekarang sayang...?" Kristin kelihatan sudah mulai tidak tahan.

Begitu kondom selesai kukenakan Kristin langsung mendorongku. Aku pasrah dan menurut saja seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Kristin mengambil posisi di atas dan mengarahkan penisku ke dalam vaginanya. Perlahan dia turunkan pinggulnya sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya yang sudah basah. Uh gila... vaginanya sempit sekali... seperti masih perawan. Untung saja cairan vagina Kristin yang keluar cukup banyak sehingga penisku bisa lancar masuk ke dalam meski seperti dijepit rasanya. Kristin menekan pinggulnya dengan kuat ke bawah sehingga penisku menyentuh ujung vaginanya dan membuat Kristin setengah menjerit "Aagh..."

Mata Kristin terpejam dan mulutnya terus mendesah-desah sementara pinggulnya bergerak turun-naik dengan cepat. Ketika tanganku mulai mempermainkan payudara dan putingnya, Kristin makin lama makin menggila, kedua tangannya mencengkeram apapun yang bisa diraihnya. Kadang tangannya meremas kedua lengaku, kadang mencengkeram kasur tempat tidur, Kristin makin tidak bisa mengendalikan dirinya. Sensasinya sungguh luar biasa.

Dengan ritme cepat sepeti ini rasanya Kristin tidak akan bertahan lama. Benar saja, hanya butuh waktu kurang dari 7 menit Kristin mulai menggelinjang hebat dan menjerit meluapkan orgasmenya, "Aggh...ooh... aaaaaaaagh....." Tubuhnya yang mulai basah oleh keringat langsung terkulai lemas di atas tubuhku. Kubiarkan Kristin beristirahat merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasmenya selama beberapa saat sementara penisku masih keras tertancap di dalam vaginanya.

Tubuh gadis cantik yang putih dan mulus, yang tergolek di atas tubuhku, membuatku tergoda untuk melanjutkan. Kucumbu lembut bibirnya dan kubelai mesra rambutnya. Kristin merespon dengan mulai melumat bibirku dengan bibirnya yang tipis. Perlahan-lahan kulepaskan tubuh Kristin dan kubaringkan dia di sampingku. Kini gantian aku yang di atas, kusibakkan pahanya dan tampak belahan vagina Kristin yang basah sedikit membuka. Indah dan sungguh merangsang.

Langsung kubenamkan penisku yang masih keras ke dalam lubang vagina Kristin yang sudah menanti dipuaskan lagi. "Ooohh...," Kristin kembali mendesah saat penisku tertancap dalam di vaginanya. Kugoyangkan pinggulku naik-turun sambil berputar-putar dengan irama yang cepat sehingga membuat Kristin kembali menggelinjang. Tangannya mencengkeram keras punggungku. Rasanya kukunya melukai punggungku, tapi tidak begitu kupedulikan karena kenikmatan yang kurasakan dari jepitan vaginanya jauh melebihi semua rasa. Akhirnya puncak kenikmatan mulai mendekati kami, kupeluk Kristin erat-erat.

"Kristin... aku mau keluar sekarang sayang...mmmhhh... oooh.."
"Iya sayang... keluarin aja... Kristin juga mau keluar lagi... aaggghhh...ooh.... aaaaghhh"
"Agh.... Kristiiin...oooohhh...."
"Aaggh... I'm cummiiiiiiing honeyyyy....ooohhhh..."

Vagina Kristin terasa menjepit hebat penisku saat spermaku muncrat berkali-kali. Setelah gelombang orgasme luar biasa yang kami rasakan mulai mereda kami berpelukan melepas lelah. Kristin mengecup lembut bibirku dengan ringan.

"Enak sayang....?"
"Iya Kristin... kamu luar biasa...."
"Kita bisa begini lagi di Bali nanti.... mau khan?" katanya merayu dengan manja.
"Mau doong... aku usahain jadi deh..."
"Nah... gitu dong sayang... nanti aku servis yang lebih lagi... semalaman...."
"Beneran ya...? Tapi kalau akhirnya tetap nggak jadi juga gimana sayang...," kataku menggoda.
"Hmmm... ya boleh aja kita ke Bali... tapi kamu yang bayarin ya...," katanya sambil tertawa.

Tidak terasa hari sudah menunjukkan jam tiga sore ketika kami keluar dari rumah itu dengan perasaan puas. Aku mengantarkan Kristin pulang ke rumahnya di daerah Pasteur dan selanjutnya akupun langsung meneruskan perjalanan kembali ke Jakarta.

Seperti yang sudah kuduga, Pak Herman akhirnya setuju membeli rumah yang kupilihkan. Dia dan istrinya sangat puas. Aku sendiri sudah tidak ikut lagi ke Bandung untuk urusan itu. Tidak lama setelah proses jual-beli selesai Kristin menelponku menanyakan kapan aku punya waktu untuk weekend ke Bali. Dia bilang kalau bisa berangkat barengan dari Bandung hari Jumat malam supaya bisa menginap dua malam di Bali. Wow, ini pasti akan menjadi weekend yang luar biasa...